"Sum, suara apa itu?"
"Kelapa jatuh kayaknya, tuh.... dari pohon kelapa belakang sana"
Seiring berhentinya deru angin dan riuh cicak, Mbok Sum segera berdiri. Sigap ia menuju pohon kelapa. Tangan kirinya erat memegang oncor.
Tak berapa lama, Mbok Sum muncul. Tangannya menenteng buah kelapa. Lumayan besar ukurannya.
"Apa itu Sum?"
"Buah kelapa, agak tua. Bagus kok!"
Tanpa basa-basi lagi, Mbok Sum menaruh kelapa di buntalan sayur kangkung.
Dua sosok perempuan kembali menyusuri jalan setapak. Setiba di samping kuburan kiri jembatan, terdengar suara aneh. Suara nafas laki-laki tua yang serasa berat. Sangat berat. Seakan mendengkur.
Langkah mereka terhenti. Kaki serasa kaku. Mbok Sum hanya bisa melirik Mbok Ten. Seakan ingin bertanya.
"Dari buntalan sayur kangkung di atas kepalamu Sum"
Mbok Sum pucat pasi. Perlahan diturunkannya buntalan sayur kangkung. Suara nafas semakin keras dan berat terdengar.
Oncor diserahkannya ke Mbok Ten. Dengan hati-hati, Mbok Sum membuka buntalan.
"Halaaaahhhh jabang bayiiiii...."
Seketika Mbok Sum berteriak. Dilihatnya kelapa sudah berubah kepala orang, dengan rambut gondrong. Mulutnya menyeringai bau busuk tanah kuburan.
Sebelum dua sosok perempuan tersadar, kepala itu menggelinding ke tanah. Dan terus menggelinding hingga masuk salah satu kuburan berlubang.
Mbok Sum dan Mbok Ten hanya mampu berdiri. Kaki berat melangkah. Tenaga serasa lemah dan lemas.Â
"Hahahaha....hahahahaaaaaa..."