Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sepertinya Lapas Khusus Bandar Narkoba Akan Sia-sia Saja, Jika...

17 Oktober 2015   19:05 Diperbarui: 17 Oktober 2015   20:41 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Argumentasi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly, ketika mengusulkan lapas (Lembaga Pemasyarakatan) khusus bagi bandar narkoba, karena sekitar 60 persen peredaran barang haram tersebut berasal dari dalam lapas, dan hal itu memang dapat dimaklumi. Terlebih lagi negeri ini sudah dalam kondisi darurat narkoba selama ini.

Lapas (lembaga pemasyarakatan) yang sebelumnya dikenal dengan sebutan penjara, adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan di negeri ini. Lembaga Pemasyarakatan merupakan Unit pelaksana Teknis di bawah Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham, dan yang menjadi penghuninya adalah para narapidana, atawa warga binaan pemasyarakatan. Selain itu juga dihuni oleh tahanan, yaitu mereka yang masih dalam proses peradilan. Adapun pegawai negeri sipil yang menangani pembinaan narapidana dan tahanan di lembaga pemasyarakatan disebut petugas pemasyarakatan, atawa sebelumnya lebih dikenal dengan sebutan sipir penjara.

Adapun per Januari 2015 tercatat 464 rumah tahanan dan lapas yang ada di Indonesia ini, dengan daya tampung sebanyak 110.098.  Sementara penghuninya, tahanan sebanyak 53.014 dan narapidana 111.845. Sehingga telah terjadi over kapasitas yang mencapai 150 persen. Menurut Menkumham, maraknya peredaran narkoba juga yang menjadi salah satu sebab terjadinya kelebihan kapasitas tingkat hunian lapas.

Dapat dibayangkan Lapas dan Rutan yang seyogyanya menjadi pusat pembinaan dan pemasyarakatan itu, dan bukan ditujukan sebagai tempat untuk sekedar menampung tersangka, terdakwa maupun terpidana suatu tindak pidana, serta lebih jauh, tempat penahanan dan pemasyarakatan, bukanlah tempat untuk menjatuhkan hukuman semata. Sehingga stigma bahwa Rutan dan Lapas merupakan “neraka” bagi penghuninya melekat disebabkan karena kondisi Rutan dan Lapas yang memang sangat buruk.

Sepertinya usulan Menteri Yasonna H. Laoly layak mendapat apresiasi. Terlebih lagi dengan komitmen pemerintahan Presiden Jokowi yang begitu tegas melaksanakan hukuman mati, merupakan langkah yang cukup berani di tengah tekanan berbagai pihak dari dalam dan luar negeri yang meragukan efektivitas hukuman mati bagi para pengedar dan bandar narkoba itu.

Beberapa waktu lalu, kita tentu masih ingat hebohnya seorang bandar besar narkoba, yang juga mantan bos copet Surabaya, Freddy Budiman - dia punya nama.  Di dalam lapas si Freddy ini melakukan bisnis peredaran narkoba. Bahkan di lapas juga diketahui dia memiliki kesempatan untuk memproduksi barang haram itu.  Ya, di tempat yang seharusnya mendapat hukuman atas kejahatannya itu, dengan penjagaan ketat aparat, koq justru malah bisa berbuat sebagaimana dalam kehidupan di kehidupan bebas.

Kenapa bisa begitu bebasnya Freddy Budiman berbuat sesukanya di dalam lapas ?

Selain bandar narkoba di atas, kita pun tentu masih ingat kasus narapidana yang bernama Artalyta Suryani yang menjalani masa hukumannya di Blok Anggrek, Rutan Pondok Bambu, Jakarta.  Narapidana perempuan yang satu ini memiliki ruang karaoke pribadi di dalam sel kurungannya berikut satu set komputer jaringan dan fasilitas pendingin AC.

Belum lagi dengan kasus narapidana mafia pajak yang belakangan begitu menghebohkan juga, Gayus Tambunan yang bisa keluar-masuk lapas, dan keluyuran berhaha-hihi di rumah makan. Malahan konon bisa berinteraksi di media sosial dengan akun samaran.

Itulah masalahnya.

Di saat Freddy Budiman dengan leluasa membentuk jaringan – bahkan sampai memproduksi narkoba di dalam lapas, ketika Artalyta dikurung di dalam sel yang layaknya sebuah apartemen mewah, juga sewaktu Gayus Tambunan begitu bebasnya keluar-masuk lapas, dan berhaha-hihi di dalam mobil pribadi dan di rumah makan, serta berinteraksi di media sosial meslipun disinyalir menggunakan akun samaran, publik pun tak sungkan mengatakan kalau para penjaga narapidana itupun memiliki andil besar. Para sipir itu – yang berdalih sipir juga manusia, tentu saja, tergiur dengan iming-iming yang diberikan narapaidana demi tebalnya dompet mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun