Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Diplomat - Penulis, Pemerhati Hubungan Internasional, kuliner, travel dan film serta olahraga

Penulis beberapa buku antara lain Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. Twitter: @arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

PSBB Jilid Dua Antara Kepatuhan dan Ketidakpedulian

14 September 2020   12:29 Diperbarui: 16 September 2020   08:41 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah, seperti biasa, ribut-ribut terlebih dahulu antara Pejabat Pemerintah DKI Jakarta dan Pemerintah Pusat sehingga menjadi viral, maka keluarlah keputusan Pemerintah DKI Jakarta pada  Senin 14 September 2020 berisi penerapan kembali PSBB jilid dua. Dengan PSBB jilid 2 ini maka pelonggaran-pelonggaran yang sebelumnya diberlakukan pada masa PSBB transisi ditiadakan.

Melalui pengetatan PSBB maka sejumlah pengaturan kembali diberlakukan seperti penghapusan sistem ganjil genap, mobil hanya diperbolehkan mengangkut maksimal dua orang per baris, kecuali berdomisili di alamat yang sama, kapasitas transportasi umum dan taksi maksimal 50 persen, waktu operasional transportasi umum dibatasi, ojek online diperbolehkan beroperasi, hari bebas kendaraan bermotor (HBKB) atau CFD ditiadakan.

Sebanyak 11 sektor usaha, kantor perwakilan negara asing, organisasi internasional, BUMN/BUMD yang turut serta dalam penanganan Covid-19, dan organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang bencana diperbolehkan beroperasi dengan membatasi jumlah karyawan maksimal 50 persen, dan kantor atau instansi pemerintah pusat dan daerah membatasi jumlah karyawan maksimal 25 persen.

Menyikapi pemberlakuan pengetatan PSBB, pantauan pagi ini di sejumlah jalan raya di Jakarta memperlihatkan suasana yang tidak jauh berbeda dengan hari-hari sebelumnya. Jalan-jalan raya tetap terlihat ramai oleh kendaraan yang berlalu lalang. Sementara sejumlah instansi pemerintah dan swasta sepertinya belum mewajibkan pegawainya untuk hadir secara fisik. Belum terlihat adanya instruksi tertulis untuk menerapkan pembatasan jumlah pegawai maksimal 25 persen. Secara umum tampaknya belum menunjukkan perubahan yang signifikan.

"Agaknya sikap publik menyodorkan multitanda, menyusul sejumlah tanya yang kompleks: apakah ini jejak jika imbauan "keras" pemerintah (DKI) perihal PSBB total terabaikan karena desakan ekonomi? Ataukah pandemi covid dalam pandangan publik adalah wabah, seperti wabah lainnya, hadir untuk ditaklukkan, dengan ikhtiar optimal dan sebab itu, setiap orang musti "siaga dan waspada" menghadapinya?," tanya seorang rekan kerja saya

"Atau jangan-jangan sikap publik tersebut terkait lemahnya "kedisiplinan nasional" yang akarnya justru pada nilai-nilai agung bangsa: Pancasila. Pun, apakah ini juga menjadi petunjuk terang benderang kalau nilai-nilai Pancasila tidak lagi subur pada ladang-ladang jiwa tiap-tiap kita sebagai warga?," tanya rekan saya tersebut lebih lanjut. Kali ini dengan narasi-narasi sarat makna filsafati, maklum rekan saya tersebut seorang Doktor filsafat.

Saya tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaannya karena sangat mungkin pertanyaan tersebut akan disusul pertanyaan-pertanyaan lain yang sangat mungkin berderet panjang. Pertanyaan-pertanyaan yang datangnya bukan hanya dari rekan saya tersebut, tetapi sangat mungkin berasal dari publik yang lebih luas.

Publik yang gerah dengan kondisi pandemi Covid-19 yang setiap hari memakan korban yang tidak sedikit dan tidak jelas kapan berakhirnya akan terus menghadirkan sejumlah pertanyaan yang belum tentu bisa segera dijawab hari ini.

Lebih jauh, bukan sekedar tanya yang dihadirkan tetapi juga sikap untuk secara terbuka atau diam-diam mengambil jalannya sendiri, mematuhi atau bersikap masa bodoh terhadap arahan yang disampaikan Pemerintah.  Seperti kata bu Tejo, publik akan memiliki langkah solutif tersendiri ketika situasi yang diharapkan ternyata tidsk sesuai harapan atau ketika yang diharapkan bisa mengarahkan justru kebingungan dan lebih asyik bermain pencitraan.

Tapi seperti yang dikatakan rekan saya yang Doktor filsafat, "jangan-jangan dalam hidup ini, kita tak sepenuhnya butuh jawab,  tapi justru kita haus akan pertanyaan-pertanyaan subtil untuk direnungkan.. Pertanyaan untuk dikaji dalam detak jantung yang paling senyap".

Karena itu, ketika masalah PSBB lebih viral ke aspek siapa yang menyampaikan, bukan pada tindakan yang harus dilakukan, maka pada akhirnya diam-diam publik tidak peduli dengan PSBB itu sendiri.  Jangan-jangan kita justru sibuk menduga-duga PSBB sebagai sebuah nama klub atau persatuan sepakbola dari Bekasi Barat, Bandung Barat atau Bangka Belitung

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun