Mohon tunggu...
Dimas Wibisono
Dimas Wibisono Mohon Tunggu... Guru - Akademisi di salah satu universitas di Riyadh, Arab Saudi

Lahir, membesar dan sekolah di Yogyakarta. Sampai kini masih belajar sambil mengajar di lingkungan pendidikan tinggi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Banyak Hal Tricky di Saudi

22 November 2019   12:52 Diperbarui: 22 November 2019   13:33 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di beberapa negara yang kami pernah tinggal, umumnya layanan publik mempunyai standar layanan tertentu yang dapat diterima masyarakat. Misalnya di setiap kantor ada resepsionis yang bertugas memberikan informasi kepada pelanggan yang datang atau yang menanyakan melalui telepon. Di bank atau klinik biasanya ada sistem antrian yang mengatur giliran pelanggan yang akan dilayani. Begitupun di Arab Saudi, resepsionis dan sistem antrian itu ada wujudnya. Hanya saja, biasanya, sistem tersebut tidak difungsikan sebagaimana mestinya.

Di klinik universitas tempat saya bekerja misalnya, ada juga resepsionis. Karena di perguruan tinggi ini banyak 'expatriate' (staff non-Arab dan tidak faham bahasa Arab), sepatutnya resepsionis punya kemampuan berbahasa Inggris yang cukup. Kenyataannya, kemampuan bahasa Inggrisnya sangat minim, menyulitkan staff atau keluarganya yang memerlukan layanan kesehatan. Terlebih lagi, layanan untuk pasien laki-laki dan perempuan terpisah. Sehingga apabila ada kendala di bagian layanan perempuan, si suami atau bapaknya sama sekali tidak dapat membantu.

Untuk dapat berkonsultasi dengan dokter ahli kita harus membuat perjanjian dulu mengenai hari dan jam konsultasi. Sayangnya pesawat telepon yang ada di meja resepsionis 'tidak berfungsi', atau lebih tepatnya tidak difungsikan sesuai dengan peruntukannya. Pertama, si resepsionis tidak mampu menjawab pertanyaan memakai bahasa Inggris. Kedua, pesawat telepon itu, sekalipun berdering, tidak pernah diangkat. Kalau saya mencoba menelpon ke nomor itu hanya ada dua kemungkinan: terdengar nada sibuk, atau ada nada panggil tapi tidak pernah dijawab.

Saya pernah minta tolong kepada teman orang Mesir yang sudah lama bekerja disini, dan tentu saja fasih berbahasa Arab, untuk membuat janji temu dengan dokter ahli kulit. Kata teman saya: "Percuma ditelepon, nggak akan dijawab, kamu harus datang kesana untuk membuat janji temu itu". Saya curiga, ada kemungkinan pesawat telepon itu dering nada panggilnya sengaja dimatikan, sehingga si resepsionis tidak akan mendengar nada panggil bila ada telepon masuk. Kemungkinan kedua, dia sering menggunakan telepon, baik untuk urusan pribadi ataupun pekerjaan, sehingga, ketika dihubungi, sering terdengar nada sibuk.

Layanan Bank Non-Standar

Saya menjadi nasabah salah satu bank nasional Saudi, karena itu menjadi persyaratan ketika masuk menjadi staff disini. Untuk memudahkan urusan finansial (belanja, membayar iuran sekolah anak, memesan hotel, dan lain-lain), saya mendaftar sebagai pengguna kartu kredit. Didalam 'ketentuan dan syarat' (terms and conditions) memang disebutkan hal-hal (diantaranya) sebagai berikut: biaya aktivasi 100 riyal, iuran tahunan (annual fee) 50 riyal, jasa layanan (service fee) 2.5% untuk pemakaian kartu kredit diluar negeri, 28 riyal untuk pengambilan tunai di ATM. Dua point terakhir itu yang menjadi masalah karena sangat 'tricky'. Begini ceritanya.

Sebelum memiliki kendaraan sendiri saya sering naik taksi online Uber untuk pergi ke kantor atau berbelanja dengan keluarga. Tagihan yang masuk selalu lebih tinggi dari yang tertera di aplikasi Uber. Sewaktu saya masih memakai kartu kredit yang dikeluarkan oleh bank di Malaysia, hal seperti ini tidak pernah terjadi. Ketika saya tanyakan ke bank yang bersangkutan, katanya itu 'penyesuaian' (adjustment). Tapi penyesuaian untuk apa tidak dijelaskan. Kalau melihat angkanya jelas 2.5%, seolah-olah transaksinya diluar negeri. Padahal jelas didalam negeri (Riyadh atau Mekkah).

Apakah karena proses 'billing'nya melalui kantor pusat Uber di Amsterdam (Belanda), sehingga dikategorikan sebagai transaksi luar negeri (overseas transaction)? Berbeda dengan ketika saya berbelanja di Carrefour misalnya, tidak ada angka penyesuaian, karena sekalipun pusat Carrefour ada di Perancis, transaksinya sepenuhnya lokal. Pertanyaan saya itu tidak terjawab. Dan karena cukup sering menggunakan Uber, kerugian akibat penyesuaian itu cukup besar.

Kartu kredit saya itu sekalipun ada nama 'Visa' sebetulnya lebih mirip kartu debit. Karena untuk bisa digunakan harus diisi (top up) dulu. Jumlah maksimum transaksi sebesar saldo yang ada di kartu kredit, mirip pulsa telepon. Saya ada ide bagus agar tidak perlu membawa kartu debit dan kartu kredit secara bersamaan untuk alasan keamanan. Jadi kartu kredit itu saya isi secukupnya agar bisa difungsikan sebagai kartu kredit dan kartu debit sekaligus, untuk mengambil uang tunai dari ATM kalau diperlukan. Jasa layanan (service fee) 28 riyal setahun rasanya cukup memadai, tidak terlalu memberatkan.

Begitulah, saya sempat mengambil uang tunai dari ATM menggunakan kartu kredit itu 14 (empat belas kali) dalam waktu kurang dari setahun, sebelum akhirnya menyadari bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam daftar transaksi (list of transactions). Karena setiap kali sehabis mengambil uang tunai selalu ada tambahan pengeluaran yang dinamakan 'cash advance fee' sebesar 28 riyal.

Saya teringat 'ketentuan dan syarat' kartu kredit tentang jasa layanan 28 riyal untuk pengambilan tunai itu. Saya tanyakan kepada teman yang mengerti bahasa Arab, disitu tidak disebutkan 28 riyal itu jasa per transaksi atau per tahun. Kenyataannya ditagihkan per transaksi. Padahal jasa layanan yang lain dihitung per tahun. Perasaan saya, bank sengaja menjebak dengan ketentuan yang tidak jelas, tidak jauh beda dengan kasus 'overseas transaction' untuk Uber yang saya ceritakan diatas. Bahwa bank sengaja mencantumkan informasi yang 'tricky' (menjebak) nampak jelas pada penjelasan dibawah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun