MAAF, membicarakan masalah keperawanan, bagi sebagian banyak orang, termasuk sesuatu hal yang dianggap tidak sopan memang. Apagi dalam kenyataannya masih banyak anak perempuan yang masih ‘risih’ -- termasuk gadis yang telah merasa tidak perawan lagi di negeri ini, jika mendengar seseorang bicara tentang masalah itu.
Masalah mitos tentang keperawanan, bagi sekalangan orang, harus dibuktikan dengan (maaf) adanya tetesan darah, atau selaput dara yang masih utuh. Maka apabila halnya demikian, seorang lelaki akan merasa bangga – bahkan dianggap terhormat kalau mampu membuktikan seorang perempuan yang dinikahinya dalam keadaan masih perawan di saat menikmati ‘malam pertama’.
Pada umumnya seorang gadis yang akan menikah, akan dituntut untuk membuktikan masih perawan atau tidak oleh suaminya di saat ‘malam pertama’. Kalau seumpama sang suami mendapati istrinya sudah tidak perawan lagi, tak jarang dalam rumah tangganya sering muncul permasalahan. Setiap kali istrinya berbuat yang tidak sesuai dengan kehendak sang suami, misalnya sedikit genit kepada teman suaminya yang kebetulan datang bertamu, buntutnya sudah pasti sang istri akan didampratnya dengan kata-kata : “Dasar…” Dan sudah tentu istrinya tak akan dapat berkutik lagi. Bahkan tak jarang juga, ada suami yang besok harinya langsung mengembalikan istri yang baru dinikahinya kepada orang tua perempuan itu karena ketahuan sudah tidak perawan lagi.
Padahal sebaliknya, belum pernah terdengar, ada seorang perempuan yang menuntut seorang lelaki yang akan menjadi calon suaminya harus dalam keadaan sebagai bujang ‘ting-ting’, atau dengan kata lain sama sekali belum pernah melakukan hubungan badan dengan perempuan lain tatkala pasangan itu naik ke pelaminan dengan status keduanya yang sama: Bujang dan Perawan.
Inilah masalahnya.
Seorang pria menuntut calon istrinya harus masih dalam keadaan perawan, sementara sang perempuan tidak menuntut apa-apa dan diam saja. Dan rasa-rasanya tidak adil juga. Padahal perempuan itu adalah makhluk yang lemah, dan harus dilindungi oleh lelaki. Tapi di dalam maslah yang satu ini, mengapa lelaki tampaknya mau menang sendiri.
Mestinya, ya mestinya semua lelaki menyadari. Dan mau berpikir dua kali seandainya menemukan istrinya di saat ‘malam pertama’ sudah tidak perawan lagi. Sebagaimana kata lelaki sendiri kalau perempuan itu makhluk yang lemah, bisa jadi keadaan istrinya yang sudah tidak perawan lagi bukan kehendak sang perempuan sendiri. Mungkin saja sebabnya karena perempuan itu mengalami ‘kecelakan’ yang sama sekali tidak dikehendaki. Karena ‘keseringan naik sepeda, misalnya. Atau karena ‘diperkosa’ oleh lelaki yang sedang mengumbar hawa nafsunya. Kadang bisa juga dilakukan atas dasar suka sama suka, tapi awal mulanya, biasanya tokh lelaki juga yang memulainya.
Menurut para ahli, karena lelaki tertarik kepada perempuan berawal dari mata, dan perempuan suka kepada seorang lelaki disebabkan oleh rasa, maka mau tidak mau, setelah lelaki melihat ‘sesuatu’ milik perempuan yang mengundang birahi, kemudian lelaki itu meraba-rabanya, maka…
Inilah masalahnya.
Karena itu, untuk menghindari hal-hal yang tidak dinginkan, sebaiknya kaum perempuan diusahakan sekuat tenaga untuk tidak pernah bersikap yang akan mengundang birahi kaum lelaki. Jagalah kehormatan dengan sebaik-baiknya sedari dini. Demikian juga untuk para lelaki, jangan pernah mau menang sendiri. Nasehat Abah ini sebaiknya dicermati. Demi kedamaian di dunia ini, kita harus saling mengerti dan menyadari… ***
Cigupit, 2012/04/09