Mohon tunggu...
Aris Yeimo
Aris Yeimo Mohon Tunggu... Mahasiswa - Alumnus STFT Fajar Timur Abepura - Jayapura

Mengembara dan berkelana.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Tuhan "Ko di?": Sebuah Telaah Filosofis

14 Maret 2024   01:33 Diperbarui: 14 Maret 2024   01:41 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsafat merupakan cara manusia berpikir dengan kritis terhadap segala sesuatu. Kekritisan itu terwujud dalam tindakan manusia yang menyangsikan apa yang disekitarnya. Cogito bukanlah sesuatu yang bergantung pada hal apapun melainkan berada pada diri sendiri (an sich). Keberadaan cogito merupakan keberadaan cara berpikir filsafat yang murni dan radikal. Dalam hal ini filsafat tidak akan kehilangan jati dirinya. Cogito ditemukan lewat pikiran kita sendiri, sesuatu yang dikenali melalui dirinya sendiri, tidak melalui Kitab Suci, dongeng, pendapat orang, prasangka, dst.[5]

Metode kesangian melahirkan cogito, yang merupakan kesadaran kokoh dan murni dari manusia. Kesadaran itu berperan untuk mengenali apa yang dicerap oleh pancaindra secara autentik dan tidak didasarkan oleh pengandaian-pengandaian yang lain. Sejak peristiwa kelahiran manusia di dunia, manusia dianugerahi ide-ide bawaan yang juga merujuk kepada hal yang jasmaniah. Pemikirannya ini kemudian mencetuskan res cogitans yang adalah pikiran itu sendiri dan res extensa yang merujuk kepada keluasan atau jasmaniah.[6]  

Berangkat dari pengertian itu, ia menyatakan bahwa pikiran adalah substansi yang berdiri sendiri yang ada dengan kokoh atau bisa disebut dengan jiwa. Sedangkan keluasan merujuk kepada jasmaniah. Descarte mengatakan bahwa mustahil Allah yang Maha Benar itu menipu kita tentang adanya kejasmanian. Karena itu, materi adalah juga suatu substansi.[7] 

Hal ini menunjukkan bahwa res cogitans dan res extensa merupakan substansi yang memiliki keabsahannya masing-masing. Dalam hal ini, ia juga ingin menunjukan keberadaan Allah yang mengatasi segala substansi dan memberi jalan pada metode kesangsiannya bahwa itu akan menghantar manusia kepada kebenaran.

Dalam metode kesangsian yang telah digagasnya, Descartes pernah berakata demikian:

"Pada fakta bahwa kita sedang menyangsikan segala-galanya. Fakta bahwa saya sedang dalam proses penyangsian sendiri tidak dapat disangkal. Jadi, apabila saya meragukan segala sesuatu, tetap ada sesuatu yang tidak dapat disangkal. Jadi, apabila saya meragukan segala sesuatu, tetap ada sesuatu yang tidak mungkin diragukan yaitu bahwa saya sedang meragukan segala sesuatu. Jadi, bahwa saya sedang berpikir. Dan kalau pasti bahwa saya berpikir, maka ada lagi yang pasti dan tidak dapat diragukan, yaitu bahwa saya sendiri cogito ergo sum! Saya berpikir, maka saya ada!".[8]


Melalui pemikirannya itu, Descartes tidak berkmasud untuk menolak semua filsuf yang lain yang ia anggap benar. Dia tidak menganggap bahwa semua proposisi yang dikemukakan oleh para filsuf adalah salah. Beberapa di antaranya mungkin benar, meskipun mereka harus ditemukan kembali, dalam arti bahwa kebenarannya harus dibuktikan dengan cara yang teratur dan dengan cara kerja sistematis.[9] Ia berperan sebagai subyek yang membuktikan kembali kebenaran dengan cara kerja yang teratur dan sistematis, hal ini dimaksudkan agar pemikiran filsafat tetap berada pada keautentikannya.

Pemikiran Descartes tentang metode kesangsian yang kemudian melahirkan res cogitans dan res extensa membuahkan pengertian adanya hubungan jiwa dan badan meskipun pemikiran ini terlebih dahulu dipelopori oleh Plato, namun Descartes mengemasnya secara baru. Pemikiran Descartes tentang hubungan badan dan jiwa merujuk kepada dua hal yang terpisah. Ia menyebut badan sebagai I'homme machine, atau mesin yang bisa bergerak sendiri sedangkan Jiwa bertugas mengendalikan mesin ini.[10] 

Badan memiliki ke-otonomian-nya sendiri, ia bergerak tanpa ada campur tangan pikiran dan jiwa. Jiwa berperan sebagai pengendali yang mengarahkan badan kepada kebaikan. Badan dan jiwa merupakan dua realitas yang berbeda. Hubungan badan dan jiwa yang terdapat dalam manusia membedakannya dari binatang. Binatang hidup tanpa jiwa sehingga segala gerak tubuhnya tunduk pada naluri alamiahnya. Hewan berperilaku secara otomatis dan tidak memiliki kebebasan dalam menggerakan tubuhnya. 

Metode kesangsian yang dicetuskan oleh Rene Descartes mengemas cara berpikir manusia secara baru. Pemikiran secara baru terlepas dari banyak pengandaian yang terdahulu untuk membuktikan kembali kebenaran yang sudah ada dengan cara berpikir yang baru. Kinerja berpikir yang seperti ini bermaksud untuk tetap mempertahankan keradikalan dalam berpikir filsafat. 

Keradikalan itu sendiri bersumber pada cara berpikir subyek yang tidak didominasi oleh pemikiran-pemikiran terdahulu. Filsafat kesadaran yang dianut oleh Rene Descartes bergerak dengan menyangsikan segala sesuatu untuk membuktikan kebenaran yang ada. Pada masa ini, ratio manusia diasah dengan cara menyangsikan segala sesuatu guna semakin memberadakan keberadaannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun