Mohon tunggu...
Arnold Mamesah
Arnold Mamesah Mohon Tunggu... Konsultan - Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomics - Intelconomix

Infrastructure and Economic Intelligent - Urbanomic - Intelconomix

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Poros Jakarta - Tokyo atau Jakarta - Beijing Demi Investasi dan Infrastruktur

8 Juli 2016   17:31 Diperbarui: 8 Juli 2016   18:37 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Asia Pacific Investment and Infrastructure - http://www.theodora.com/wfbcurrent/apec_asia_pacific_economic_cooperation_member_countries.html

Investasi dan Infrastruktur

Portret tujuan investasi di Asia Pasifik pada 2015 diberikan pada Peraga-3

Investment In and Out Flow Asia Pacific 2015
Investment In and Out Flow Asia Pacific 2015
Sumber Informasi (dengan pengolahan Arnold M.) : FDI Intelligence

Dari Peraga-3, India berada pada peringkat tertinggi "Inflow Investment" diikuti China dan Indonesia; tetapi pada China dan India terjadi "Outflow investment". Dengan demikian, Indonesia masih dipandang sangat menarik serta prospektif untuk penanaman modal alias investasi. Dengan melihat kondisi cadev, trend REER, dan aliran masuk - keluar investasi, sulit berharap untuk mendapatkan banyak investasi dari China, tetapi Jepang menjanjikan.

Bagaimana strategi mengarahkan investasi ? Infrastruktur akan menjadi prioritas dalam karena dampak langsung bagi perekonomian dan perbaikan dalam Total Factor Productivity (lihat kajian World Bank : Infrastructure and Growth). Hal ini juga sejalan dengan kajian IMF dengan tajuk : The Time Is Right for an Infrastructure Push. Sebagai gambaran, berdasarkan Global Competitiveness Report yang diterbitkan World Economic Forum, peringkat Indonesia : 37, bandingkan Singapore (2), Malaysia (18), Thailand (32 ). Sementara jika merujuk pada laporan World Bank, peringkat Logistic Performance Index Indonesia 2016 pada posisi 63; bandingkan Singapore (5), Malaysia (32), Thailand (45). 

Sejalan dengan pengembangan infrastruktur, sektor yang perlu menjadi fokus adalah Air beserta sanitasi, Energi, dan Pangan. Pertimbangannya bahwa pertumbuhan populasi global berdampak kebutuhan pangan dengan dukungan energi akan terus meningkat; demikian juga kebutuhan akan lingkungan kehidupan yang sehat. Sementara kekeringan akibat Climate Change terus meningkat mengakibatkan persediaan (supply) air terus turun. Perlu diingat bahwa air merupakan faktor utama dalam pembentukan energi dan proses produksi pangan.

Kegiatan Bisnis dan Inisiatif

Berbicara kegiatan perekonomian dalam iklim baru yang berkembang, erat kaitannya dengan bisnis atau usaha  yang melibatkan 3 (tiga) faktor yaitu pelaku, praktek usaha, dan iklim usaha. Pelaku usaha dapat merupakan individu atau perorangan (informal), entitas usaha (small scale hingga large serta korporasi), serta "state" atau pemerintah yang dalamnya melibatkan badan usaha milik negara (BUMN). Sedangkan dalam kegiatan usaha, selain cara-cara yang sudah berlangsung, berkembang juga"New Way of Doing Business" yang kental dengan sebutan Sharing Economy (Lihat artikel : The Sharing Economy: A New Way of Doing Business) serta digital economy yang difasilitasi dengan telematika (ICT). Sementara dalam iklim usaha, pemerintah memberikan dorongan dan dukungan untuk partisipasi bagi semua pelaku. Khusus dalam menarik minat investasi sudah dikeluarkan 12 (dua belas) paket Stimulasi Ekonomi sejak awal September 2015. 

Tidak dapat disangkal pasca Krisis Keuangan 2008, dalam lingkup global dan domestik, partisipasi individu dalam perekonomian semakin meningkat dengan berbagai model bisnis yang berbasis "sharing economy" dan digital economy. Tetapi belum ada data dan fakta yang mendukung bahwa model bisnis demikian memberikan peningkatan output perekonomian. Pada kenyataannya, pertumbuhan global terus tertekan dan berada pada kisaran 3% yang dianggap New Normal (pada negara maju, rerata pertumbuhan tidak lebih 2%). Dampak yang sangat dirasakan pada Inequalty atau kesenjangan kesejahteraan yang terus meningkat.

Terhadap paket stimulus perekonomian yang sudah diluncurkan pemerintah, KADIN Indonesia memberikan pernyataan bahwa paket tersebut belum efektif. Pernyataan KADIN ini sebenarnya lebih menunjukkan sikap pelaku usaha, terutama yang berukuran menengah dan besar, yang belum "dewasa" dan selalu mengandalkan bisnis dari pemerintah. Tetapi dapat juga dipahami bahwa sektor korporasi (private) masih terbelit dengan masalah Resesi Neraca (Balance Sheet Recession Problem) sehingga sulit untuk berinvestasi dan mengembangkan usaha. Dalam kondisi demikian, maka pemerintah beserta BUMN perlu mengambil inisiatif dan langkah dalam melakukan investasi dan mengembangkan infrastruktur secara konsisten dan berkelanjutan. Dengan inisiatif demikian, akan menarik minat penanaman modal baik domestik maupun dari luar Indonesia untuk ikut berinvestasi terutama dalam wawasan jangka panjang.

Ini bukan resep baru; tetapi ampuh saat pemerintah memilih dan konsisten dengan Stimulasi Perekonomian, bukan pengetatatan (Austerity).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun