Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Saat Mantan Menteri Angkat Bicara Sikap SBY dan Kebijakannya

6 Desember 2014   15:18 Diperbarui: 17 Juni 2015   15:55 4312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1417835958506800183

[caption id="attachment_380946" align="aligncenter" width="565" caption="sumber foto: www.tribunnews.com"][/caption]

Tampaknya kebijakan Presiden Jokowi dalam menegakkan wibawa dan kedaulatan negara – satu di antaranya menenggelamkan kapal-kapal asing pencuri ikan di perairan Indonesia, mendapat apreasi positif dari berbagai kalangan. Tak terkecuali dari mereka yang selama ini dianggap ‘berseberangan’, seperti seorang Fadli Zon, atau juga Tantowi Yahya. Bahkan yang menarik lagi adalah pernyataan seorang menteri di era pemerintahan SBY yang ikut angkat bicara, juga membeberkan sikap dan kebijakan SBY yang dianggap terlalu berhati-hati, peragu, dan sepertinya lebih dari itu selalu dihantui ketakutan yang berlebihan.

Adalah seorang mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Laksamana Mandya (Purn.) Freddy Numberi, di samping memuji sikap dan ketegasan Presiden Jokowi yang begitu tegas dan gamblang mensupport jajarannya terhadap pembakaran dan penenggelaman kapal-kapal asing yang melakukan praktik illegal fishing. Sementara saat dirinya menjabat menteri terkait di Kabinet Indonesia Bersatu jilid satu (2004-2009), dan berniat untuk melakukan hal serupa, untuk menenggelamkan kapal ikan berbendera Vietnam, seperti dalam pemerintahan sekarang ini, SBY justru malah menegurnya – dengan kata yang lebih terang-benderang: Melarangnya, tentu saja. Putra asli Papua itu menambahkan, kemungkinan sikap SBY ketika itu, karena Presiden sedang tampak akrab dengan Perdana Menteri Vietnam.

"Takut keakraban itu terganggu, mungkin," kata Freddy.

Selain itu, ia juga pernah ditegur dalam kaitan dengan kasus tumpahan minyak dari kapal tanker Montara milik Thailand-Australia pada 21 Agustus 2009. Kerugian yang timbul di 14 desa di Pulau Rote sebesar Rp 40 triliun akibat insiden itu tak kunjung diganti hingga saat ini. "Saat itu Pak SBY bilang jangan dulu usik Thailand karena politiknya sedang bergejolak," kata Freddy.

Sikap dan kebijakan SBY seperti itu, publik pun memang sudah tahu. Sudah menjadi rahasia umum yang tak bisa disembunyikan lagi. Dengan prinsipya yang seringkali dikatakan berulang-ulang,  thousands friend, zero enemy, dapat diterjemahkan sebagai bentuk sikap seorang SBY yang memiliki sifat penakut memang. Dalam  memori ingatan publikpun barangkali belum hilang bagaimana pula negara-negara sahabat memaknai prinsip SBY tersebut, mereka justru dengan seenaknya melakukan pelanggaran terhadap kedaulatan negara Indonesia.

Di samping maraknya praktik illegal fishing, ada juga negara tetangga yang berbatasan langsung dengan tanpa kompromi lagi memindahkan patok-patok tanda batas negara untuk memperluas wilayahnya, bahkan yang cukup memprihatinkan bagaimana bisa seorang kepala negara dan keluarganya sampai disadap segala kegiatannya oleh pihak asing, sementara SBY sendiri yang jadi korban penyadapan hanya sampai memberikan teguran saja. Padahal semua itu, jelas-jelas merupakan suatu pelanggaran – kalau tidak dikatakan penghinaan juga, terhadap kewibawaan dan kedaulatan negara dan bangsa.

Demikian juga di saat detik-detik ahir pemerintahannya, dengan disahkannya bermacam undang-undang, satu di antaranya yang terkait dengan Pilkada, telah dianggap rakyat sebagai bentuk  tidak konsistennya dari sikap SBY. Malahan dengan hal itu juga telah menimbulkan pertentangan di dalam pemerintahan sekarang, sehingga tugas mereka untuk membuat rakyat sejahterapun jadi terhambat.

Akan tetapi, sikap dan kebijakan seorang Presiden SBY saat itu, alangkah baiknya jangan pula ditanggapi secara berlebihan, seperti misalnya dicaci-maki atawa di-bully.   Karena bagaimanapun sosok yang satu ini, pernah terpilih oleh rakyat sampai dua periode untuk menjadi pemimpin di negara Indonesia ini. Cukup dicatat dalam sejarah saja, bahwa Indonesia memang pernah memiliki seorang Presiden seperti itu. Paling tidak untuk cermin calon-calon pemimpin lain, tentu saja. ***

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun