Ibu Hesty sudah meletakkan segelas teh manis panas dan tiga lapis brownies di atas sebuah piring keramik, “Ayo dimakan.” suruh ibu Hesty lembut.
Donni mengalihkan perhatiannya ke hidangan yang sudah disuguhkan, membuat rasa lapar yang menggerayangi lambungnya, harus segera dipuaskan. Donni meraih gelas dan meniup uap panas yang masih mengepul di atasnya. Ketika dirasakannya sudah agak dingin, ia menyeruput pelan-pelan teh manis yang berada di dalam gelas. Begitu dahaganya terpenuhi, tangan kanan Donni mengambil selapis brownies dan dikunyah penuh penghayatan.
“Jadi, apa tujuanmu datang ke rumah ibu, Donni?”
Brownies yang tinggal setengah itu, langsung dilahapnya cepat. Donni tak ingin berbicara dengan mulut penuh makanan—itu sangat tidak sopan.
“Apakah Lina ke sini, bu?”
Bu Hesty mengernyitkan alisnya hingga bertaut pada ujungnya, “Lina? Jadi, kamu tahu kenapa Lina tak musuk hari ini?”
“Errr, saya sempat ke rumahnya untuk menjenguknya. Dan ibunya bilang, ia sudah tak sadarkan diri sejak kemarin, tapi—” Jelas Donni.
“Astaga! Kenapa bisa begitu?” potong bu Hesty. Ia tersentak mendengar anak didiknya tidak sadarkan diri tanpa diketahui apa penyebabnya.
“Tapi, dia kabur dari rumah.“
Kali ini ibu Hesty tak berkomentar. Keduanya sama-sama bungkam. Donni masih menunggu apa reaksi yang ditunjukkan ibu Hesty.
“Apa yang membuatmu berpikir Lina bisa berada di sini?”