Sudah tiga minggu ini Jamaludin atau Jamal (bukan nama sebenarnya) tinggal di tempat penampungan bagi WNI terlantar di Konsulat RI Tawau. Dari KTP-nya, Jamal lahir di Mentok, Bangka pada Februari 1952. Sehingga usianya kini 73 tahun.
Rambutnya pendek dan sudah memutih semuanya. Ia duduk di kursi roda yang disediakan oleh Konsulat. Sejak terkena stroke pada masa COVID-19 tahun 2020, kedua matanya tak lagi mampu melihat dunia. Untuk berjalan pun perlu dituntun.
Hari-hari Jamal di penampungan Konsulat berjalan dengan ritme yang sederhana. Ia tinggal di sebuah kamar kecil di lantai dasar yang biasanya dipergunakan sebagai mushola pengunjung, sebuah kursi roda selalu berada di dekatnya, seakan menjadi sahabat setia yang menemaninya kemana pun.
Setiap hari, staf Konsulat atau petugas pengamanan bergantian membantu Jamal. Ada yang menuntunnya menuju kamar mandi atau pos satpam untuk berbincang-bincang mengisi waktu. Ada pula yang menyediakan makan sederhana berupa nasi, lauk seadanya, dan teh hangat. Meski makan perlahan, Jamal selalu berusaha menghabiskan porsinya.
Meski fisiknya ringkih dan matanya tak lagi mampu melihat, Jamal tetap menunjukkan semangat hidup yang kuat. Ia sering berkata, "Saat belum terkena stroke, saya masih kuat berlari marathon. Sekarang pun masih bisa berjalan. Tapi karena tidak bisa melihat, Saya perlu dituntun orang lain untuk berjalan," ucap Jamal dengan suara bergetar.
"Saya sudah kehilangan banyak hal, tapi tidak kehilangan harapan. Itu yang membuat saya masih bisa bertahan," ucap Jamal lagi.
"Panggil saya Jamal saja," ucapnya ketika saya memastikan namanya.
"Bapak dari pengurus syarikat (perusahan perkebunan) ya?," tanyanya menduga-duga ketika saya mengenalkan diri. Pertanyaan yang wajar karena ia tidak dapat melihat penampilan saya.
"Bukan Pak, beliau Kepala perwakilan di Konsulat," sela Sam, salah seorang anggota Satuan Pengaman di Konsulat, yang hari ini bertugas menjaganya.
Dari perkenalan singkat, percakapan kemudian mengalir, kadang diselingi tawa, kadang pula air mata. Ada kerinduan yang tak tersampaikan, ada kisah perjalanan panjang seorang anak bangsa yang menua jauh dari kampung halaman.