Mohon tunggu...
Ari J. Palawi
Ari J. Palawi Mohon Tunggu... Petani Seni dan Akademisi

The Sonic Bridge Between Tradition and Innovation

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menumbuhkan Respek terhadap Seni di Tengah Obsesi terhadap STEM

27 Mei 2025   02:12 Diperbarui: 22 Juli 2025   00:31 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kuliah Umum, Kelas Master & Resital Dr. Royke B. Koapaha (2018)

Dunia pendidikan juga harus menghapus pandangan yang menempatkan seni sebagai bidang "kurang penting" dibandingkan ilmu eksakta. Seni dan ilmu eksakta bukanlah dua hal yang terpisah, tapi dua sisi yang saling melengkapi. Kita juga perlu tokoh publik yang menunjukkan bahwa menghargai seni adalah bagian dari tanggung jawab sosial.

Contoh-contoh nyata ada di sekitar kita. Kamila Andini, sutradara perempuan Indonesia, menggunakan film untuk menyuarakan isu gender dan tradisi. Butet Kartaredjasa, yang berlatar belakang seni rupa, menggunakan teater sebagai sarana demokrasi dan kritik sosial. Bahkan Didi Kempot, dengan lagu-lagunya, mengangkat bahasa daerah dan mengubah kesedihan menjadi kekuatan bersama. Mereka membuktikan bahwa seni punya kekuatan untuk mengubah dunia.

Di luar negeri, Steve Jobs, pendiri Apple, mengakui bahwa kelas kaligrafi yang diikutinya menginspirasi desain tipografi komputer modern. Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman, juga mencintai opera dan percaya bahwa musik mengajarkan kita untuk mendengarkan perbedaan dan memahami tanggung jawab sosial.

Seni Sebagai Fondasi Masa Depan

Kami tidak sedang meremehkan pentingnya STEM. Tetapi kita harus ingat bahwa seni juga merupakan bagian dari pembangunan yang tak bisa dipisahkan. Masa depan yang berkelanjutan butuh lebih dari sekadar teknolog. Kita membutuhkan empati, kreativitas, dan nilai-nilai kemanusiaan yang semuanya bisa dipelajari lewat seni.

Di Indonesia, seni adalah bagian dari kebudayaan yang harus dijaga dan dilestarikan. Melalui Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, kita menempatkan seni sebagai salah satu sumber daya penting untuk pembangunan negara. Seni adalah cara kita bernegosiasi dengan identitas, etika, dan tantangan global yang semakin kompleks.

Seni Indonesia juga makin diakui di dunia. Mulai dari batik dan gamelan yang menjadi warisan dunia, hingga film dan seni rupa kontemporer yang masuk festival internasional. Tapi, potensi ini tak akan berkembang tanpa ekosistem yang adil dan mendukung.

Kini saatnya kita memberikan penghargaan lebih kepada dosen dan mahasiswa seni—pendidik dan pembelajar seni—baik formal, informal, dan non formal. Bukan hanya karena mereka "juga pintar", tapi karena mereka adalah sumber inspirasi yang mampu mengubah dunia dengan keindahan.

Seni bukan hanya pelengkap masa depan. Ia adalah fondasi yang menjaga kita tetap manusiawi di tengah kecepatan zaman. Di tengah krisis makna, seni memberi arah moral. Di tengah disrupsi, seni membangun ketahanan. Dan di tengah perbedaan, seni menjadi bahasa yang merangkul keberagaman.

Kuliah Umum, Kelas Master & Resital Dr. Royke B. Koapaha (2018)
Kuliah Umum, Kelas Master & Resital Dr. Royke B. Koapaha (2018)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun