Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apa Salah dan Dosaku hingga Aku Tertular HIV/AIDS?

1 Desember 2021   16:01 Diperbarui: 1 Desember 2021   16:03 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: balairungpress.com)

Dengan suara tersendat, Bunga (Bukan nama sebenarnya) sepertinya ingin mengeluarkan segala yang terpendam di dalam hatinya. Namun setiap kali hendak menuturkan kisah yang dialaminya, selalu saja dipenggalnya oleh pertanyaan yang itu-itu saja.

"Apa salah dan dosaku, sampai harus tertular penyakit laknat ini?"

Sebagaimana kunjungan penulis untuk kali ketiganya, pertanyaan itu entah sudah berapa kali terlontar dari mulut wanita muda yang baru sekitar satu bulan ditinggal mati oleh suaminya itu.

Kendati penulis sendiri telah berulang kali mencoba untuk menenangkannya, bahwa apa yang sekarang ini menimpa dirinya semata-mata ujian dari Allah yang mahakuasa, dan siapa tahu di balik musibah itu ada hikmahnya, dan di dalam perjalanan ke depannya justru akan menemukan kebahagiaan, akan tetapi sepertinya tetap saja Bunga belum bisa untuk menerimanya.

Oleh karena itu, penulis pun berusaha untuk tetap bersabar menghadapinya. Bagaimanapun, Bunga masih terlalu muda untuk menghadapi kenyataan yang harus dipikulnya. 

Selain masih dalam suasana berkabung, dan memikirkan nasib dirinya yang harus menghidupi anaknya yang baru beberapa bulan dilahirkan, Bunga pun divonis oleh dokter sebagai seorang ODHA, lantaran telah tertular virus HIV/AIDS dari almarhum suaminya.

Kasus yang baru pertama kali ditemukan di kampung kami itu, memang telah membuat heboh warga sekitar. Apa lagi yang namanya suasana kehidupan di kampung, kabar apa pun begitu cepat tersebar.

***

Bermula dari pernikahan Bunga dengan seorang duda dari kampung tetangga. 

Meskipun sebelumnya Bunga telah cukup lama menjalin hubungan dengan seorang pemuda yang tinggal satu kampung, tapi karena oleh ibunya Bunga pemuda yang menjadi pilihan hati anak gadisnya itu dianggap hanya main-main saja, maka ketika datang pria yang berstatus duda dari kampung sebelah itu pun untuk melamar Bunga - tentunya, langsung saja diterima dengan sukacita.

Terlebih lagi semua warga pun mengetahui sang duda itu merupakan seorang yang sukses - untuk ukuran kampung pastinya, di dalam kehidupannya. 

Dalam usianya yang relatif masih muda, sekitar 30-an, telah mampu membangun rumah permanen, tanah sawah dan kebun telah dimiliki di beberapa tempat di sekitar kampung. Apa lagi soal kendaraan roda dua, sepeda motor sport keluaran terbaru selalu menjadi tunggangan sehari-harinya.

Orang tua yang mana yang tidak tergoda untuk menjodohkan anak gadisnya dengan duda tersebut. Apa lagi bagi ibu Bunga yang telah lama ditinggal mati suaminya, dan selama itu untuk menghidupi keluarganya harus bekerja sebagai buruh tani dengan penghasilan yang tidak seberapa. Lamaran duda kaya itu pun langsung diterima. Siapa tahu nasibnya akan berubah seratus delapan puluh derajat.

Tanpa menunggu lama, setelah satu bulan dari lamaran, waktu pernikahan pun langsung ditentukan. 

Meskipun memang awalnya Bunga sendiri merasa berat hati menerima keputusan ibunya, lantaran merasa tidak ingin mengkhianati cintanya kepada pemuda yang selama itu dicintainya, ia pun sama sekali merasa tidak tertarik kepada duda kaya itu. Apa lagi semua warga pun sudah mengetahui, duda yang dijodohkannya dikenal sebagai seorang yang suka mabuk-mabukan. 

Setiap ada pertunjukan orkes dangdut, selain sangat royal memberikan saweran sambil joget di atas panggung, sang duda itu juga selalu saja menenggak minuman keras, dan berujung bikin kericuhan.

Tapi apa mau dikata. Akhirnya Bunga harus bersedia juga untuk dipersunting oleh duda kaya, tapi masih suka urakan itu. 

***

Satu bulan setelah pernikahan dilangsungkan, Bunga merasakan ada perubahan dalam dirinya. Ibunya langsung menerka, kalau anaknya tengah berbadan dua. Dan betul saja, sesuai hasil pemeriksaan bidan di Puskesmas, memang benar adanya. Pasangan suami-istri itu beberapa bulan kemudian akan dikaruniai keturunan.

***

Tatkala usia kandungan Bunga menginjak bulan ketujuhnya, suaminya yang baru seminggu berada di Jakarta - untuk mengelola usaha sebagai juragan pabrik kerupuk, sebagaimana yang dilakoninya selama itu, tiba-tiba sudah kembali pulang kampung dengan diantar dua orang anak buahnya dalam keadaan sakit. Memang penyakit yang dideritanya cukup payah sehingga sampai dikawal juga.

Saat dibawa ke rumah sakit di kota kabupaten, akhirnya Bunga pun tahu - dari dokter yang memeriksa kondisi suaminya, tentu saja, ternyata suaminya telah terpapar virus HIV/AIDS. 

Sedangkan sebab-musabab yang membuat suaminya sampai tertular penyakit tersebut, diketahui Bunga melalui anak buah suaminya yang diinterogasi oleh Bunga sendiri. Secara diam-diam, dan dengan cara memaksa, tentunya.

Menurut penjelasan anak buahnya itulah, Bunga jadi tahu kalau selama berada di kota, suaminya suka "pelesiran". Tepatnya sering mengumbar nafsu birahinya dengan wanita tuna susila, alias pekerja seks komersial.

Blaaar... Dunia bagaikan kiamat saja laiknya. Begitu yang dirasakan oleh Bunga. Terlebih lagi ketika kemudian dirinya diperiksa dokter, ternyata dia pun telah tertular HIV/AIDS juga. Pastinya setelah melakukan hubungan suami-istri. Dirinya merasa semakin terjebak dalam gelap-gulita.

Apa lagi seminggu setelah melahirkan, selain bayinya pun oleh dokter dinyatakan telah terpapar juga oleh virus tersebut, suaminya juga akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya. 

***

Penulis yang kebetulan termasuk jajaran pengurus Dewan Kesejahteraan Masjid (DKM) di kampung kami, segera berkoordinasi dengan mantri petugas dari Puskesmas, dan seluruh pengurus, dan terutama dengan tokoh agama, untuk mengatasi persoalan yang tengah dihadapi oleh Bunga, wanita muda yang baru berusia 20 tahun itu.

Di samping untuk bersama-sama memberikan dorongan kepada Bunga agar mampu menghadapi musibah yang menimpanya, juga agar para tokoh agama - di kampung kami biasa disebut "Ajengan", mengajak seluruh warga kampung supaya jangan memandang buruk, atau negatif kepada Bunga. Apa lagi menjauhi, dan mengasingkannya. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun