Mohon tunggu...
ARIF ROHMAN SALEH
ARIF ROHMAN SALEH Mohon Tunggu... Guru - SSM

Menyenangi Kata Kesepian dan Gaduh

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

"Kapok" Menjadi Petugas KPPS

23 April 2019   23:29 Diperbarui: 1 Mei 2019   22:24 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
regional.kompas.com

Update berita media daring, Kamis 25 April 2019, 225 orang Petugas KPPS meninggal dunia. Rabu, 01 Mei 2019, berjumlah 380 orang.

Prediksi jatuhnya korban terus bertambah, benar adanya. Data dan fakta mengemuka di berbagai media. Melampaui angka 300 orang. Angka yang tidak sedikit. Menjadi catatan sejarah. Catatan krusial. Betapa pentingnya re-evalusi dan re-formulasi pelaksanaan Pemilu serentak ke depan.

Begadang semalam suntuk. Bahkan ada yang hingga dua malam satu hari tidak tidur sama sekali. Bukti bahwa tugas penyelenggara Pemilu 2019 tidaklah ringan. Tidak semudah membalik telapak tangan. Tinggal catat lalu selesai.

Bayangkan, dengan rasa kantuk sangat dan lelah mendera. Bahkan pegal di pundak dan pinggang tetiba melanda. Para pejuang demokrasi berusaha tetap fokus dan cekatan menyelesaikan tugas. Mencatat lembar demi lembar hasil penghitungan. Meskipun sebelumnya sebagian tenaga dan pikiran terkuras untuk menghitung surat suara dari pengguna hak pilih.

Di bawah tekanan mental dan detak waktu yang terus berputar. Petugas KPPS diburu target menyelesaikan rekapitulasi hasil penghitungan suara hari itu juga. Rekapitulasi yang tidak mudah. Harus akurat sesuai petunjuk pada Buku Panduan KPPS.

Tugas berat yang di luar dugaan. Berbanding terbalik saat pelaksaan Pilkada Serentak tahun sebelumnya. Menyisakan trauma bagi sebagian Petugas KPPS pasca Pemilu 2019 digelar.

Beberapa orang menyampaikan secara implisit, tidak ingin lagi menjadi Petugas KPPS. Tanggung jawab yang berat. Pekerjaan harus tuntas dalam waktu singkat. Tidak boleh ditunda.  Cepat dan tepat dalam tahapan pemungutan, penghitungan, dan pelaporan. Menjadi pertimbangan logis didasari tidak adanya cukup waktu dan jeda untuk sejenak istirahat.

Mereka terus fokus untuk menuntaskan tugas dengan sebaik-baiknya. Hingga ada yang tidak sempat mandi siang ataupun sore. Bahkan untuk sekedar makan siang/malam dan sholat 5 waktu, dilakukan secara bergilir. Ini semua dilakukan semata untuk tetap fokus dan konsentrasi penuh. 

Mengingat tahapan pemungutan, penghitungan, dan pelaporan Pemilu 2019 yang komplek tidak boleh sedikitpun terjadi kesalahan. Sedikit salah menghitung dan merekap, akibatnya fatal. Mencederai proses pemungutan suara. Menyisakan masalah di proses penghitungan. Melukai dan bahkan mengubur makna demokrasi.

Lantas, apakah pernyataan "Kapok Menjadi Petugas KPPS" dapat dibenarkan? Tergantung pada masing-masing personal. Pernyataan ini adalah hak pribadi. Tetapi tidak harus mutlak diikuti. Masih ada argumentasi lain yang juga perlu dipikirkan secara mendalam. Jika semua "kapok" (jera) menjadi Petugas KPPS. Lantas siapa yang akan berperan sebagai ujung tombak suksesnya pelaksanaan Pemilu yang akan datang?...

Ingat, salah satu indikator sukses penyelenggaraan Pemilu adalah membutuhkan peran serta orang yang berpengalaman sebagai petugas KPPS. Orang yang dengan cermat dan tepat mempersiapkan, melaksanakan pemungutan, penghitungan, dan pelaporan Pemilu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun