"Nanti, beri sedikit waktu. Aku tak pandai bersilat lidah. Kapan-kapan aku akan menulis tentang perkara ini."
Marlina lalu merengut. Ia mulutnya berubah seperti moncong bebek.
***
Para peneliti dari UTAH University melaporkan hasil penelitiannya dalam Journal of Experimental Biology. Dijelaskan bahwa tubuh atas pria rata-rata memiliki massa otot tujuh 75 persen lebih banyak, dan kekuatannya 90 persen lebih besar daripada wanita.
Penjelasan tersebut menjadi dasar bahwa pria dan wanita tidak tercipta setara. Sungguh kita sangat berbeda, dalam hal ini aspek fisik.
Sementara Adam Moeser, seorang ahli biologi dari Universitas Michigan, menyatakan bahwa sistem kekebalan tubuh wanita lebih kuat daripada pria.
Lihat? Perbedaannya semakin banyak, Bukan?
Saya kemudian menggarisbawahi soal kekerasan yang kaum pria lakukan terhadap wanita. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perindungan Anak (KemenPPPA), mulai dari 1 Januari hingga 6 November 2020, kasus kekerasan terhadap perempuan sebanyak 5.573 kasus, 60,75 persen-nya adalah KDRT.
Pantas saja Marlina begitu berang. Barangkali dia melihat saya sebagai seseorang yang menjunjung tinggi superioritas pria. Ia tak sepenuhnya salah, tapi juga tak bisa dibilang benar.
Secara fisik, pria dan wanita jelas sudah berbeda berdasarkan sains. Lalu tidak adil rasanya kemudian menyuruh wanita mengaduk semen di tengah hari panas hanya karena kita menjunjung tinggi persamaan hak.
Tidak adil pula menyuruh wanita berbelanja sendirian di pasar pada saat pandemi Corona dengan alasan mereka memiliki sistem kekebalan yang lebih tinggi daripada pria. Sementara si kepala keluarga menunggu dan bersantai-santai di rumah. Saya pikir bukan seperti ini persamaan hak yang dimaksud.