Mohon tunggu...
Ari Rosandi
Ari Rosandi Mohon Tunggu... Pemungut Semangat

Menulis adalah keterampilan, mengisinya dengan sesuatu yang bermakna adalah keniscayaan

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Remaja Putri: Kamu Bukan Rapuh, Tapi Sedang Bertumbuh

26 September 2025   11:33 Diperbarui: 26 September 2025   11:33 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

(Refleksi Tulisan sebelumnya: Guru, Orangtua, dan Peta Pulang: Cara Sederhana Menjadi Teman Remaja Putri)

Untuk remaja putri yang pernah merasa capek tanpa alasan, tiba-tiba mau menangis, kemudian menatap cermin dan cermin seperti menatap balik seolah menguliti dan merundung tiada henti. Untuk kamu yang sering terjebak scroll media sosial dan merasa bahwa semua orang lebih cantik, lebih pintar, lebih punya arah, sementara kamu… ya kamu, masih disini, berusaha bernafas rapi. Kalau iya, bolehkah saya bilang sesuatu: sebenarnya kamu tidak hancur. Kamu sedang bertumbuh. Dan bertumbuh itu sudah pasti berisik. Ada tulang sikap yang sedang memanjang, ada otot keberanian yang baru dilatih, ada kulit kepercayaan diri yang kadang gatal saat menebal. Semua itu normal.

Kita mulai dari yang paling dekat: hatimu sendiri. Ia seperti halnya rumah. Kadang rapi, kadang berantakan, kadang lampunya redup. Ketika redup, kebiasaan kita adalah memaki kegelapan. Padahal, yang lebih berguna adalah kalau kita menyalakan satu lampu kecil dulu. Lampu kecil itu bisa berupa kalimat lembut untuk diri sendiri: “Aku capek, dan itu bukan dosa.” Dari kalimat sesederhana itu, kamu memberi sinyal pada otak: aman, kamu boleh beristirahat sebentar. Di dunia yang sering memaksa cepat, istirahat sejenak adalah keberanian.

Lalu soal cermin dan layar. Dua benda yang seharusnya netral, sering berubah jadi hakim yang cerewet. Cermin hanya memantulkan wajahmu, bukan harga dirimu. Layar hanya memantulkan pilihan orang lain, bukan takdirmu. Standar yang kamu lihat di internet sering lahir dari edit, filter, angle, dan timing

Hidup tidak punya tombol beauty mode, tapi hidup punya ruang proses, yang justru bikin kamu nyata dan menarik. Jika beranda medsosmu bikin hati kecut, itu tanda bukan kamu yang salah, tapi “taman”mu yang butuh ditata ulang. Cabut gulma (akun-akun yang bikin kamu merasa tidak cukup), tanam benih (akun yang membuatmu belajar, tertawa, berdaya). Dan sebelum tidur, beri dirimu hadiah: waktu tanpa layar. Enam puluh sampai sembilan puluh menit. Biar matamu pulang sejenak. Biar otakmu ingat bahwa malam diciptakan untuk memulihkan, bukan menghakimi.

Sekarang tentang belajar dan ambisi. Kamu boleh punya mimpi tinggi. Tapi ingat: mimpi itu diantarkan oleh langkah kecil yang konsisten, bukan lompatan yang membuatmu kehabisan napas. Ada pola sederhana yang mungkin bisa dicoba: 25 menit fokus, 5 menit jeda (minum, tarik napas 4 hitungan, tahan 4, hembus 6), ulang sampai dua atau tiga putaran. Tanyakan pada dirimu setiap minggu: satu tugas besar apa yang ingin aku selesaikan? Tiga tugas sedang? Lima tugas kecil? Setiap kali selesai satu hal kecil, catat. Itu bukan daftar tugas, itu catatan kemenangan. Dan kalau ada hari yang gagal, ingat: “gagal” itu bisa jadi data, bukan vonis atau identitas. Besok masih milikmu.

Tubuhmu juga butuh kamu rangkul. Tubuhmu bukan project by design dari orang lain. Ia bukan papan reklame untuk standar siapapun. Ia adalah saranamu untuk berlari, tertawa, memeluk, berkarya, beribadah dan hidup. Siklus bulananmu mungkin membuat energi naik turun, itu bukan kelemahan; itu ritme. Di hari energi rendah, kamu boleh memperlambat, memilih review dari tugas yang paling berat. Di hari energi tinggi, keluarkan kreativitas: presentasi, project, ide. Kamu bukan malas; kamu sedang belajar membaca cuaca dalam dirimu sendiri.

Bagaimana dengan pertemanan? Hubungan yang sehat membuatmu tumbuh, bukan menciut. Jika sebuah pertemanan atau hubungan membuat dadamu sesak lebih sering daripada lega, itu bukan “kamu terlalu sensitif”, itu tanda kamu sedang mendengar alarm. Batas itu cantik. “Tidak” itu vitamin. Kamu tidak wajib membalas pesan secepat kilat. Kamu tidak wajib memikul semua rahasia sendirian. Kalau bingung, cek tiga pertanyaan: (1) Aku boleh ngga jadi diriku? (2) Apakah aku akan aman kalau berkata jujur? (3) Apakah ada ruang untuk saling tumbuh? Kalau tiga-tiganya “tidak”, jangan memaksa dirimu tinggal di kamar yang lampunya padam. Keluar pelan-pelan. Cari udara.

Ada juga cara ngobrol dengan diri sendiri, suara kecil yang tetap menyertai, bahkan saat semua orang diam. Latih ia jadi sahabat, bukan pengkritik kejam. Saat pikiran berkata, “Aku selalu gagal,” jawab dengan bukti: “Tidak". Minggu lalu aku bisa menyelesaikan tugas esai dari sekolah. Dua hari ini aku bangun tepat waktu.” Saat pikiran berkata, “Aku jelek,” balas dengan fungsi: “Tubuhku ini kuat untuk mengajakku berjalan. Tanganku menulis. Mataku belajar.” Ini bukan tipu-tipu; ini mendidik ulang otak agar melihat lengkap, bukan hanya sisi gelap saja.

Kamu juga berhak punya tempat aman di luar kepala: orang dewasa terpercaya (wali kelas, guru BK, orang tua, atau kakak), dan teman aman (satu orang yang bisa kamu hubungi saat perlu ditenangkan, bukan diperintah). Tidak ada medali untuk “sanggup jalan sendiri”. Minta tolong bukan lemah; itu tanda kamu tahu pintu mana yang harus diketuk. Kalau hatimu berisik sekali, tulis. Jurnal itu seperti selokan yang lancar: ia mengalirkan yang mampet. Tidak perlu indah, cukup jujur. Coba tiga baris saja setiap malam:

  1. “Hari ini aku bangga karena……….”

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    4. 4
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Parenting Selengkapnya
    Lihat Parenting Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun