Mohon tunggu...
Aris Dwi Nugroho
Aris Dwi Nugroho Mohon Tunggu... Dosen - Seseorang yang selalu ingin menjadi pembelajar sejati untuk menggapai kebahagiaan hakiki.

Email: anugrah1983@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradigma Baru Sebuah Kegagalan

5 Juli 2017   11:39 Diperbarui: 5 Juli 2017   11:46 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kegagalan merupakan sesuatu fenomena yang pasti pernah dialami oleh setiap manusia. Tidak mungkin ada seorang pun di antara kita yang dalam kehidupannya ingin menemui sebuah kegagalan. Gagal dalam berkarir, gagal dalam berbisnis, gagal dalam pendidikan, gagal dalam sebuah pertandingan atau kompetisi, gagal dalam mencari pasangan hidup, gagal dalam membina rumah tangga, dan berbagai kegagalan lainnya, semuanya memenuhi sudut-sudut kehidupan kita.

Apabila memperhatikan fenomena kegagalan yang terjadi dalam kehidupan kita, sebenarnya berawal dari keinginan, impian, dan cita-cita yang ada di dalam diri kita dalam menjalani kehidupan ini. Berharap sukses dalam berkarir, berkeinginan memiliki usaha yang maju dan terus berkembang, memenangkan sebuah pertandingan atau kompetisi, mendapatkan pasangan hidup yang ideal, memiliki pekerjaan yang dapat mencukupi kehidupan diri dan keluarganya, memiliki penghidupan yang layak dan berkecukupan, dapat membina rumah tangga yang harmonis dan bahagia, dan dapat meraih berbagai impian, harapan dan cita-cita lainya.

Sangat wajar apabila seseorang memiliki harapan-harapan semacam itu di dalam kehidupannya. Karena fitrah manusia memiliki nafsu yang akan terus melahirkan berbagai harapan, dan keinginan, dan selalu menghendaki seluruh harapan dan keinginannya tercapai. Fenomena tersebut sah-sah saja terjadi pada diri seseorang, selama harapan, dan keinginan, serta cara mewujudkannya tidak bertentangan dengan ajaran agama.

Dari banyaknya harapan, dan keinginan yang ingin diwujudkan oleh seseorang, banyak juga yang tidak dapat terwujud. Kegagalan selalu turut mewarnai kehidupannya. Tak sedikit di antara kita menemui kegagalan, padahal berbagai usaha yang dalam tataran pikiran manusia telah dinilai maksimal. Ketika menginginkan dan mengharapkan sesuatu, ternyata hasilnya tidak sesuai dengan keinginan dan harapan, hampir seluruh kita beranggapan itulah sebuah kegagalan.

Tak jarang diantara kita merasa kecewa dan malu apabila menerima sebuah kegagalan. Kecewa karena tidak terwujudnya sesuatu yang diinginkan dan diharapkan. Tentunya kondisi yang demikian sangat menyedihkan, dan terkadang menyakitkan. Malu karena kegagalan dianggap sebagai sebuah aib. Selain itu, kegagalan pun akan turut mengundang berbagai respon, komentar, penilaian, dan pendapat orang lain terkait dengan kegagalan yang terjadi. Sehingga dengan semua itu, membuat diri kita semakin takut dengan hadirnya kegagalan dalam kehidupan.

Rasa kecewa yang hadir ketika mengalami sebuah kegagalan yang sering terjadi pada diri kita, dikarenakan di dalam diri masih tertanam sebuah paradigma bahwa ikhtiar dan doa yang kita lakukan harus mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan dan keinginan. Dalam kondisi demikian, terkadang kita melupakan wujud Allah SWT yang memiliki hak prerogatif untuk menentukan dan mewujudkan hasil dari setiap ikhtiar dan doa yang kita lakukan. Dengan paradigma tersebut, sadar atau tidak sadar kita telah memaksa Allah SWT untuk menentukan dan mewujudkan hasil dari ikhtiar dan doa yang kita lakukan sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Tentunya ini bukanlah sikap yang layak dilakukan oleh seorang hamba kepada Tuhannya.

Kemudian paradigma yang semacam itu akan terus mengganggu psikologis kita manakala tidak terwujudnya harapan dan keinginan kita. Rasa kecewa terhadap kenyataan, sedih, bahkan putus asa dapat menghampiri kita, yang pada akhirnya dapat memberikan efek negatif terhadap pribadi kita, seperti stres dan depresi. Terlebih ketika berbagai usaha maksimal telah dilakukan, pengorbanan besar telah banyak dikerahkan, dan doa pun tidak terlewatkan kemaksimalannya, terkadang akan membuat seseorang merasa seperti dijatuhkan dari ketinggian yang sangat-sangat tinggi, apabila hasil yang diterima tidak sesuai dengan harapan dan keinginannya.

Dengan memperhatikan fenomena tersebut di atas, sepertinya kita harus mulai merubah paradigma terkait dengan kegagalan, yang selama ini ada di dalam diri kita. Paradigma kita pada umumnya selalu mengkaitkan kegagalan dengan hasil. Ketika hasil tidak sesuai dengan harapan dan keinginan, kita akan merasa kegagalan menghampiri kita. Cobalah mulai saat ini, tanamkan dalam pikiran kita bahwa kegagalan itu kaitannya adalah dengan proses. Karena proses merupakan sebuah kewajiban bagi seorang manusia yang harus dijalani, dan pewujudan hasil dari sebuah proses merupakan wilayah Allah SWT., yang memiliki hak prerogatif penuh terkait dengan hasil, yang sama sekali kita sebagai manusia tidak dapat menjamah wilayah itu.

Selain itu, proses inilah yang sebenarnya menjadi ajang yang Allah SWT sediakan bagi manusia untuk meningkatkan kualitas dirinya, baik sebagai makhluk individu, maupun makhluk sosial. Dengan proses yang dijalani dalam rangka mewujudkan hasil yang diharapkan atau diinginkannya, tersimpan banyak potensi yang dapat menjadikan diri kita menjadi pribadi yang beriman, bertakwa, dan memiliki berbagai sikap dan sifat yang terpuji baik terhadap Allah SWT, maupun terhadap sesama manusia. Kesabaran, ketabahan, keikhlasan, kesadaran, kerendahan hati, ketenangan, ketangguhan, kepedulian, keoptimisan, dan lain sebagainya akan berpotensi kita raih dalam menjalani sebuah proses dalam rangka mewujudkan harapan dan keinginan.

Betapa besar dan banyak manfaat dan keuntungan yang dapat diraih dari sebuah proses yang kita jalani tersebut, dan tentunya semua itu merupakan sesuatu yang lebih besar dibandingkan dengan sekadar terwujudnya harapan-harapan yang digantungkan dari sebuah proses yang dijalani. Oleh sebab itu, inilah sebenarnya sebuah kegagalan yang sesungguhnya, manakala kita tidak dapat meraih manfaat dan keuntungan besar yang terdapat pada setiap proses tersebut.

Berbagai usaha maksimal, berbagai pengorbanan telah banyak dikerahkan, dan disertai dengan doa yang tak henti-hentinya agar dapat terwujud sebuah harapan dan keinginan dalam kehidupan ini, bukanlah sesuatu yang mengharuskan terwujudnya sesuatu yang sesuai dengan harapan dan keinginan kita. Semua proses yang dilakukan tersebut merupakan bentuk perwujudan penghambaan (ibadah) kita kepada Allah SWT dalam rangka meraih ridho-Nya.   

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun