Mohon tunggu...
Kamelia Jedo
Kamelia Jedo Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Studied at University of Atma Jaya Yogyakarta since 2009.\r\nTook journalism as my major & media studies as minor...\r\n(I'm learning!)\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

3 Hari Dekat Merapi (Sebuah Catatan Pengalaman)

10 Maret 2011   14:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   07:54 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di depan rumah salah seorang warga Krinjing

Beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 4 – 6 Maret 2011, saya masih merasakan hawa dingin di daerah dekat Merapi. Kebetulan ada kegiatan pengabdian masyarakat yang notabene diselenggarakan oleh mahasiswa/i Teknik Sipil Universitas Atma Jaya Yogyakarta dan bekerja sama dengan mahasiswa/i dari FISIP. Saya adalah satu dari 20 orang mahasiswa/i FISIP yang ikut ambil bagian di dalam kegiatan ini. Desa yang menjadi tujuan kami adalah desa Krinjing; desa yang berjarak kira-kira 4 km dari puncak Merapi. Itulah desa yang akan menjadikan kami sama seperti mereka yang tinggal di sana, desa yang akan mengajarkan kami banyak hal tentang hidup dan kehidupan.

Ada berbagai kegiatan yang sudah disusun sebelum keberangkatan kami. Mahasiswa/i Teknik Sipil akan membantu masyarakat desa Krinjing memperbaiki penampungan air pacsa erupsi Merapi juga menyambungkan kembali pipa air. Selain kerja bakti bersama warga setempat, mereka juga akan mengadakan penyuluhan terkait cara memperoleh air bersih. Sedangkan kami dari FISIP terbagi dalam tiga kelompok besar. Kelompok Anak akan berfokus pada anak-anak dengan kegiatan bermain dan belajar bersama. Kelompok Ibu akan lebih melakukan pendekatan terhadap ibu-ibu rumah tangga yang selain bekerja di rumah juga bekerja di ladang. Yang terakhir adalah kelompok Bapak-bapak. Kelompok ini akan lebih melakukan pendekatan dan juga bincang-bincang dengan bapak-bapak yang ketika terjadi bencana Merapi baru-baru ini tidak ikut dievakuasi. Ini berarti, selama bencana mereka memilih untuk tetap menetap di desa.

Rombongan bergegas meninggalkan kampus menuju Krinjing sekitar pukul 13.00 WIB. Rombongan dibagi dalam dua kelompok yaitu rombongan yang pergi dengan berkendara motor dan rombongan yang pergi dengan mobil universitas. Selama perjalanan, kami disuguhi pemandangan alam yang sangat indah. Sebagaian besar lahan pertanian mulai kembali ditanami dengan berbagai macam jenis tanaman; jangung, kacang panjang, tomat, singkong dan lain sebagainya. Hujan pun menemani perjalanan kami ke Krinjing namun tak menghalangi niat kami untuk tetap pergi. Rombongan yang menggunakan motor sampai terlebih dahulu.

12997671141804150354
12997671141804150354
Ela - Saya - Nanang (Ade angkat kami) di depan rumah

Di sana sudah ada keluarga yang siap menerima kedatangan kami. Ada beberapa rumah keluarga yang disiapkan sebagai rumah penginapan di mana satu keluarga akan menerima kira-kira 7 orang mahasiswa. Keluarga itulah yang akan menjadi keluarga angkat kami selama 3 hari dua malam di Krinjing. Selain itu, rumah kepala desa adalah rumah yang menampung paling banyak mahasiswa/i karena ruang depannya sangat luas sehingga diperuntukkan bagi panita dan juga digunakan sebagai tempat kami berkumpul untuk kegiatan in door, tempat penyuluhan, tempat bermain dan belajar bersama anak-anak juga tempat kami makan bersama.

Rombongan yang menggunakan motor sampai terlebih dahulu. Saya tak tahu penyambutan seperti apa yang disiapkan warga setempat untuk menyambut kedatangan kami terlepas dari hujan deras yang tampaknya tak ingin reda. Hal ini karena saya mengikuti rombongan yang menggunakan mobil. Ketika rombongan saya sampai, ternyata teman-teman yang sudah lebih awal tiba telah berada di rumah keluarga angkat masing-masing sehingga kami pun harus segera bergegas ke rumah keluarga angkat kami. Waktu itu hujan masih deras sehingga kami harus rela basah-basahan dengan pakaian di badan dan juga bawaan yang kami bawa.

Memasuki rumah keluarga angkat dan bisa berteduh membuat kami lega. Kami bersalaman dengan bapak dan ibu yang siap menerima kami. Kami sedikit mengalami kesulitan ketika harus berbicara dengan mereka karena mereka sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. Kami yang tinggal di sana pun tak terlalu paham bahasa jawa. Ini membuat kami memakai alternatif lain ketika harus melakukan kontak dengan mereka, misalnya menggunakan bahasa Indonesia namun juga berusaha memperagakan apa yang kami maksudkan.

Rumah keluarga begitu sederhana namun di atas meja sudah ada berbagai macam makanan ringan, singkong rebus juga teh yang akan menemani kedinginan yang kami rasakan. Penyambutan dan suguhan yang meski sederhana namun sangat menggugah hati. Kesederhanaan dan apa adanya mereka tidak membuat mereka tak menyiapkan apa-apa untuk kami. Mereka menyiapkan semua yang kami butuhkan, makanan yang tak pernah abis di meja dan juga kamar sederhana yang rapi dengan selimut-selimut sejumlah kami yang menginap di situ. Dari selimut yang mereka sediakan akhirnya kami tahu bahwa mereka mengeluarkan semua selimut baru yang didapat ketika mereka berada di tempat pengungsian bencana Merapi. Sungguh tulus!

Selama menikmati makanan yang disiapkan, kami juga menyempatkan diri untuk melihat-lihat rumah dan kondisi mereka. Kami berusaha berbincang-bincang dengan keluarga angkat meski agak sulit. Bagian ruang tamu ternyata bocor, lampu padam, dan kamar yang disiapkan bagi kami pun kemasukan air. Kamar mandi yang mereka miliki sangat sederhana tapi cukup layak untuk membersihkan diri meski bagian satu sisinya bukanlah merupakan tembok tetapi kaca hitam yang membatasi rumah di sebelahnya. Kami sempat dibuat kaget karena air yang tersedia dalam kamar mandi adalah tampungan air hujan. Ini berarti, untuk bagian yang paling privat termasuk mandi dan sikat gigi kami harus menggunakan air hujan tersebut. Air pun sedingin es. Selaras dengan hawa dingin pegunungan. Namun kami tidak keberatan karena memang kami ke sini untuk benar ingin merasakan bagaimana kehidupan mereka. Awalnya memang sulit tapi lama kelamaan kami menjadi terbiasa. Malamnya kami tidur bersama keluarga di balai-balai ruang tengah. Karena balai-balai hanya cukup untuk delapan orang, maka saya dan seorang teman memilih untuk tidur di ruang tamu; di sofa. Kami pulas ditemani dinginnya malam dan hujan yang belum juga reda.

1299767920294199827
1299767920294199827
Tungku multifungsi

Paginya ketika kami bangun, ibu sudah menyiapkan makanan di meja. Makanan dengan rapi tersusun di atas meja sedang bapak, ibu dan adik angkat kami sedang menghangatkan diri dapur dekat tungku api. Tindakan paling praktis dan efektif untuk sekedar menghangatkan diri. Namun ibu tak sekedar menghangatkan diri, ia juga sedang memasak air karena keperluan air panas sejak kami ada memang terus bertambah. Setelah itu, bapak dan ibu pergi ke ladang dan kami pergi berkumpul di rumah kepala desa untuk sarapan pagi bersama rombongan. Rumah dibiarkan terbuka. Pemandangan yang tak mungkin ditemui di kota besar.

12997668781953052291
12997668781953052291
Seorang bapak mengangkat batu sambil menggendong anak laki-lakinya waktu kerja bakti

Hari itu adalah hari kedua. Hari di mana kami mulai melaksanakan tugas kami masing-masing sesuai dengan rencana. Sebagian mahasiswa/i Teknik ada yang ke sungai bersama dengan para bapak untuk bekerja bakti, sebagian lain mengangat air di sungai untuk perluan air minum umum. Sedangkan kami dari FISIP mulai berpencar berdasarkan kelompok dan mencari target masing-masing. Kami melaksanakan tugas kami hingga jam makan siang. Malamnya, setelah santap malam bersama kami semua bersama para bapak berkumpul di rumah kepala dusun untuk mengikuti penyuluhan yang diadaka anak Teknik. Setelah semua bubar, kami dari kelompok yang berfokus pada para bapak menuju pos ronda untuk sekedar berbincang mengenai kehidupan di Krinjing, Merapi dan bencana yang baru saja lewat. Kami kembali ke rumah hampir jam 00.00 WIB dan mendapati keluarga angkat kami sudah tertidur pulas.

1299767636629876097
1299767636629876097
Singkong goreng spesial buatan Ibu :D

Kami beristirahat setelah bercerita tentang banyak hal yang kami dapat di Krinjing. Kami tidur dengan pikiran masing-masing karena besok sudah saatnya kami kembali ke kehidupan kami yang sebenarnya. Kehidupan sebagai mahasiswa/i Teknik Sipil dan mahasiswa/i FISIP. Kehidupan yang tentu sangat jauh berbeda dengan kehidupan yang dijalani keluarga angkat kami di sini. Sepertinya pikiran ini akan membuat kami sedih.

Paginya, hari terakhir kami di Krinjing, tak beda dengan pagi sebelumnya. Setelah makan di rumah keluarga angkat, kami harus makan bersama lagi dengan rombongan di rumah kepala desa. Kegiatan kami hari ini pun tak beda jauh dengan kemarin hanya sedikit lebig ringan. Anak-anak tampaknya masih ingin bermain bersama mahasiswa/i sehingga kelompok FISIP yang menangani anak-anak bermain dan pergi ke ladang sampai jam makan siang. Sangat menyenangkan!

Setelah makan siang, kami bergegas membersihkan tempat yang kami gunakan selama kami berada di sana. Kami membersihkan rumah, menyiapkan perlengkapan yang kami bawa dan ada juga yang mendapat hasil tanam dari keluarga angkat untuk dibawa pulang. Saat berpamitan dan mengucapkan terima kasih adalah saat yang mengharukan. Ibu angkat kami tak sanggup menahan air mata melihat kami bergegas untuk pulang. Kami pun demikian. Namun kami berusaha saling menguatkan. Ibu angkat kami meminta kami untuk datang lagi. Kami tak berjanji namun bila ada kesempatan seperti ini lagi, kami pasti akan datang!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun