Mohon tunggu...
Array Nuur
Array Nuur Mohon Tunggu... -

krusuk-krusuk... pletuukkk... ketimprang..... bledugg.... jedoorrrr.... hapooowww.... cleebbb.... deziiiigggg... deziiiiggg..... tuuuuuuiiiiiingggg... duaaarrr.... 2654042D

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Horeee Lebaran

5 Juli 2016   23:34 Diperbarui: 5 Juli 2016   23:39 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Entah bagaimana kronologisnya sehingga idul fitri di kita istilah populernya lebaran. Mungkin diambil dari asal kata lebar, dalam pengertian kata lebar bermakna pada tendensi ukuran. Jadi kalau kata lebaran diartikan dengan bebas sebebas-bebasnya tanpa kaidah terminologi linguistik yang kuat, bisa bermakna melebar kesana kemari. Iya lah jadi lebaran, melebar kemana-mana. Makna idul fitri yang berarti kembali ke fitrah, kembali ke kesucian jadi melebar kemana mana. Jadi melebar ke baju lebaran, kue lebaran, ketupat, mudik, angpau lebaran, dan tradisi-tradisi lainnya.

Tapi kalau istilah lainnya, lebaran dalam arti kata dasarnya lebar, bila diartikan dalam bahasa sunda lebar itu artinya sayang. Misalnya pada kalimat, ulah dipiceun eta lebar (jangan dibuang, sayang). Jadi artinya lebaran itu sayang, melebar jadi sayang-sayangan. Bisa jadi sayang dalam arti harus dipertahankan, untuk istilah seperti diterapkan dalam kata jangan dibuang tadi. Bisa jadi juga sayang dalam arti rasa, tingkah laku, praktis, dll. Jadi lebaran itu sayang-sayangan yang harus dipertahankan. Jelaskan definisinyah? Hah, bingung? Terlalu njelimet? Sama, saya juga gagal faham.

Bicara hari idul fitri, bicara juga mengenai hari kemenangan. Banyak yang mengasosiasikan hari idul fitri dengan istilah hari kemenangan. Bisa jadi karena sebulan penuh berpuasa itu ibarat sebuah pertarungan, perjuangan panjang menahan diri dari hal yang membatalkan puasa. Perlombaan, berlomba-lomba memperbanyak amal ibadah. Pertarungan mengalahkan hawa nafsu manusiawi. Jadi ketika adzan magrib di hari terakhir ramadhan berkumandang, serasa sudah menggenapi perjuangan sebulan penuh berpuasa diakhiri dengan kemenangan. Ya itu juga dengan catatan bagi yang berpuasa, bagi yang menjalankan apa yang diperintahkan agama. Yang tidak mah ya tengsin atuh, mau ikut merayakan hari kemenangan tapi tak ikut berjuang, ya apa namanya dong?

Kembali lagi ke istilah mengenai hari kemenangan. Pada hari diul fitri, atau seterusnya di bulan syawal seharusnya semua orang muslim merayakan kemengan. Tapi ternyata masih banyak yang sudah berpuasa dengan benar-benar, taraweh full, itikaf sering, menunaikan zakat fitrah dan zakat mal, sodakoh dan aneka amalan ibadah lainnya, namun belum menggapai kemenangan sekaligus masih dihantui kegalauan. Terus model manusia bagaimana yang begitu itu? Contohnya pertama, si jones alias jomblo ngenes yang umurnya terbilang hampir deadline target nikah. Biasanya beberapa hari sebelum hari h, pikirannya diserbu kegalauan total akan pertanyaan-pertanyaan dulur kerabat tentang mana pasangannya, kapan nikah, sama orang mana, dan lain-lain yang rasanya jleb bangets. Tipikal contoh pertama jones yang ini masih belum menang, masih dihantui pikiran bagaimana nanti kalau mudik ke kampung halaman tidak bersama si cinta, apa kata dunia. Sementara sodara, atau temannya berlebaran hepi bersama keluarga kecilnya. Nganggap si anu yang bersilaturahim sambil bawa si cinta dan buntut-buntutnya itu keren badai. Pastinya ngiler tuh. Jadi, belum sepenuhnya meraih kemenangan bukan bapak bapak ibu ibu? Betul tidah?

Contoh selanjutnya, ini adlah tipe bapak-bapak, atau juragan pengangguran. Tipikal contoh ini yang di sepuluh hari terakhir puasa disebu galau tingkat kelurahan. Betapa tidak, pastinya kepikiran dengan kondisi minus kesejahteraan mikirin sepatu nyala si cikal dan baju si boy si bungsu. Belum lagi gamis ibunya anak-anak. Terus gimana akomodasi bawa rombongan mudik ke kampung halaman atau silaturahim ke keluarga besar. tipikal yang ini juga masih belum meraih kemenangan full. Dan masih banyak lagi contoh-contohnya. Apa anda termasuk tipe yang mana? Hehe.

Terus, sebelum kata idul fitri atau kata lebaran, bisanya ada kata hari raya. Ya, hari raya idul fitri. Kalau bicara mengenai hari raya, berarti bicara mengenai momen hari merayakan sesuatu. Hari raya idul fitri bisa dimaknai dengan hari merayakan idul fitri. Atau hari merayakan kemenangan. Ya, dimana-mana lumrahnya sih merayakan kemenangan ujungnya dengan hore-hore hura-hura, selebrasi-selebrasi. Tapi kalau hura-hura biasanya merayakan yang lain, jarang lah ya lebaran hura-hura berlebihan, paling banter dikit lebay.

Idul fitri, merayakan kemenangan. Iya, merayakan kemenangan, merdeka. Karena di bulan ramadhan tidak boleh makan di siang hari, tidak boleh ehm-ehm di pagi dan sore hari. Maka saat satu sawal tiba, merayakan kemerdekaan dengan bebasnya makan di siang hari. Ketupat opor diembat, kue lebaran disikat, mampir salam-salaman kemana-mana icip-icip. Maka umumnya untuk mempersiapkan hari h, hari kemenangan, hari kemerdekaan, orang berlomba lomba menumpuk makanan. Sadisnya, lupa bahwa hakikat puasa adalah menahan diri dari syahwat manusiawi urusan perut. Jangan heran, kalau puasa bukan bikin ciut perut tapi malah nambah perut gelambir maju beberapa senti. Lupa bahwa puasa mengajarkan menahan diri, mengajarkan kesederhanaan dan kebersahajaan. Lupa bahwa puasa hikmahnya mengajarkan empati, merasakan bagaimana kekurangan.

Kita lupa, bahwa merayakan idul fitri itu bukan berarti merayakan dengan mengadakan segala sesuatu supaya semarak. Kita lupa bahwa lebih penting merayakan idul fitri dengan mempersiapkan hati yang bersih seperti makna fitri yang artinya kesucian, suci itu bersih. Kita lupa bahwa semestinya mempersiapkan perayaan idul fitri itu bukan mempersiapkan membuat ketupat opor, rendang, bikin kue lebaran, baju baru, dan lain lainnya. Kita lupa bahwa mempersiapkannya adalah dengan mempersiapkan hati yang bersih, lapang, menyambut kemenangan dengan bekal apa yang diperoleh semasa berproses berjuang di sebulan penuh berpuasa.

Jadi, kita mau memperlakukan hari kemenangan sebagai seremonial atau menghayati hakikat esensial apa yang didapat dari beribadah ramadhan. Toh, ternyata masih banyak yang lebaran datang disambut dengan kegalauan duniawi, tidak disambut dengan kegembiraan spiritual. Atau paling tidak disambut dengan kegalauan reliji, takut-takut ibadah ada yang kurang atau tak diterima. Takut puasa hanya dapat rasa laparnya saja, tidak dapat apa-apa.

selamat idul fitri, mohon maaf lahir bathin.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun