Mohon tunggu...
Arkilaus Baho
Arkilaus Baho Mohon Tunggu... -

Kutipan Favorit: DIATAS BATU INI SAYA MELETAKAN PERADABAN ORANG PAPUA, SEKALIPUN ORANG MEMILIKI KEPANDAIAN TINGGI, AKAL BUDI DAN MARIFAT TETAPI TIDAK DAPAT MEMIMPIN BANGSA INI, BANGSA INI AKAN BANGKIT DAN MEMIMPIN DIRINYA SENDIRI.Pdt.I.S.Kijsne Wasior 25 Oktober 1925

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Penembakan Karyawan Freeport " Papua dalam Bingkai Globalisasi dan Bukan dalam Bingkai NKRI "

10 Oktober 2011   21:52 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:06 1573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_140861" align="aligncenter" width="600" caption="Sejumlah aparat Kepolisian Resor Mimika berusaha menghindari lemparan batu dari karyawan PT Freeport Indonesia yang berunjuk rasa di jalan akses menuju terminal bus milik perusahaan tambang emas tersebut, di Gorong-Gorong, Timika, Papua, Senin (10/10). Akibat bentrokan itu seorang karyawan tewas dan beberapa lainnya terluka, termasuk aparat keamanan./Admin (KOMPAS.com/ANTARA/Spedy Paereng) "][/caption]

Untuk kesekian kalinya warga sipil ditembak aparat negara demi mengamankan aset vital asing di dalam negri. Pemerintah ada dimana sehingga membiarkan kekerasan terus terjadi dalam skala operasi sebuah perusahaan emas yang nota bene tidak memberi keuntungan bagi ekonomi nasional. Freeport jelas-jelas mengibuli martabat bangsa, martabat rakyat Papua, martabat para pekerja yang semuanya harus mendapat pertolongan dan perlindungan dari pemerintah. Tindakan anarkis aparat polisi maupun TNI di areal pertambangan freeport seakan tidak dapat di amputasi dengan pola penanganan yang lebih maju dan bermartabat. Dengan penembakan brutal yang menimpa saudara Alm. Petrus Ayamiseba meninggal dunia dan melukai tujuh karyawan lainnya, sungguh, 11 Oktober 2011 mengulangkan memori kita pada awal kedatangan Freeport.

Lumuran darah di areal Freeport memberi arahan bagi praktek kekerasan di wilayah lainnya di Tanah Papua. Operasi penumpasan Kopassus di Jila, Bama, Mapenduma ( kampung-kampung di sekitar Freeport ), terjadi pertumpahan darah besar-besaran. Aksis kekerasan yang merenggut nyawa, harta dan ketidaknyamanan penduduk di pegunungan dekat freeport tersebut, baru diungkap oleh Uskup Moning Hoof, mencatat terjadi 100an warga dibunuh.

Freeport, militer dan kekuasaan Negara ( pemerintah ) menjadi pionir khusus, suatu hubungan yang erat bilamana perusahaan AS melakukan operasi pertambangan di suatu negara tertentu. Tradisi freeport bercengkrama dengan elit pemerintah dan militer dialui di Amerika serikat dan daerah lainnya, sebelum menginjakkan kakinya di bumi pertiwi tahun 1967. Garis kordinat pengusa-pemerintah-militer seakan menjadi sekutu yang bercengkrama selama proses pengerukan atau eksploitasi berlangsung.

Watak diatas kemudian selalu menjadi jubah yang dipakai sampai sekarang. Kasus Papua, kekerasan aparat mengamankan freeport terus menuai darah dan air mata orang Papua. Freeport bagi kami merupakan sebuah monster dari barat yang datang lalu mencuri kekayaan tanpa permisi dan tidak punya sopan santun. Karena tidak punya sopan santun, seenaknya nyawa kami direnggut, harta kami dijarah, tanah kami dirampas.

Memang parah. Proteksi negara ( pemerintah ) yang " katanya " melindungi segenap rakyat sama sekali hanya diatas kertas pidato sang Presiden. Penanganan utama negara lebih mengutamakan perusahaan seperti sekarang, memang sejalan dengan pemerintahan neoliberal yang pro terhadap arus globalisasi. Memang sekarang Papua dalam bingkai globalisasi, bukan bingkai NKRI


Freeport Mesin Pembunuh Orang Papua?

Tragedi 11 Oktober 2011 di terminal bus karyawan freeport ( gorong-gorong ) berawal seketika para pekerja tidak mendapatkan kepastian atas niat menuntut kenaikan gaji dari manajemen freeport. Berbagai upaya dilakukan para pekerja. Mulai dari sosialisasi kepada buruh lainnya agar mengerti hak masing-masing untuk mendapat upah tinggi, kemudian mengadakan pertemuan dengan manajemen freeport dan pemerintah yang bersangkutan, akhirnya semuanya tidak didapatkan jawaban pasti. Para buruh pun wajar saja kecewa. Seketika negara yang diharapkan menjamin hak hidup dan upah yang pantas tidak mampu mengakomodir aspirasi, mau apa lagi berharap kepada pemerintah.

Disatu sisi, bentuk dari perbudakan modal terhadap negara sudah nyata pada kasus freeport Papua sekarang. Pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa karena terikat kontrak selama 75 tahun ( 30 tahun dalam kontrak karya " KK - I ", Megawati dan SBY menggenapinya menjadi 75 tahun ). Inilah arena politik dagang pemodal versus elite politik. Maka tidak heran bila penguasa di negri Indonesia tidak berkutik menghadapi freeport. Bedil kapitalis menjalar kemana-mana, tokoh nasional yang kritis dan prihatin dengan dengan nasib bangsa pun dapat jatah. Uang copot ditengah jalan di tubuh freeport yang mengalir ke penguasa dari nasional hingga daerah sama seperti sopir bus kota jurusan UKI ( Cawang ) ke mampang di Jakarta, setiap halte pasti setor ke pemalak di jalan tanpa prosedur setoran uang yang baku sesuai UU. Itulah realitas untuk berkaca pada setoran illegal yang dilakukan komplotan dagang selama menambang emas Papua.

Ibarat surga dan bumi, itulah kenyataan freeport sekarang. Bayangkan, tiap hari perusahaan produksi 260 juta ton bahan tambang, yang hasilnya mencapai titik rendah 2 miliar per hari ( tidak saja emas dan batu bara tetapi aluminium dari olahan limbah emas dan batu bara ). Dan bayangkan, dalam satu hari saja, delapan orang berlumuran darah dan meninggal dunia. Untuk peristiwa penembakan di terminal transportasi pada 11/10/2011 melukai tujuh dan menewaskan satu pekerja;

1). Leo Wandago 36th luka tembak punggung atas 2). Chary Suripto 36th luka bakar 3). Alius Komba 26th luka tembak tembus perut 4). Melkias Rumbiak 36th luka tembak di kepala 5). Yunus Ngunulduan 42th retak tulang dada 6). Phititon Kogoya 43th luka tembak di kepala 7). Ahmad Mustofa 42th Luka tembak di punggung 8). Petrus Ayamiseba 36th peluru tembus dada sebelah kiri ( Meninggal ) .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun