Mohon tunggu...
Arnold Adoe
Arnold Adoe Mohon Tunggu... Lainnya - Tukang Kayu Setengah Hati

Menikmati Bola, Politik dan Sesekali Wisata

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bercakap Santuy Soal Luhut sebagai Dewan Pakar Covid-19

6 Juni 2020   11:14 Diperbarui: 6 Juni 2020   11:13 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Luhut Binsar Panjaitan (KOMPAS.com/DANU KUSWORO)

"Kan saya Dewan Pakar. Jadi day to day turut memberi koreksi," jelas Luhut dalam sebuah diskusi online via Zoom, Jumat (5/6/2020)

Apa yang anda rasakan ketika membaca pernyataan dari Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan di atas? Berdebar-debar, atau ada sesuatu yang berkecamuk di dalam hati? Atau hanya biasa saja, jika anda merasa biasa saja, anda bersama dengan saya, santuy om.

Sebenarnya saya tidak sepenuhnya santai, bahkan sempat kebayang judul bukunya Tom Nichols berjudul “Matinya Kepakaran”.  Nichols dalam bukunya tersebut menyentil tentang kelahiran atas apa yang disebutnya sebagai “orang-orang yang sok tahu” yang menandai era kematian atas kepakaran tersebut.

Maksudnya seperti ini, bahwa di era media sosial ini, publik akan lebih mendengarkan suara para orang terpandang atau selebriti di medsos, alih-alih mengacu para ahli yang jelas-jelas lebih punya kompetensi.

Lha,  apa ini berarti bahwa maksud saya bahwa Luhut tidak mempunyai kompetensi? Ah, tidak juga (ngeles).


***

Sebenarnya pernyataan Luhut ini ada alasan dan konteksnya. Permaklumat bahwa dirinya adalah dewan pakar merupakan jawaban dari pertanyaan mengapa Luhut sangat sibuk mengeluarkan berbagai pernyataan di masa  penanganan Covid-19 ini. Koreksi sana sini dan jaga sana sini.

Jawabannya adalah Luhut adalah Dewan Pakar.

Tetapi itu tidak penting sekarang, karena kepakaran itu adalah soal isi pernyataan bukan lagi soal kompetensi kan? Setuju? Jika tidak setuju ya monggo.

Di luar beberapa pernyataan Luhut  yang dianggap kontroversial, harus diakui Luhut juga mampu menjelaskan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam penanganan Covid-19 secara sistimatis.

Salah satunya ketika dalam kesempatan yang sama pada Jumat kemarin, Luhut menjelaskan tentang tiga tahap yang ditempuh pemerintah saat ini yakni, tahap before exit strategy atau sebelum pemulihan dijalankan, tahap pemulihan ekonomi dan tahap evaluasi secara berkala.

Di tahap pertama, Luhut menjelaskan bahwa tes baik rapid maupun swab masih akan terus dilakukan  dengan tracing sebanyak-banyaknya untuk mengetahui titik persebaran virus.

Di tahap kedua, direncanakan kegiatan ekonomi akan dibuka secara bertahap dengan kebijakan untuk setiap daerah nanti akan berbeda, sesuai dengan situasi pandemi di tempatnya masing-masing.

Di tahap ketiga ini, evaluasi secara berkala akan terus dilakukan oleh pemerintah. Untuk menilai dari sisi kesehatan maupun perputaran roda ekonomi.

Keren kan penjelasan Luhut diatas?

Kiprah Luhut selama  masa pandemi ini memang sangatlah aktif. Ini cukup baik—artinya bisa lebih baik,  minimal menunjukan kuatnya posisi pemerintah yang dianggap beberapa pihak nampak lunak dalam beberapa hal.  Memang serba sulit pemerintah sekarang, lunak salah, keras apalagi.

Bukan itu saja, Luhut juga tak segan-segan untuk head to head, adu kepala dengan para pengkritik pemerintah dan dirinya jika dianggap telah off side. Langkah yang membuat para pengkritik juga ketar ketir dibuatnya.

***

Tiba-tiba teringat teman main futsal yang namanya Syamsul. Syamsul ini kalo bermain kayak bulldozer. Pergerakan larinya juga hanya vertikal dan horizontal,  kaku banget. Badannya cukup tambun, sehingga jika berlari maka peristiwa tubrukan dengan pemain lawan akan terjadi.

Ya ialah, Syamsul ini bekas pemain bola lapangan besar, bek kanan. Di kampung kami,  jargon yang terkenal bagi pemain bola lapangan besar apalagi seorang berposisi pemain belakang yakni “bola boleh lewat tetapi orang jangan”.

Bayangkan saja jika ini dibawa ke lapangan futsal, yang para pemainnya kebanyakan remaja tanggung dengan kaki dan betis kecil, berhadapan dengan Syamsul, maka abis sudah.  Bola boleh lewat, kaki patah mungkin.

Lalu apa hubungan Luhut dengan Syamsul? Ya, tidak ada. Hanya tiba-tiba teringat soal Syamsul saja.

Saya hanya bingung mau menulis apa lagi soal kepakaran ini. 

Semua ini gara-gara Tom Nichols yang juga mengatakan bahwa kepakaran adalah urusan yang politis, elitis, dan eksklusif. 

Ya sudah, begitulah, santuy sajalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun