Mohon tunggu...
Ario Aldi L
Ario Aldi L Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Menulis ketika senggang, semakin banyak belajar semakin tidak tau apa-apa.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Seperti Roda Berputar

31 Juli 2020   00:59 Diperbarui: 31 Juli 2020   00:54 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jerman Erpel Rhein, Pixabay.com


Dilema antara kesehatan dan ekonomi makin deras terasa. Hal ini terbukti dengan berbagai hal yang telah mencuat kepermukaan. Misalnya pasien terdampak virus corona yang mencapai angka 100.000. Angka yang tidak sedikit. Berbagai meme  beredar, dengan simbol yang unik. Benar, achievement subscriber Youtube yang dirubah menjadi achievement corona dengan passing grade seratus ribu. Tapi hal ini tentu bukanlah hal yang menarik. Tetapi lebih ke arah miris dan susah ditemukan obatnya. Yang dihadapi tidak hanya virus semata. 

Melainkan kebiasaan masyarakat yang tidak mau menjaga hal tersebut. Saya bisa berbicara agak panjang. Karena belakangan ini saya sering membantu orang tua saya berjualan di pasar sebuah kota dengan label industri dan santri. Tentunya dalam hal ini yang bisa menstimulus kestabilan nasional adalah ikut andil masyarakat di dalamnya. Memang hal ini terasa berat. Karena kita mau tidak mau harus berperilaku dan beradaptasi dengan keadaan yang baru. 

Tentu kita tidak bisa berharap banyak pada pemerintah. Pertama karena mobilitasnya yang kurang merata dan kurang tanggap. Kedua karena pluralitas yang menjadi budaya masyarakat sudah mengakar. Tapi tunggu sebentar. Bukankah pluralitas adalah budaya yang baik. Benar, dalam konteks kenegaraan pluralitas dan ragam budaya adalah hal yang baik untuk menunjang keberlangsungan suatu negara. 

Baca : Tuan dan Nyonya yang Lucu

Tapi dalam hal ini justru pluralitas bisa menjadi salah jika penempatan konteksnya tidak tepat dan salah kaprah dalam memahaminya. Bagaimana dengan anggapan masyarakat bahwa masker hanya digunakan sebagai barang fashion belaka? tentu hal ini akan menjadi semakin rumit.

Kita tentu harus adil sejak dalam pikiran. Implementasi yang jujur dan transparan. Tapi bukankah masing-masing individu memiliki pekerjaannya masing-masing? benar. Tapi dalam ekosistem yang ada saat ini hal tersebut akan menjadi asumsil yang menjerumuskan. Untuk keluar dari masa-masa sulit yang merata seperti ini dibutuhkan sinergitas. Meskipun kita sadar benar, bahwa kita tidak boleh berharap pada regulasi pemerintah sepenuhnya. 

Memangnya jika kita tidak berharap pada pemerintah. Apa yang bisa kita lakukan? Pertanyaan tersebut menarik. Pasti. Saya akan menemani saudara berbincang cukup lebar soal itu. Semua orang merasakan dampaknya. Mulai dari pemutusan hubungan kerja sepihak hingga ekosistem sosial yang rancu. Setidaknya dalam masa-masa seperti ini sebagai masyarakat atau apapun itu. Mungkin kita bisa ikut andil. 

Dengan konsisten menerapkan protokol kesehatan, sembari bekerja dengan sepenuh hati. Terdengar receh memang. Tapi sekiranya hal itulah yang sedang kita butuhkan. Mindset dan pola pikir harus ditata sedemikian rupa. Agar goal yang masyarakat dan negara inginkan dapat terwujud dalam waktu dekat. Sebagai mahasiswa mungkin saya tidak pantas berbicara seperti ini, terdengar menggurui dan tidak asyik memang. Ah, andai kita bisa berbincang lebih jauh soal ini. Akan saya pesankan kopi yang enak di daerah tempat saya tinggal.

Artikel lainnya : Pembelajaran Jarak Jauh dan Absurditas

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun