Dunia pendidikan juga harus menghapus pandangan yang menempatkan seni sebagai bidang "kurang penting" dibandingkan ilmu eksakta. Seni dan ilmu eksakta bukanlah dua hal yang terpisah, tapi dua sisi yang saling melengkapi. Kita juga perlu tokoh publik yang menunjukkan bahwa menghargai seni adalah bagian dari tanggung jawab sosial.
Contoh-contoh nyata ada di sekitar kita. Kamila Andini, sutradara perempuan Indonesia, menggunakan film untuk menyuarakan isu gender dan tradisi. Butet Kartaredjasa, yang berlatar belakang seni rupa, menggunakan teater sebagai sarana demokrasi dan kritik sosial. Bahkan Didi Kempot, dengan lagu-lagunya, mengangkat bahasa daerah dan mengubah kesedihan menjadi kekuatan bersama. Mereka membuktikan bahwa seni punya kekuatan untuk mengubah dunia.
Di luar negeri, Steve Jobs, pendiri Apple, mengakui bahwa kelas kaligrafi yang diikutinya menginspirasi desain tipografi komputer modern. Angela Merkel, mantan Kanselir Jerman, juga mencintai opera dan percaya bahwa musik mengajarkan kita untuk mendengarkan perbedaan dan memahami tanggung jawab sosial.
Seni Sebagai Fondasi Masa Depan
Kami tidak sedang meremehkan pentingnya STEM. Tetapi kita harus ingat bahwa seni juga merupakan bagian dari pembangunan yang tak bisa dipisahkan. Masa depan yang berkelanjutan butuh lebih dari sekadar teknolog. Kita membutuhkan empati, kreativitas, dan nilai-nilai kemanusiaan yang semuanya bisa dipelajari lewat seni.
Di Indonesia, seni adalah bagian dari kebudayaan yang harus dijaga dan dilestarikan. Melalui Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan, kita menempatkan seni sebagai salah satu sumber daya penting untuk pembangunan negara. Seni adalah cara kita bernegosiasi dengan identitas, etika, dan tantangan global yang semakin kompleks.
Seni Indonesia juga makin diakui di dunia. Mulai dari batik dan gamelan yang menjadi warisan dunia, hingga film dan seni rupa kontemporer yang masuk festival internasional. Tapi, potensi ini tak akan berkembang tanpa ekosistem yang adil dan mendukung.
Kini saatnya kita memberikan penghargaan lebih kepada dosen dan mahasiswa seni—pendidik dan pembelajar seni—baik formal, informal, dan non formal. Bukan hanya karena mereka "juga pintar", tapi karena mereka adalah sumber inspirasi yang mampu mengubah dunia dengan keindahan.
Seni bukan hanya pelengkap masa depan. Ia adalah fondasi yang menjaga kita tetap manusiawi di tengah kecepatan zaman. Di tengah krisis makna, seni memberi arah moral. Di tengah disrupsi, seni membangun ketahanan. Dan di tengah perbedaan, seni menjadi bahasa yang merangkul keberagaman.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI