Musik patrol "Kuntulan dan Tetek Bambu Banyuwangen" masih lekat mentradisi. Ciri musik nan rancak turun-temurun selalu menggema di masyarakat Banyuwangi. Begitu kental nuansanya di bulan Ramadan. Tepatnya saat menjelang waktu sahur.
Banyuwangi Kota Gandrung
Banyuwangi dikenal sebagai "Kota Gandrung" menyimpan potensi kesenian dan tradisi yang hampir mirip dengan Bali. Â
Nama Kerajaan Blambangan adalah cikal bakal nama Banyuwangi. Tercatat dalam lembaran sejarah sebagai daerah paling gigih melawan gempuran Kerajaan Mataram Islam maupun VOC (kompeni Belanda).
Kerajaan Blambangan yang berpusat di ujung paling timur pulau Jawa ini dianggap sebagai kerajaan bercorak Hindu terakhir di Pulau Jawa. Sehingga tidak mengherankan tipikal etnik lokal menyangkut seni budaya ada kemiripan dengan Bali.
Unsur-unsur seni musik Banyuwangi dan Bali yang rancak cukup membuktikan adanya entitas budaya. Lihat dan dengar musik "Tari Gandrung" dan "Tari Janger" di bawah ini. Cepat, gembira, dan dinamis menjadi ruh berkesenian.
Kuntulan dan Tetek Bambu Banyuwangen, Akulturasi Seni Musik Lintas Generasi
Dikutip dari wikipedia, akibat perang rakyat Blambangan melawan VOC, penduduk Blambangan hanya tersisa sekitar 5 ribu jiwa. Mengubah tatanan sosial yang semula "Suku Osing" mayoritas menjadi minoritas.
Stempel minoritas tidak mengurangi identitas luhur "Suku Osing". Rasa syukur atas karunia limpahan kesuburan dan hasil panen yang melimpah diwujudkan dengan seni "Tari Gandrung".
Musik pengiring Gandrung Banyuwangi terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle), satu atau dua buah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk.
Selain itu kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai bentuk kreasi dan diiringi electone.
Sifat rancak dan dinamis iringan musik pada musik Tari Gandrung ini diadopsi dalam bentuk musik patrol, sehingga melahirkan seni musik patrol "Kuntulan" dan "Tetek Bambu" khas Banyuwangi.
Musik patrol Kuntulan memanfaatkan rebana dan bedug. Tetabuhan khas Islami yang dimainkan dengan rancak dan penuh semangat mirip musik iringan Tari Gandrung dan Tari Janger. Menciptakan kreasi musik nan penuh semangat menggugah saat tiba waktu sahur.
Tetek bambu memanfaatkan bambu sebagai alat tetabuhan berpadu dengan suara bedug dan gong. Keserasian irama nan rancak menciptakan musik patrol yang enak dinikmati dan menjadi penggugah rasa untuk bersiap santap sahur.
Berikut tautan musik patrol "Kuntulan" dan "Tetek Bambu" khas Banyuwangen. Asyik dan ngengeni.
Kuntulan dan Tetek Bambu Banyuwangen, Tradisi Asyik Nan Unik Musik Patrol di Bulan Ramadan
Kuntulan dan tetek bambu bukti akulturasi budaya lintas generasi. Dimainkan oleh anak-anak muda untuk mengisi waktu dengan kreasi musik nan rancak dan penuh semangat di tiap bulan Ramadan. Â Â
Anak-anak muda dalam komunitas berkumpul memainkan alat musik untuk membantu warga segera bangun bersantap sahur. Menjelang waktu berbuka sahur mereka sudah bersiap dengan alat musik patrol khas kuntulan dan tetek bambu.
Mereka rela meluangkan waktu keliling kampung dan gang perumahan. Berkeliling dan kadang singgah di tempat-tempat strategis untuk menabuh alat musik khas kuntulan dan tetek bambu. Menjadi pembeda antara bulan Ramadan dengan bulan-bulan lainnya.
Kedatangan mereka selalu ditunggu dan dirindukan. Ciri khas musik patrol Kuntulan dan tetek bambu nan rancak menjadi penyemangat warga untuk bersantap sahur menunaikan ibadah puasa.
Menjelang Subuh, mereka menghentikan aktivitas musik patrol. Segera pulang bersantap sahur dan mempersiapkan salat Subuh berjamaah. Sungguh aktivitas mulia di bulan penuh berkah dan ampunan.