Ketika Nadiem Makarim, pendiri, dan juga Chief Executive Officer (CEO) Gojek, diangkat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) pada Kabinet Indonesia Maju, muncul banyak meme di media sosial yang mengaitkan dunia pendidikan di negeri ini tidak akan lepas dengan usaha startup yang pernah digelutinya itu.
Salah satunya adalah pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), yang biasanya dibayarkan secara langsung tunai kepada tata usaha di sekolah.
Maka, ketika Nadiem Makarim sudah menjadi nakhoda Kemedikbud, tidak menutup kemungkinan akan menggunakan Gopay, yakni salah satu cara pembayaran pada aplikasi Gojek.
Ternyata meme tersebut, sekarang ini sudah menjadi suatu kenyataan. Sebagaimana dikutip dari Kompas.com, para orang tua dan wali murid kini dapat membayar SPP dan biaya pendidikan lain, seperti buku, seragam, dan kegiatan ekstrakurikuler, dengan GoPay. Pembayaran dapat dilakukan melalui aplikasi Gojek di fitur GoBills.
Melalui siaran resmi, Senin (17/2/2020), saat ini ada sekitar 180 lembaga pendidikan seperti pesantren, madrasah, sekolah, dan tempat kursus di Indonesia yang telah terdaftar sebagai mitra kerja GoBills.
Senior Vice President Sales GoPay Arno Tse menjelaskan, GoPay terus meningkatkan loyalitas pengguna dengan selalu menawarkan kemudahan dan kebebasan dalam bertransaksi.
Terlepas secara de facto yang bersangkutan telah menyatakan mengundurkan diri sebagai CEO, dan memastikan tidak lagi memiliki kekuasaan membuat keputusan strategis untuk bisnis Gojek, akan tetapi  Nadiem diketahui sebagai pemegang saham di perusahaan startup itu.
Berdasarkan bocoran firma konsultasi investasi Momentum Works, Oktober 2018, pendiri Gojek Nadiem Makarim masuk dalam susunan Dewan Direksi Gojek. Ia juga memegang 4,81% total saham GoJek dengan jumlah 58.416 lembar.
Sehingga tudingan ada konflik kepentingan seorang Nadiem Makarim yang saat ini memiliki kewenangan dalam mengendalikan dunia pendidikan di negeri ini, tidak terlepas dengan masalah kepentingan urusan perutnya.
Paling tidak, sebagaimana disebutkan sampai sejauh ini ada sekitar 180 lembaga pendidikan yang telah terdaftar sebagai mitra kerja GoBills, pemasukan pendapatan ke Gojek pun akan bertambah juga.
Bisa dibayangkan seandainya seluruh lembaga pendidikan di Indonesia sudah menggunakan aplikasi tersebut, bukan hanya Gojek saja yang akan menjadi raksasa startup di Indonesia, akan tetapi pundi-pundi kekayaan Nadiem Makarim pun akan semakin melimpah pula -- tentu saja.
Apakah hal itu suatu langkah yang keliru bagi seorang pejabat negara, saat menunaikan tugas negara yang diembannya, ternyata di belakangnya malah berupaya "Menyelam sambil meminum air", mencari keuntungan pribadi dari  kekuasaan yang saat ini ada dalam genggamannya?
Tentu saja tidak. Apabila mengacu kepada aturan yang berlaku, hal  yang terjadi pada Nadiem Makarim sama sekali tidak dibenarkan. Karena di dalamnya kental dengan unsur korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Oleh karena itu, Nadiem Makarim segera bertindak bijak. Sebelum semuanya terlambat, ambillah keputusan yang tepat.Â
Tetap bekerja sebagai menteri dalam kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi dengan tanpa melibatkan segala hal yang berbau bisnis pribadi, atawa segera mengundurkan diri secara teratur sebagai pejabat negara, dan kembali mengurus bisnis Gojek sepenuhnya seperti sebelumnya.
Dua pilihan itu merupakan sesuatu yang suka maupun tidak harus segera ditentukan salah satunya oleh yang bersangkutan. Karena paling tidak sebagai seorang anak muda, perjalanan Nadiem masih teramat panjang.Â
Sayang kalau harus tersandung karena masalah seperti itu, bisa jadi yang bersangkutan harus menanggung noda hitam dalam catatan perjalanan hidupnya. ***