Mohon tunggu...
Arsaja Krismeidanarta
Arsaja Krismeidanarta Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis bebas

Mahasiswa jurusan S1-Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas DIponegoro,yang sedikit tertarik dengan dunia kepenulisan dan jurnalisme.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Konflik dalam Perbedaan Politik Pilkada Serentak dan Pemilu 2019

3 Juli 2019   07:30 Diperbarui: 3 Juli 2019   07:48 2556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hal sesederhana ini menunjukkan dikotomi yang merugikan setiap pihak tanpa terkecuali. Kehidupan berpolitik masyarakat menjadi tidak tenang ketika bentuk-bentuk diskriminasi dan persekusi membungkan setiap bentuk ekpresi berpolitik mereka. Ketidakamanan dalam mengekspresikan antusiasme politik jelas mencederai nilai-nilai etika berpolitik dan memicu konflik secara horizontal.

Puncak dari deretan konflik yang terjadi selama masa-masa tersebut terkeam jelas dengan adanya Aksi Bela Islam dengan demo dan aksi damai yang sampai berjilid-jilid dan aksi demontrasi berujung rucuh berembel Gerakan Nasional Kedaulatan Rakyat. 

Aksi-aksi dengan pengerahan massa tersebut memang jelas berbeda dalam pelaksaannya meski tampak jelas sebagai bentuk dikotomi. Namun, potensi konflik terjadi dan paling parah terjadi pada aksi ricuh di depan kantor Bawaslu pada 21-22 Mei 2019. 

Hal ini sebagai tahap lanjut dari disintegrasi yang terjadi pada masyarakat akibat perbedaan politik. Konflik-konflik yang demikian tidak hanya memicu mereka yang berada di lokasi, tetapi bagi mereka yang mengetahui informasi tersebut dari tempat lain. 

tersebut menjadi sebuah pemicu bagi gerakan lainnya yang berada di luar lokasi kejadian. Hal tersebut sangat mengkhawatirkan mengingat potensi yang sama juga dapat terjadi di daerah lainnya.

Perbedaan politik sudah menjadi hal lumrah bagi setiap negara yang menganut demokrasi sebagai bentuk pemerintahan. Setiap orang bebas untuk mengekspresikan pilihan berpolitiknya. 

Namun, dengan adanya perbedaan dalam berpolitik tidak lantas menjadikannya sebagai sebuah dikotomi yang justru membawa pada disintegrasi. Bentuk konflik secara horizontal mau pun vertikal mengintai setiap saat.

 Menjadi tugas bagi setiap pihak untuk dapat menjaga keutuhan dalam memandang setiap pandangan politik agar tercipta integrasi yang sinergis dalam kehidupan berpolitik di masyarakat.

Referensi:

Abdullah Hamid, D. S. A., 2018. Fenomena Politik Cebong dan Kampret di Indonesia - Sebuah Analisis dari Perspektif Pemikiran Politik dalam Islam. Jurnal POLITEA, 1(1), pp. 29-36.

Anshari, F., 2013. Komunikasi Politik di Era Media Sosial. Jurnal Komunikasi, 8(1), pp. 91-102.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun