Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perjalanan ke Balibo, dari Deklarasi ke Film

30 Maret 2010   14:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:06 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Meski tentara-tentara yang namanya disebutkan telah melakukan bantahan-bantahan, masalah ini masih terus dimunculkan dari waktu ke waktu, apalagi keputusan Pengadilan New South Wales ternyata diikuti dengan keputusan Polisi Federal Australia yang berkeinginan untuk membuktikan kematian Balibo 5. Mantan Menteri Penerangan Yunus Yosfiah yang menjadi tertuduh utama misalnya, telah beberapa kali membantah keterlibatannya dalam insiden Balibo 5. Menurutnya meski ia dan pasukannya pernah bertugas di Balibo, tapi saat kejadian ia tidak berada disana. Namun meski telah memberikan bantahan, namanya masih dikaitkan dengan tokoh Mayor Andreas yang diduga sebagai dirinya. Begitu pun halnya dengan mantan Gubernur DKI Sutiyoso, yang juga pernah bertugas di Timor Timur, telah memberikan bantahan mengenai keterlibatannya di Balibo. Anehnya, meski belum terbukti keterlibatannya dan telah memberikan bantahan, ketika Sutiyoso berkunjung ke Australia dirinya sempat akan ditangkap dan dipenjarakan disana.

Sementara itu di sebelah kanan monumen Deklarasi Balibo masih dapat disaksikan beberapa bangunan yang rusak parah dan tidak terurus. Sepertinya ditinggalkan penghuninya yang eksodus ke Timor Barat usai jajak pendapat tahun 1999. Adapun tidak jauh dari monumen terdapat prasasti yang dibuat Australia untuk menunjukkan narsisme tentaranya mengamankan Balibo usai pasca jajak pendapat. Dengan penuh kebanggaan Australia memahatkan rasa bangganya di kedua prasasti tersebut dengan menyatakan bahwa tentara negeri kanguru inilah yang pertama kali tiba di Timor Leste pada Septrember 1999 untuk menyelamatkan sebuah negara demokrasi dan mengamankan Timor Leste. Padahal ketika Indonesia memutuskan untuk mengintegrasikan Timor Timur sebagai salah satu propinsinya di tahun 1975, negeri yang mengaku sebagai Deputy Sherif AS ini pula yang memberikan dukungan pertama kepada Indonesia.

Sebagai sebuah kota kecil, tidak banyak penduduk yang tinggal di Balibo. Letaknya yang berada di ketinggian menyulitkan bagi warganya untuk bercocok tanam. Beda dengan Maliana yang berada di dataran rendah dan banyak memiliki daerah datar, yang memudahkan masyarakatnya untuk bercocok tanam, terutama bertanam padi. Ketika kami berkunjung tidak terlihat aktivitas dan keramaian warga, jalan dan rumah-rumah terlihat lengang, hanya terlihat beberapa anak kecil sedang bermain.

Karena letaknya yang berada di dataran tinggi, dari Balibo kita dapat melihat keindahan pemandangan alam di sekitarnya. Sepanjang mata memandang, tampak pegunungan menghijau dengan hiasan berupa awan putih berarak. Sementara itu jika memandangkan mata ke arah utara, akan tampat hamparan laut biru perairan Timor (dalam film Balibo 5, pemandangan laut didramatisir dengan kehadiran sejumlah besar kapal perang TNI-AL (kenyataannya, karena letaknya yang cukup jauh, sekitar 15 km, akan sangat sulit melihat kehadiran kapal perang dalam jumlah besar, apalagi jika harus melihat dengan mata telanjang).

Beberapa meter dari Monumen Deklarasi Balibo, terdapat sebuah gedung sekolah dasar yang dulunya dibangun Pemerintah RI sebagai Sekolah Dasar Negeri Balibo. Tampaknya tidak ada perubahan fungsi dari gedung tersebut, kecuali namanya yang dirubah menjadi sekolah dasar Timor Leste dan ditulis dalam bahasa Portugis. Sementara sebuah kantor yang mungkin dulunya digunakan sebagai kantor camat Balibo sekarang difungsikan sebagai kantor Pemerintah Sub-distrik Balibo.

Sama seperti kebanyakan warga Timor Leste, warga Balibo pun masih menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, selain Tetun. Seorang warga Balibo yang melihat saya sedang melakukan aksi potret memotret sambil tersenyum menyampaikan salam dalam bahasa Indonesia. Sayang karena keterbatasan waktu, dan cuaca cerah berubah menjadi hujan, kami segera bergegas menuju perbatasan RI-Timor Leste di Motaen, Kabupaten Belu (sekitar 10 km dari Balibo). Hal ini harus segera kami lakukan agar jangan sampai perjalanan turun dari Balibo terhambat oleh longsoran tanah dan batu akibat hujan yang deras.

Demikian cerita persinggahan singkat kami di Balibo, walau singkat namun sangat bermanfaat . Setidaknya saya bisa membayangkan dan merasakan bagaimana suasana historis di kawasan ini. Saya membayangkan bagaimana para tentara Indonesia dan sebagian masyarakat Timor Timur berjuang untuk mengintegrasikan wilayahnya dengan bertempur dan mempertaruhkan nyawanya di medan yang berbukit-bukit. Saya juga dapat membayangkan bagamana lebaynya Australia mendefinisikan perannya di Timor Leste dan terkadang mendramatisir kejadiaan di Balibo dan memanfaatkan kejadiaan saat konflik terjadi di Timor Leste untuk menekan Indonesia.

Menghadapi pandangan dan sikap berbagai pihak yang mungkin ingin mendiskreditkan Indonesia, langkah yang tepat adalah bukan dengan melakukan berbagai larangan, tapi justru membuat informasi yang sifatnya terpadu. Dari film Balibo 5 kita bisa mengambil pelajaran bahwa film tetaplah bisa dijadikan sebagai media untuk promosi dan proganda. Untuk itu, hal sederhana yang bisa dilakukan adalah membuat film dari sudut pandang Indonesia. Dalam sejarah integrasi Timor Timur ke Indonesia, kita tidak bisa memungkiri bahwa sejarah Indonesia di Timor Timur telah menjadi fakta, karenanya menuliskan apa yang terjadi merupakan keniscayaan. Langkah ini lebih efektif dalam memunculkan citra positif Indonesia di dunia internasional serta bisa menjaga hubungan baik Indonesia dengan negara tetangganya seperti Australia dan tentu saja Timor Leste. Kita banyak memiliki sutradara handal yang dapat membuat film-film bermutu dan bukankah kita juga banyak memiliki pengalaman dalam membuat film perjuangan dengan Belanda sebagai bad guynya?

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun