Mohon tunggu...
Arolina Sidauruk
Arolina Sidauruk Mohon Tunggu... Pengacara - Waktu itu sangat berharga

Bagai menegakkan benang basah

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Pentingnya Seorang Saksi di Persidangan

19 November 2020   19:47 Diperbarui: 19 November 2020   20:15 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah melewati beberapa tahapan menuju sidang menghadirkan saksi,  ada beberapa hal yang dipersiapkan agar seorang saksi tidak takut dan gemetar. 

Saksi adalah orang yang melihat, mendengar, dan mengalami secara langsung atas suatu peristiwa hukum yang terjadi  sehingga keterangan saksi tersebut akan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan  untuk memutus suatu perkara hukum yang sedang terjadi. 

Dalam perkara perdata saksi adalah  salah satu alat bukti yang digunakan Hakim dalam memutus suatu perkara, sesuai yang tertuang dalam pasal 1866 KUHPerdata .Alat bukti boleh meliputi bukti tertulis, bukti saksi,persangkaan,pengakuan dan sumpah .

Dalam sidang sengketa (peristiwa melawan hukum)  antara ibu dan anak, ada yang tidak boleh dijadikan saksi yaitu : keluarga sedarah dari salah satu pihak menurut keturunan yang lurus,istri atau laki dari salah satu pihak meskipun sudah ada perceraian.

Anak-anak yang tidak diketahui benar apa sudah cukup umurnya lima belas tahun, orang gila, meskipun ia terkadang mempunyai ingatan terang. disaat seseorang akan bersaksi, perlu kiranya kita memberikan wejangan atau saran, yang intinya tidak boleh memberikan keterangan palsu. dan harus berani jujur sesuai dengan sumpah yang akan dilakukan sebelum kesaksiannya didengar. 

Ada beberapa kekurangan dan kelemahan  kehadiran seorang saksi di persidangan, kadang karena  ketakutannya seorang saksi malah tidak bisa membuat inisiatif sendiri dalam menjawab beberapa pertanyaan Hakim, sehingga saksi yang seharusnya menjawab A tetapi yang keluar dari mulut nya menjadi B.maka ketika ada dialog antara Hakim dengan saksi bisa saja akan begini :

>  apakah bapak/ibu sehat? saksi : sehat pak 

>  kalau begitu bapak/ibu bersedia disumpah? Saksi : saya bersedia pak. ( lalu saksi disumpah sesuai dengan agama yang dianut )

>  coba Bapak/ibu terangkan/ceritakan apa yang bapak/ibu ketahui tentang kasus ini! kalau tidak tau bilang tidak tau, kalau tau, ceritakan dengan jujur dan jangan ditambah/jangan dikurangi. maka jawabnya adalah :

>  Yang saya tau pak....... saya tidak tau ......  ( karena  grogi dan takut ) hehehehe,.

Itulah  dialog yang pernah  terjadi jika  seorang saksi tidak terlebih dahulu diajari  bagaimana menjawab pertanyaan Majelis Hakim dan Tergugat/Penggugat.  Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Saksi Korban  (Abdul Haris  Semendawai) mengatakan bahwa  seorang saksi hadir  adalah untuk menjelaskan kebenaran yang diketahui bukan untuk menjatuhkan siapapun  atau dalam rangka meluapkan  kebencian kepada seseorang. 

Pada umumnya saksi pasti berpikir, bahwa saat saya bersaksi, saya akan masuk penjara,  untuk menangkis kekwatiran tersebut, diperlukan pendekatan yang dilakukan seorang penegak hukum, agar apa yang diketahui tidak membebani orang yang bertikai. 

Saksi harus diberi penjelasan bagaimana  perlindungan yang diberikan kepadanya sesuai dengan undang-undang tentang lembaga perlindungan saksi dan korban ( UU no.13 tahun 2006 ) walaupun dalam kasus perdata menjadi saksi adalah kewajiban hukum tetapi tidak imperatif   (keharusan). 

Cerita yang tidak kalah menariknya adalah tentang kasus perceraian yang di gelar di Pengadilan Agama ( karena klien beragama Muslim ) Hampir beberapa kali sidang tertunda akibat saksi yang beragam alasan. yang takutlah, tidak mengertilah, sehingga saksi batal hadir dipersidangan, akibatnya kita pun membayar uang pendaftaran kembali ketika akan bersidang dan menghadirkan saksi lain dengan waktu yang telah ditentukan majelis Hakim. 

Pernah suatu kali saksi menghilang/ melarikan diri karena ketakutan, lagi-lagi sidang ditunda akibat kekonyolan ini.padahal kalau saksi sudah kita persiapkan dengan baik,paling majelis Hakim hanya mengajukan pertanyaan yang biasa dan normal saja.misalnya :  apakah sdr kenal dengan penggugat/tergugat? darimana sdr kenal penggugat/ tergugat?  Apakah sdr mengetahui apa hubungan penggugat dengan tergugat?apakah penggugat dan tergugat mempunyai anak? mengapa penggugat dan tergugat mau bercerai? Dan lain  yang persis diketahui,kalau tidak tau, bilang tidak tau.....ditambah  beberapa pertanyaan yang dilontarkan penasehat hukum.

Dimasa pande mic , persidangan perkara Pidana lebih menarik karena dilakukan dengan daring, jaksa cukup menghadirkan para saksi melalui aplikasi zoom, dan diruang sidang, fasilitas digunakan sebagus mungkin dengan audio yang jelas karena akan terjadi dialog antara Hakim,Jaksa dan Penasihat hukum  , cara ini menurut saya sangatlah efisien,berdalih menghindari penularan virus covid 19. 

Situasi di Pengadilan juga tidak seramai hari-hari biasa. dimana para pencari keadilan berlomba-lomba mendaftarkan gugatan, namun sekarang semua dipermudah dengan aplikasi e-court,  tidak tampak lagi orang-orang yang memenuhi ruang tunggu. Peraturan Kesehatan wajib ditaati, pintu masuk juga menjadi 1 (satu) tentu hal ini secara tidak langsung dapat membiasakan pengunjung lebih tertib dan disiplin dengan waktu diri sendiri.

Kehadiran saksi pada kasus perdata sengketa tanah, punya cerita tersendiri. mengarahkan saksi dan mengajari adalah suatu keharusan dan tugas penegak hukum. Tujuannya agar Majelis Hakim dapat menyimpulkan keputusan apa yang tepat untuk sebuah kasus yang sedang dijalani.

Berbicara tentang orang yang berkasus saya melihat bahwa tidak ada lagi rasa hormat dan rasa persaudaraan diantara para pihak,  rasa dendam dan amarah sudah menguasai hati masing-masing. Apalagi  diantara mereka ada yang dijadikan sebagai saksi. Mereka seperti tidak saling kenal. Saling mencari kelemahan. 

Berapa pun biaya yang dikeluarkan mereka tidak perduli, kita sebagai penasehat hukum harus mampu memberikan mediasi kepada mereka sebelum perang sidang dimulai,sebab pada prinsipnya seorang advokat bukan membela yang salah, bukan mau membebaskan seseorang dari jerat hukum, karena mereka hanya menuntut  hak nya sebagai warga negara yang menginginkan keadilan. Kita tidak mungkin membebaskan si terduga, ,tapi sedapat mungkin kita dapat membuka pikiran nya agar mau mengakui kesalahannya sehingga majelis hakim dapat memberikan putusan yang seadil-adilnya.apalagi profesi advokat adalah officium nobile (profesi yang mulia dan terhormat)sesuai  UU advokat No.18 tahun 2003.pasal 8 huruf a

Bersambung

                                                                                                                                                

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun