Putusan Mahkamah Konstitusi Soal Ibu Kota Kabupaten Maibrat Syogyanya sejalan dengan asas “Nebis In Idem”. Suatu pokok perkara yang sama tidak bisa di ketok palu atau sidang untuk dua kali. Cukup sekali. Terakait dengan Uji Materil Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 13 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat, Pasal 7 tentang kendudukan Ibu Kota Kabupaten, sebelumnya MK telah menolak gugatan para pemohon dengan materi yang sama.
Paska putusan ini, konflik sosial pun merebak. Rumah tinggal Bupati Maibrat yang juga telah di tetapkan sebagai tersangka korupsi 15 Miliar, kemarin (19 September 2013) di Aimas Sorong, dibakar oleh massa yang kecewa dengan ulah Mahkamah Konstitusi yang menganulir (menerima) permintaan Bupati dan Ketua DPRD agar ibu kota Kabupaten pindah dari Distrik Kumurkek ke Distrik Ayamaru.
Mahkamah Konstitusi membatalkan ibu kota Kabupaten Maybrat, Provinsi Papua Barat, berkedudukan di Kumurkek, Distrik Aifat setelah mengabulkan permohonan pengujian Pasal 7 UU Nomor 13 Tahun 2009 yang diajukan Bupati Drs Bernard Sagrim dan Ketua DPRD Moses Murafer. Selain itu, lanjutnya, secara de facto penyelenggaraan pemerintahan riil Kabupaten Maybrat berada di Ayamaru. "Mengabulkan permohonan para Pemohon. Pasal 7 UU Pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ibu kota Kabupaten Maybrat berkedudukan di Ayamaru," kata Ketua Majelis Hakim Akil Mochtar, saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis.
http://id.berita.yahoo.com/mk-batalkan-ibu-kota-kabupaten-maybrat-di-kumurkek-063545392.html
Seperti sudah saya utarakan diatas, bahwa perkara ini, sudah ada putusan sebelumnya, MK menolak permohonan para pemohon. Selasa, 24 November 2009, Ikhtisar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-VII/2009. Pemohon: 1. Sadrak Moso; 2.Yerimias Nauw; 3. Martinus Yumame; 4. Izaskar Jitmau; 5.illem. NAA. Dengan Pokok Perkara: Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009 tentang Pembentukan Kabupaten Maybrat di Provinsi Papua Barat. Norma yang diuji: Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2009. Norma UUD 1945 sebagai penguji: Pasal 28H Ayat (1) UUD 1945. Amar Putusan: Menyatakan permohonan para Pemohon tidak dapat diterima.
http://putusanmk.blogspot.com/2009/11/uji-uu-pembentukan-kabupaten-maybrat.html
Nebis in Idem adalah salah satu asas dalam hukum, yang memiliki pengertian sebagai tindakan yang tidak boleh dilakukan untuk kedua kalinya dalam perkara yang sama, contohnya, seseorang tidak boleh di tuntut untuk kudua kalinya dalam kasus yang sama. Nebis in idem lazim disebut execeptio rei judicatae atau gewijsde zaak. Permasalahan nebis in idem ini diatur dalam pasal 1917 KUHPerdata.
Secara hukum, suatu gugatan dapat dikatakan nebis in idem bilamana: Apa yang digugat/diperkarakan sudah pernah diperkarakan, dan telah ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap dan bersifat positip seprti menolak gugatan atau mengabulkan. Objek, Subjek dan Materi pokok yang sama.
MK sendiri pada gugatan soal UU KPK, Permohonan Tersangka Hengky Baramuli Nebis in Idem. Sembilan hakim konstitusi sepakat menyatakan tidak dapat menerima (niet ovankelijk verklaard) permohonan pengujian Pasal 40 UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang diajukan Hengky Baramuli, “Permohonan pemohon tidak dapat diterima, sehingga pokok permohonan tidak dipertimbangkan,” ucap Ketua Majelis MK Achmad Sodiki di ruang sidang Gedung MK Jakarta. Mahkamah beralasan pengujian Pasal 40 UU KPK ini pernah diuji sebelumnya lewat putusan No 006/PUU/-IV/2003 dan No 012-016-019/PUU-IV/2006. Kedua putusan itu, Mahkamah menyatakan menolak permohonan itu karena dinilai tidak bertentangan dengan UUD 1945.
Seharusnya, permohonan gugatan UU Kabupaten Maibrat, pasal 7 tentang kedudukan ibu kota kabupaten telah batal dengan sendirinya karena telah ada putusan tetap dan mengikat yang sudah di tetapkan MK sebelumnya terkait materi gugatan yang sama. Itulah kekeliruan hakim MK yang saya maksudkan.
Kabupaten Maibrat adalah salah satu kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong Selatan di Provinsi Papua Barat. Sejak dimekarkan 4 tahun lalu, hingga kini proses pembangunannya tak berjalan dengan baik karena adanya polemik dalam ajang Pemilukada setempat, lantaran para kandidat bersaing sengit. Walau kini kabupaten yang berpenduduk hanya 19 ribu jiwa itu telah memiliki Bupati dan Wakil Bupati defenitif. Namun konflik antar elit politik di daerah inimasih kerap terjadi, sehingga memperlambat roda pembangunan di kabupaten.