“Itu tidak penting. Aku ke sini, ingin mengajakmu keluar. Teman-teman kita sudah menunggu di luar.”
“Benarkah?” wajah Lina berbinar ceria. Sosok itu hanya mengangguk sekali saja.
Begitu mengetahui sosok itu mengajaknya untuk keluar, Lina menyingkirkan selimut yang melapisi tubuhnya dan beringsut dari sana. Ia berjalan menuju sosok yang masih menunggu di depan ranjangnya. Ibunya yang mendengar suara anaknya, mengerjapkan berkali-kali sambil mengucek pelan matanya.
“Lina, mau ke mana kamu?” tanya sang ibu setengah sadar.
Sebelum keduanya melangkah menuju pintu kamar, mereka mengalihkan pandangnya ke arah ibu Lina yang siap mencegatnya.
“Lina, aku mohon, singkirkanlah ibumu. Dia akan mengganggu rencana kita.”
Lina menurut saja tanpa mau membantah apa yang diperintahkan sosok itu. Ia berjalan menghampiri ibunya yang sedang kebingungan dengan tingkah aneh Lina. Tatap matanya kosong. Raut wajahnya datar. Ia membisu tanpa menjawab apa yang ditanya ibunya.
Sang ibu yang dalam posisi duduk, tak menyangka sebuah sikutan dari tangan kanan mengena telak bagian tengkuknya. Tak sempat minta tolong, ibunya tak sadarkan diri. Lina kembali lagi mendekati sosok yang masih menunggunya.
“Kemana dia pergi?” tanya Donni dari handphone-nya.
“Aku juga tidak tahu. Ayahku juga sedang berusaha mencarinya.” pungkas Rafly sambil mematikan handphone.
“Apa yang terjadi, Don?”