Mohon tunggu...
Array Anarcho
Array Anarcho Mohon Tunggu... Tukang tulis

Budak korporat yang lagi berjuang hidup dari remah-remah kemegahan dunia. Sekarang ini lagi dan terus belajar menulis. “Kalau kamu bukan anak raja dan engkau bukan anak ulama besar, maka jadilah penulis”. – Imam Al-Ghazali.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Kisruh Ayam Goreng Widuran Non Halal, Apakah Pengusaha Bisa Dipidana?

24 Mei 2025   15:35 Diperbarui: 25 Mei 2025   01:24 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seorang pria memasak ayam goreng yang di sekelilingnya terdapat minyak babi. (Sumber: ChatGPT)

Media sosial saat ini tengah dihebohkan dengan kisruh warung ayam goreng Widuran yang ada di Jalan Sutan Syahrir No.71, Kepatihan Kulon, Kecamatan Jebres, Kota Surakarta, Jawa Tengah. Pasalnya, warung ayam goreng Widuran ini dituding tidak transparan kepada para konsumennya. Mereka tidak menginformasikan secara jelas mengenai kehalalan makanan yang dijual di tempat usaha mereka. Buntunya, para pelanggan yang tadinya mengira bahwa ayam goreng tersebut halal, kini meradang.

Konsumen merasa dibohongi oleh manajemen warung ayam goreng Widuran di Kota Solo ini. Sejumlah pihak yang merasa kesal dengan sikap manajemen kemudian melampiaskan kekesalannya di media sosial. Mereka mengirimkan komentar di Instagram @halalcomner yang mengunggah informasi seputar ketidakhalalan produk warung ayam goreng Widuran. Tidak hanya di media sosial, konsumen juga melontarkan komplain di ulasan Google. Konsumen menyebut bahwa manajemen tidak jujur.

Satu diantara konsumen yang meradang itu bernama Teguh Budianto. Dalam ulasannya di Google, Teguh Budianto merasa terjebak ketika hendak membeli ayam goreng Widuran. Setelah pesanan diproses, karyawan baru memberitahu dirinya bahwa produk yang mereka jual tidak halal. Padahal, kata Budianto, beberapa anggota keluarganya menggunakan kerudung/hijab. Semestinya, ketika mengetahui bahwa pelanggan yang datang adalah muslim, maka pihak restoran harusnya menginformasikan ketidakhalalan produknya sebelum pelanggan memesan.

"Penjual tidak jujur. Sudah terlanjur pesan ayam 1 ekor, saya datang dgn Plat mobil luar kota Solo dan seluruh keluarga berhijab namun tidak diinfokan makanan non halal. Awal datang sudah curiga karena tamu yg lain menatap ke kami, langsung cek google review, terus tanya karyawan yg mau goreng ayam, dan jreng !!! ternyata NON HALAL, seketika saya lsg batalkan pesanan," tulis Teguh Budianto di ulasan Google.

Begitu juga dengan konsumen lain bernama Suci Cahyaningrum. Yang mengejutkan, bahwa Suci mengaku sempat bertanya apakah makanan di warung ayam Widuran ini halal atau tidak. Saat membeli, kata Suci, pegawai mengatakan halal. Dia pun sempat menyantap makanan tiga hingga lima kali. Tapi setelah dicek, ternyata makanan yang Suci beli tidak halal. Tak pelak, fakta ini membuat Suci marah. Ia kecewa dengan pihak manajemen yang terkesan berbohong atas produk yang dijual.

"NON HALAL,
Saya berjilbab muslim, saya datang bertanya kpd pemilik dan karyawannya, "apakah halal" lalu di jawab "HALAL" lalu saya beli dan makan tehitung 3x-5x setelah dpt jawaban HALAL, namun setelah saya konfirmasi by WA, dia bilang NON HALAL..
Harusnya saya beli disitu dikasih tau, ada saksi hidup keluarga sy yg saya ajak makan disana. KECEWA
," tulis Suci di ulasan ayam goreng Widuran.

Yang jadi pertanyaan, apakah benar pihak manajemen dan pegawai tidak menginformasikan produknya kepada konsumen? Padahal, warung ini sudah berdiri sejak tahun 1973. Selama puluhan tahun, apakah manajemen 'merahasiakan' ketidakhalalan produknya kepada pelanggan. Jika iya, tentu ini sebuah keteledoran yang disengaja. Saya pribadi masih bingung dengan kasus ini. Ada banyak tanda tanya yang muncul di benak saya. Terlebih warung ini lokasinya ada di tengah Kota Solo. Apakah pihak terkait tidak ikut memantaunya?

Peran Pemangku Kebijakan

Kisruh warung ayam goreng Widuran ini mestinya disikapi serius oleh pemerintah daerah Kota Solo/Surakarta. Sebab, isu ini terbilang sangat sensitif. Orang-orang yang merasa tertipu bisa marah. Isu ini bisa 'digoreng' ke arah yang lebih buruk oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Karenanya, pemerintah daerah dan pemangku kebijakan yang berkompeten dalam hal ini harus segera turun tangan. Pihak terkait harus memanggil dan mengklarifikasi pemilik warung atau restoran ini. Mungkin bisa diusut lebih lanjut, bagaimana warung yang tidak halal, tapi tidak diinformasikan secara terbuka ke publik.

Sebagai penulis, saya juga bertanya-tanya tentang peran pemerintah daerah. Apakah pemerintah tidak melakukan pengawasan terhadap usaha warung makan atau restoran di daerahnya. Jika ditelisik lebih lanjut, bahwa pengawasan soal kehalalan makanan di restoran atau warung makan itu merupakan tanggung jawab Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama. BPJPH bekerja sama dengan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang telah terakreditasi, seperti LPPOM MUI, Sucofindo, Surveyor Indonesia, atau pihak lainnya yang memiliki kewenangan dan kompetensi khusus.

Namun pertanyaannya, kenapa hal ini bisa lolos hingga menimbulkan kegaduhan? Apa jangan-jangan selama ini memang tidak ada pengawasan. Bila memang tidak ada pengawasan, maka pihak terkait juga perlu dimintai tanggung jawabnya. Sebab, konsumen sendiri dilindungi oleh undang-undang. Karenanya, masalah ini tidak bisa dianggap sepele begitu saja. Pemangku kebijakan harus segera mengusut masalah ini hingga tuntas. Barangkali, meski manajemen warung ayam goreng Widuran sudah minta maaf kepada publik lewat akun media sosialnya, tapi harus ada sanksi yang diberikan. Sebab, pihak manajemen telah lalai dalam menginformasikan produknya ke publik.

Bisakah Pengusaha Dipidana?

Sejak kasus ini viral, sejumlah warganet turut melontarkan pertanyaan mengenai landasan hukum bagi pelaku usaha yang dengan sengaja tidak menginformasikan kehalalan produknya. Netizen bahkan ada yang bertanya, apakah pengusaha bisa dipidana jika melihat kasus seperti ini. Melansir dari laman akuhalal.com, bahwa pengusaha yang membuka jasa penyedia makanan harus menginformasikan produknya. Apakah makanan tersebut halal atau tidak. Jika halal, maka pengusaha harus segera mengurus izin sertifikat halanya di BPJPH.

Pengusaha bisa mendaftarkan sertifikasi halal melalui aplikasi PUSAKA Kementeria Agama Superapps atau laman ptsp.halal.go.id. Jika pengusaha tak mengurus sertifikasi ini, maka bisa dikenai sanksi. Sanksinya bisa berupa administratif, denda, bahkan tidak boleh berjualan. Produknya akan dilarang dijual lagi.

Begitu juga dengan restoran non halal, harus menginformasikan produknya. Jangan lantas diam saja dengan maksud mencari keuntungan. Jika hal ini terjadi, maka pelaku usaha bisa saja dikenai sanksi Undang-undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman pidananya pun tak main-main. Mulai dari hukuman lima tahun penjara, hingga denda Rp 2 miliar. Karenanya, belajar dari kasus warung ayam goreng Widuran ini, maka para pihak, khususnya pelaku usaha makanan harus terbuka dan jujur terhadap produk yang dijual. Jangan sampai pelaku usaha justru merugikan para konsumen.

Segera Audit dan Lakukan Transparan Tanpa Pungli

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama bersama Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) harus melakukan audit di warung ayam goreng Widuran ini. Tujuannya tentu saja untuk melihat dimana letak ketidakhalalannya. Sejauh pengamatan penulis, bahwa dalam Islam, mengonsumsi daging ayam boleh-boleh saja. Asalkan prosesnya sesuai syariat. Misalnya, ketika melakukan penyembelihan harus sesuai syariat Islam. Atau setidak-tidaknya, ayam goreng ini tidak terkontaminasi dengan bahan yang haram.

Bisa saja, meski ayamnya halal, tapi ketika dimasak menggunakan minyak babi, maka hal itu akan lain ceritanya. Karena itu, perlu ada edukasi ke masyarakat soal ketidakhalalan ayam goreng di warung Widuran. Apakah manajemen memasak ayam goreng itu bercampur bahan non halal, atau seperti apa. Sejauh ini belum ada penjelasan gamblang mengenai masalah itu. Karenanya, segera lakukan audit terkait hal ini. Tapi perlu diingat, audit harus dilakukan secara transparan untuk menemukan fakta, bukan lantas jadi celah yang menimbulkan ruang tindakan pungutan liar (pungli).(array anarcho)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun