Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Hamba Allah subhanahu wa ta'alaa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tahu Goreng Misterius

8 Mei 2019   13:59 Diperbarui: 10 Mei 2019   22:12 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Dicky Armando

Aku dan sebagian penduduk Kota Pontianak sangat menyukai gorengan. Kudapan yang satu ini dimakan oleh berbagai kalangan, mulai dari buruh, pemilik perusahaan, koruptor, dan lain-lain.

Hampir semua penjual gorengan di kota ini telah kudatangi demi mencari cita rasa gorengan sejati. Perbedaan dari setiap penjaja adalah tebal-tipis, durasi menggoreng, dan sambal. Khusus bakwan---buat aku---lebih tipis biasanya lebih enak.

Tahu goreng (berisi sayuran) merupakan favoritku. Gorengan jenis ini paling enak jika sayur dan adonan tepungnya diolah dengan baik. Contohnya, ketika tahu goreng digigit dan mendarat dengan sukses di lidah, akan terasa bumbu yang dicampurkan sebelumnya, serta sayuran tersebut tidak terasa hambar (minimal masih ada rasa asin walau sedikit).

Beredar desas-desus di jalanan, ada seorang penjual tahu goreng yang rasa dagangannya itu terbaik di Kota Pontianak. Konon, ia berjualan di Jalan Ahmad Yani, di atas trotoar, persis di depan rumah dinas gubernur.

Aku pikir tak masuk akal, tentu area tersebut harus steril dari kegiatan "kaki lima", apalagi Jalan Ahmad Yani ini termasuk jalan protokol, sehingga arus lalu lintas tidak boleh terhambat.

Tapi seorang teman meyakinkanku bahwa memang benar ada penjual tahu goreng di tempat itu, namun banyak juga yang mengatakan tempat tersebut "bersih". Aku bingung.

Bisa jadi penjual tahu goreng tersebut menghindari "jam ramai" mengingat tempatnya berjualan beresiko tinggi. Jadi, aku berencana mengintainya malam hari.

Mengenakan setelan hitam-hitam seperti ninja, aku berjalan kaki dari Jalan Letnan Jenderal Sutoyo, ruas jalan ini kebetulan posisinya "tusuk sate", langsung menghadap pagar rumah dinas gubernur. Lalu aku bersembunyi di dalam semak belukar, di simpang jalan. Sebelah kiriku adalah Kantor Palang Merah Indonesia (Kota Pontianak).

Kulihat jam tangan, sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam, rasanya waktu yang masih masuk akal untuk orang berkemas setelah jualannya habis.

Selama tiga puluh menit, tak ada tanda-tanda dari siapa pun kecuali beberapa pejalan kaki dan petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang sedang berpatroli. Rasanya tidak mungkin ada kegiatan perdagangan kaki lima di tempat itu. Aku pulang dengan hampa.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun