Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Stabilitas Sistem Keuangan dan Emas Batangan untuk Saya

12 Juli 2019   21:41 Diperbarui: 12 Juli 2019   21:49 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Pixabay.com

"Apa hal yang kau sukai di dunia ini?" Anggap saja ada yang bertanya seperti itu. Jawaban saya adalah: "Segala sesuatu yang berguna ... dan gratis."

Oleh karenanya, kalau tidak salah ingat, sekitar bulan Februari 2019---lupa tanggal berapa---saya mengikuti seminar gratis di Kantor Perwakilan Bursa Efek Indonesia (KP BEI) di Pontianak, Jalan Perdana, Komplek Central Perdana.

Tapi kala itu cukup kuat alasan mengikuti kegiatan tersebut. Saya ingin berinvestasi, sehingga di masa tua nanti, tidak merepotkan siapa pun. Jadi awalnya tidak ada niat untuk menjaga Stabilitas Sistem Keuangan (SSK), atau apalah namanya.

KP BEI menggandeng satu perusahaan sekuritas yang kantornya tak terlalu jauh dari lokasi seminar.

Diawali kata pengantar dari perwakilan BEI, membuka wawasan sekitar empat puluh orang peserta dalam suatu ruangan yang cukup luas di lantai dua. Kemudian disambung teknis dan pembuatan akun untuk kelancaran jual-beli saham dan reksadana oleh utusan dari perusahaan sekuritas.

Saya setuju dalam penjelasan mereka, bahwa untuk mengalahkan laju inflasi, budaya menabung---suka tak suka---harus bergeser, dari menabung biasa menjadi menyimpan saham. Tentunya bagi yang tak punya waktu, reksadana adalah pilihan tepat.

Jujur, saya tidak mengetahui apa itu SSK. Ketika menulis esai inilah baru terkuak apa artinya: suatu kondisi yang memungkinkan sistem keuangan nasional berfungsi secara efektif dan efisien, serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternal, sehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

"Jadi pada dasarnya apa yang membuat kegiatan investasi saya berguna untuk menjaga SSK? Bukannya hanya menambah kekayaan diri saja?"

Itu pertanyaan yang terbesit dalam pikiran saya. Syukurlah Kompasiana mengadakan lomba ini, membuat saya menggali lebih jauh perihal SSK. Terima kasih Kompasiana! Biarkanlah saya menang dan dapat emas batangan!

Dikutip dari bi(dot)go(dot)id, terdapat lima strategi untuk menjaga sistem keuangan. Pertama, memperkuat dan memperluas cakupan surveilans makroprudensial guna mengidentifikasi lebih dini sumber tekanan.

Kedua, melakukan identifikasi dan pemantauan risiko sistemik dengan menggunakan Balance Set of Systemic Risk.

Ketiga, memperkuat kerangka manajemen krisis melalui penyelarasan indikator stabilitas sistem keuangan dan hasil surveilans Bank Indonesia dengan Protokol Manajemen  Krisis.

Keempat, mendukung upaya-upaya pendalaman pasar keuangan untuk memperkuat ketahanan pasar keuangan terhadap guncangan.

Kelima, memperluas koordinasi dan komunikasi dengan pemerintah, OJK dan LPS untuk mendukung bauran kebijakan yang ditempuh Bank Indonesia.

Ada lima, beberapa di antaranya terdengar seperti bahasa makhluk asing, namun poin keempat sangat relevan dari hasil seminar yang saya ikuti. Reksadana, di situ pula ada pasar uang. Inilah jawabannya! Berinvestasi pada instrumen tersebut artinya membantu SSK itu sendiri: membuatnya tetap likuid.

"Memangnya itu saja cara menjaga SSK?"

Lagi-lagi otak saya mengajukan pertanyaan yang aneh tapi cukup menggelitik rasa ingin tahu. Saya mencoba mengingat apa yang selama ini sudah dilakukan dalam rangka menjaga SSK. Tapi itulah masalahnya, sebelum membaca lomba dari Kompasiana ini, saya tak peduli dengan sistem apa pun yang bersinggungan dengan kondisi negara.

Ah ... hmmm ... mungkin ini bisa. Saya itu suka barang gratis, dengan kata lain saya benci barang mahal. Kebanyakan barang buatan luar negeri (yang masuk dengan cara legal) kebanyakan harganya relatif tinggi. Oleh karenanya, saya memilih barang buatan dalam negeri saja, lebih bersaing, dan bagus-bagus pula.

"Bukankah dengan membeli produk dalam negeri juga otomatis menjaga SSK?" Saya bertanya balik kepada otak saya. Ia langsung diam. Kali ini saya menang.

Tapi otak saya tetap tak mau diam. Ia bertanya lagi, "Kalau hanya itu saja, semua orang bisa. Apa lagi yang bisa kau lakukan?"

Saya langsung teringat seorang teman yang tidurnya tidak tenang lantaran sering ditelepon oleh para penagih utang.

Utang itu hanya terdiri dari empat huruf, tapi akibatnya bisa luar biasa. Saya membayangkan seandainya banyak masyarakat memaksakan diri berutang kepada bank maupun lembaga keuangan non bank sebagai akibat gaya hidup hedonisme, yang berujung pada gagalnya pelunasan sehingga membuat banyak lembaga keuangan "terguncang". Hal seperti ini---jika terjadi---tentu akan menjadi satu faktor melemahnya SSK dalam skala besar.

Saat ini, saya juga teringat masih ada utang di warung nasi kuning dekat rumah. Tadi pagi belum bayar. Saya berharap likuiditas bisnisnya masih terjaga. Saya akan sangat merasa berdosa jika aliran kas-nya terganggu.

Kepada Kompasiana yang sudah membuat saya menulis esai ini. Saya sudah mengerahkan segenap tenaga dan pikiran demi SSK yang baru saja terbaca beberapa menit lalu. Maka berikanlah kemenangan, beri emas batangan itu, daripada saya membeli dengan cara berutang. Benar, bukan?

****

Pontianak, 12 Juli 2019

(Dicky Armando, S.E.)

---

Referensi:

* "Lima Strategi BI Jaga Stabilitas Sistem Keuangan". Departemen Komunikasi, 2017. Web. Diakses tanggal 12 Juli 2019. https://www.bi.go.id 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun