Mohon tunggu...
Aldo Manalu
Aldo Manalu Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis

Lelaki kelahiran Bekasi, 11 Maret 1996. Menekuni bidang literasi terkhusus kepenulisan hingga sampai saat kini.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Deadlock to Heaven

16 September 2017   17:57 Diperbarui: 21 September 2017   22:26 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: kipbaldwin.com

            "Astaga ada mayat! Aku harus menelepon polisi." Tak disangka, ada seorang supir taksi tepat berdiri di hadapan mayatnya.

            Leo berlari sambil menerjang raga sang supir taksi. Ia mencoba merasuki tubuh sang supir dan berhasil. Rohnya menyatu dengan tubuh sang supir. Ia sigap mengambil koper itu lalu mengambil pistol yang terselip di pinggang mayatnya.

            "Maafkan aku," lirih Leo di depan mayatnya lalu bergegas menaiki taksi itu.

            "Itu dia kopernya. Ayo cepat kita kejar." Leo menolah ke belakang dan sadar kau dia sedang dikejar dua pengendara sepeda motor. Ia menutup pintu samping lalu memutar kunci menjauh dari sana.

            Dengan kecepatan 60 km/jam, Leo mencoba menjauhi dua pengejarnya. Sebenarnya dia sadar kalau koper yang berada di tangannya saat ini merupakan koper curian milik seorang pejabat daerah. Dan dia kenal betul dengan pejabat itu. Hasyim Rukmana, seorang kabid humas proyek jalan tol Semanggi.

            Dan uang itu merupakan hasil korupsi proyek sebesar 200 miliar rupiah. Ketika dia mencuri koper itu dari kediaman Hasyim Rukmana, dia dipergoki salah satu pengawal pribadi sang pejabat. Dia buru-buru meninggalkan kediaman sang pejabat. Leo baru ingat dia melaju dengan kecepatan 80 km/jam kemudian sebuah truk diesel menyenggol sepeda motornya dengan kecepatan maksimum. Tragedi itulah yang menyebabkan nyawanya melayang.


            Leo buru-buru membuyarkan lamunannya ketika dua pengendara sepeda motor itu sudah berada di samping mobil taksinya.

            "Hei cepat turun! Kembalikan koper itu!" bentak pengendara motor di sebelah kanan Leo. Kemudian Leo membuka kaca samping lalu menembakkan butir-butir peluru ke ban pengendara motor di sebelah kiri. Motor beserta pengendara terpelanting, tergeletak mencium permukaan aspal. Leo tidak mau tahu apakah mereka mati atau tidak. Sekarang pengendara di sebelah kirinya, menembakkan peluru ke arahnya tapi Leo berhasil menghindar dan mengarahkan pistol ke tangan si pengendara motor.

            Para pengejar sudah berhasil dilumpuhkan. Leo bisa sedikit bernapas lega lalu ia menoleh arloji. Waktu tersisa tinggal 20 menit lagi. Sedangkan kantor polisi masih menempuh jarak 15 kilometer lagi dan butuh waktu 20 menit lagi. dan bahan bakar mendekati garis E.

            "Masih sempatkah? Masih adakah waktu untukku mengucap salam perpisahan kepada istriku dan anak-anakku?" Leo menundukkan kepalanya di atas bulatan setir. Ia tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Kemudian ia menegakkan kepala lalu menghirup napas sebanyak mungkin. Memejamkan mata sambil berdoa dalam hati. Memasrahkan diri atas apa yang terjadi padanya saat ini.

            Ada kekuatan ajaib membuat mobil taksi melaju sampai kecepatan 120 km/jam. Dan lebih aneh lagi bensin tidak berkurang sedikit pun padahal mobil sudah melaju dengan kecepatan "turbo". Dia hanya menempuh waktu sekitar 7 menit untuk tiba di depan halaman kantor polisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun