Mohon tunggu...
Aris Heru Utomo
Aris Heru Utomo Mohon Tunggu... Penulis, Pemerhati hubungan internasional, sosial budaya, kuliner, travel, film dan olahraga

Pemerhati hubungan internasional, penulis buku Bola Bundar Bulat Bisnis dan Politik dari Piala Dunia di Qatar, Cerita Pancasila dari Pinggiran Istana, Antologi Kutunggu Jandamu. Menulis lewat blog sejak 2006 dan akan terus menulis untuk mencoba mengikat makna, melawan lupa, dan berbagi inspirasi lewat tulisan. Pendiri dan Ketua Komunitas Blogger Bekasi serta deklarator dan pendiri Komunitas Blogger ASEAN. Blog personal: http://arisheruutomo.com. http://kompasiana.com/arisheruutomo

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Perjalanan ke Balibo, dari Deklarasi ke Film

30 Maret 2010   14:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:06 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_106573" align="alignleft" width="225" caption="Monumen Balibo 2010 / Foto by Aris Heru Utomo"][/caption]

Sabtu, 27 Maret 2010, cuaca sangat cerah ketika rombongan kami yang terdiri dari Duta Besar Agus Tarmidzi (Penasehat khusus ASEAN Kemlu Timor Leste), Victor Sambuaga (Sekretaris I Politik KBRI Dili) , Gatot H. Gunawan (Staf Direktorat Jenderal ASEAN Kemlu RI), Florence Pattipeilohy (Staf Politik KBRI Dili) dan saya sendiri meninggalkan Dili. Tujuan akhir dari perjalanan ini adalah Kota Maliana yang berjarak sekitar 100-an km dari Dili. Namun karena dalam perjalanan ke Maliana kami juga melewati Balibo, sebuah kota kecil yang terletak di dataran tinggi distrik Bobonaro atau sekitar 20 km sebelum Maliana, kami pun tidak melewatkan kesempatan untuk menyinggahi kota ini.

Balibo menjadi tempat yang patut disinggahi karena di tempat inilah tercatat salah satu episode sejarah hubungan Indonesia-Tinor Leste dimana lewat Deklarasi Balibo yang diproklamirkan pada tanggal 30 November 1975, sebagian masyarakat Timor Timur berkeinginan untuk berintegrasi dengan Indonesia. Nama Balibo juga menjadi daya tarik tersendiri karena menurut film Balibo 5 produksi Arenafilm Australia dan disutradarai Robert Connolly, di Balibo lah 5 awak jaringan televisi Australia terbunuh ketika sedang meliput berita. Film ini menjadi kontroversial dan dilarang peredarannya di Indonesia karena dipandang dapat menguak luka lama integrasi Timor Timur ke Indonesia, khususnya dikaitkan dengan keterlibatan Pasukan Khusus TNI dalam peristiwa kematian 5 awak televisi tersebut.

Untuk mencapai Balibo dari Dili setidaknya dibutuhkan waktu 3,5 jam perjalanan darat melewati jalan berkelok-kelok dan penuh lubang menyusuri pantai Timor hingga Batu Gade. Dari Batu Gade, kendaraan dibelokkan ke kiri menanjaki dataran tinggi dimana kota Balibo berada. Sama seperti perjalanan dari Dili-Batu Gade, perjalanan menuju Balibo, selain menanjak, juga berkelak-kelok dan penuh lubang serta sesekali dihadapkan pada longsoran tanah dan batu dari bukit-bukit sepanjang jalan. Dengan kondisi jalan yang kuirang nyaman, tidak mengherankan jika seorang anggota rombongan kami sempat muntah karena tidak tahan menghadapi guncangan.

Sepanjang perjalanan yang mendaki, terlihat pohon-pohon sawit yang tidak terawat dan bangunan-bangunan rumah yang ditinggalkan penghuninya, bahkan sebagian di antaranya masih memperlihatkan sisa-sisa terjadinya perusakan.

Tepat di tengah kota Balibo, masih tampak berdiri monumen Deklarasi Balibo berupa patung seorang pria Timor bersarung yang sedang memegang bendera dan berkalung seutas tali yang terputus. Lokasi monumen Deklarasi Balibo ini sangat strategis di antara dua bukit kecil dan jalan utama antara Maleno (kota sebelum Maliana) dan Batu Gade. Karena letaknya yang strategis inilah, tempat ini dulunya sering menjadi medan pertempuran. Siapa yang bisa menguasa bukit akan lebih mudah mengontrol kawasan tersebut. Tidak mengherankan jika di salah satu bukit terdapat benteng peninggalan Portugis (sekarang disana digunakan sebagai tempat berdirinya menara telekomunikasi), sementara di bukit satunya digunakan sebagai bangunan tempat tinggal dan pemakaman.

Monumen Deklarasi Balibo dibangun untuk mengenang ditandatangainya deklarasi yang mendukung integrasi Timor Timur dengan Indonesia oleh 4 partai politik yaitu Associacao Popular Democratica de Timur (Apodeti) yang dipimpin Arnoldo dos Reis Araujo dan Jose Fernando Osario Soares, Uniao Democratica Timorense (UDT) pimpinan Francisco Xavier Lopes da Cruz da Dominggos Olivera, KOTA (Klibur Oan Timur Aswin) pimpinan Jose Martin dan Partai Trabalista pimpinan A Barao.

Menurut Hendro Subroto dalam bukunya “Saksi Mata Perjuangan Integrasi Timor Timur” keinginan keempat partai untuk berintegrasi dengan Indonesia dilandasai kesengsaraan dan kekejaman selama penjajahan Portugal lewat tangan Fretilin (Frente Revolucionaria de Timor Lesta Independence) yang sedang berkuasa. Deklarasi Balibo juga dimaksudkan untuk menandingi pernyataan kemerdekaan yang dicetuskan Fretilin secara sepihak pada 28 Nopember 1975 dengan menyatakan berdirinya “Republik Demokrasi Timor Timur”.

Monumen ini sekarang sudah tidak terawat, penjelasan tentang monumen ini pun sudah tidak tampak, yang ada justru coretan-coretan grafiti di beberapa bagian monumen. Konon ketika masih menjadi bagian Indonesia, di depan monumen ini terdapat sebuah gedung museum yang mendokumentasikan berbagai informasi tentang proses integrasi Timor Timur dan Deklarasi Balibo.

Dalam film Balibo 5, di kawasan sekitar monumen inilah diperkirakan 5 awak jaringan televisi Australia nekad menjemput ajalnya saat tentara Indonesia bertempur dengan Fretilin. Kenapa saya bilang nekad? Karena sebenarnya kelima orang tersebut telah diperingatkan, bahkan oleh pihak Fretilin sendiri untuk meninggalkan Balibo yang sangat berbahaya bagi keselamatan mereka. Tetapi demi mendapatkan berita eksklusif dan yakin bahwa sebagai jurnalis tidak akan menjadi sasaran tembakan, mereka tetap bertahan disana hingga akhirnya terjebak dalam pertempuran yang mengakhiri kehidupan mereka pada 16 Oktober 1975.

Tuduhan bahwa tentara Indonesia melakukan pembunuhan biadab dan pelanggaran HAM serta kebebasan pers pun kemudian bermunculan. Bahkan pada bulan Februari 2007 Pengadilan New South Wales menyatakan bahwa “Balibo 5 (maksudnya kelima awak televisi tersebut), ditembak dan atau ditikam langsung, bukan di tengah pertempuran, guna membungkam upaya mereka mengekspose gerakan tentara Indonesia ke Timor Timur pada tahun 1975”.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun