“Apa bapak mengenalinya?”
“Itu gambar siapa, ayah?” sela Melly yang berdiri di samping ayahnya. Hendra membisu, tak menanggapi pertanyaan dari pihak kepolisian dan anaknya.
“A-aku mengenalnya... Dia mantan kekasih saya sewaktu kuliah,” jawab Hendra agak terbata.
“Apakah bapak mengetahui tempat tinggalnya?”
“Tidak, pak polisi. Tidak sama sekali,” Hendra menggeleng pelan. “Saya sudah lama tidak bertemu dengannya, hampir 17 tahun.” tandas Hendra.
“Baiklah, pak Hendra. Jika anda sudah mengingatnya, tolong laporkan secepatnya kepada kami supaya kami bisa memprosesnya. Kami undur diri dahulu.” pamit dua polisi tersebut.
Entah mengapa Donni tak bisa konsentrasi dengan pelajaran Fisika yang dijelaskan oleh ibu Farah. Mekanika fluida—pelajaran yang menurutnya tak terlalu sulit bahkan tanpa dijelaskan pun ia bisa mengerjakan soal sendiri tanpa harus menyontek. Tapi, tidak untuk saat ini.
Penjelasan dan contoh-contoh soal yang diberikan ibu Farah bak radio rusak bahkan rumus-rumus kompleks itu mengambang tak menentu di dalam kepalanya. Yang ada dipikirannya adalah Lina dan Lina. Dia benar-benar khawatir Lina akan menjadi korban berikutnya.
“Donni? Donni? Apa yang kamu pikirkan?” suara itu menegurnya dari depan.
“Saya bu?” sahut Donni. Ia celingukan mencari sumber suara yang memanggilnya.
“Tidak biasanya kamu seperti ini, nak,” ibu Farah meletakkan kapur yang dipegangnya di atas meja.