Mohon tunggu...
Arshy Yusuf
Arshy Yusuf Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Enlightenment

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Manusia Modern yang Terasingkan

16 November 2020   15:00 Diperbarui: 16 November 2020   15:22 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kementrian Komunikasi dan Informatika

Dari sekian banyaknya jumlah manusia di planet ini, setengahnya sudah aktif memainkan permainan yang dinamakan media sosial. Untuk berkomunikasi dengan satu sama lain, di antara tempat nan jauh dimata. Atau memainkannya hanya untuk keperluan lain seperti hiburan. Mungkin sekarang kebutuhan akan hal itu menjadi kebutuhan hidup tersendiri diantara kebutuhan primer dan sekunder serta tersier. Ketergantungan kita terhadap hal tersebut menjadi sangat tinggi saat ini. Terasa seperti akan hambar dalam menjalankan hidup ini tanpa hal tersebut. Sampai-sampai oksigen kalah akan prioritasnya. Tidak tua tidak muda, saat ini sama-sama ikut bermain.

Semua hal itu, kita lihat sebagai hal yang biasa saja. Berbagai kalangan menggunakan waktu luangnya untuk ikut bermain di media sosial. Satu sisi yang hanya kita lihat adalah kita memproduksi konten dengan mengupload status, foto, video, komentar, dan like. Pada sisi yang tidak bisa kita lihat, entah kita terlalu buta, atau tidak perduli, kita ini adalah konsumen yang menjadi sasaran iklan ketika beraktivitas secara online. Para manusia terlihat sedang bermain-main dan bersuka cita di media sosial tanpa mengetahui bahwa data kita dijual oleh korporasi media sosial menjadi iklan bertarget.

Pada umumnya semua iklan adalah iklan yang ditargetkan. Sebagai contoh iklan yang menargetkan para pengemudi di jalanan. Iklan mengenai diskon disuatu mall yang menargetkan pihak wanita agar tertarik untuk membelinya, dan contoh-contoh lain yang bisa kita temukan. Akan tetapi untuk memasang iklan seperti ini, pihak iklan tidak perlu tahu apapun tentang kita secara khusus. Berbeda dengan iklan bertarget yang secara lebih khusus menargetkan kita dengan dasar data-data pribadi kita yang ada di media sosial. Hal tersebut berarti mereka mengumpulkan banyak informasi mengenai kita tanpa sepengetahuan atau persetujuan kita. Hal itu juga berarti iklan bertarget mempunyai potensi akan menimbulkan masalah keamanan dan privasi.

Kembali kepada gagasan bahwa kita tidak mengetahui bahwa data kita dijual untuk iklan bertarget. Dengan dijadikan dasar untuk iklan bertarget, otomatis pihak korporasi media sosial mendapatkan suatu keuntungan atas data-data yang kita miliki. Bukankah sama saja kita bekerja pada pihak korporasi media sosial akan tetapi tanpa bayaran? Rasionalnya, dengan kita menggunakan media sosial, hal tersebut dijadikan keuntungan oleh pihak korporasi dengan menjual data kita untuk dijadikan dasar pembuatan iklan. Hal tersebut sama saja kita bekerja untuk pihak tertentu tanpa adanya timbal balik. Kita tidak bisa menikmati hasil dari kerja kita sendiri. Kita terasingkan dari hasil kerja kita. Yang kita dapat hanyalah nilai guna berupa informasi, dan relasi sosial. Inilah yang disebut oleh Karl Marx sebagai Alienasi (keterasingan).

Mungkin banyak dari kita yang ketika membaca kata “Marx” diidentikan sebagai suatu hal yang jahat yang mengancam keselamatan manusia. Padahal jika kita cukup objektif, kita bisa menemukan gagasan gagasan yang cukup unik dan cukup menarik untuk dibahas. Contonya adalah alienasi (keterasingan). Relasi sosial yang dibentuk dalam media sosial terlihat sebagai kegiatan “bermain”, akan tetapi pada hakikatnya kita melakukan kegiatan “kerja”. Dalam era kapitalisme digital ini desebut dengan sebutan playbour atau kerja-bermain. Sepertinya kita dengan sukarela bermain media sosial tanpa mengetahui data kita tertampung oleh platform digital menjadi big data. Lalu dengan data data tersebut kemudian dijual kepada pihak pengiklan. Kegiatan tersebut memberikan banyak keuntungan terhadap pihak korporasi tanpa harus membayar pihak yang melakukan kerja-bermain ini atau dengan kata lain kita yang menggunakan media sosial.

Menurut Christian Fuchs dan Sebastian Seviganni, aktivitas di media sosial telah mengalienasi manusia. Mereka melihat aktivitas di media sosial sebagai kerja produktif (kerja membuat komoditi) yang mengasingkan manusia dalam empat sisi: keterasingan dari diri sendiri, keterasingan dari objek kerja produktif (instrumen dan objek kerja produktif), dan keterasingan dari produk yang diciptakannya. Keterasingan terjadi karena pengguna tidak mempunyai serta tidak dapat mengendalikan kebijakan korporasi media sosial dan mendapatkan hasil dari kerja mereka yang berupa data.

Alienasi dan eksploitasi yang terjadi bersifat tersamarkan sehingga membuat para pekerja-bermain seolah tidak merasa dirugikan. Terasa seperti tidak bekerja keras, lebih seperti bermain dan berlangsung selama waktu senggang diluar aktivitas kerja. Para pekerja-bermain juga merasa aktivitas onlinenya sekadar untuk bersenang-senang, membangun hubungan dengan orang lain di media sosial, berkomunikasi dengan baik, memamerkan informasi personal yang baik, atau hanya sekedar mengisi waktu luang. Hal tersebut lah yang kemudian menjadi menyamarkan eksploitasi dari keterasingan ini. Kita tidak mengetahui hal tersebut karena seluruhnya terlihat berjalan dengan sangat normal. Sampai kita menyadari bahwa kita adalah manusia modern yang terasingkan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun