Mohon tunggu...
Arike Amanda Syaqofa
Arike Amanda Syaqofa Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya adalah seorang mahasisiwa ilmu komunikasi yang memiliki minat dalam publick speaking, selain itu saya juga menyukai hal yang berhubungan dengan kencatikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Gelar Pengabdian Masyarakat di Dusun Sajen, Edukasi Kenakalan Remaja Lewat Board Game

21 Juli 2025   00:30 Diperbarui: 21 Juli 2025   10:32 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penerapan APE   Sumber: Dokumentasi pribadi

Pada hari, Jum`at 18 Juli 2025 telah dilaksanakan pengabdian masyarakat dengan judul LARI DARI MASALAH yang berfokus pada santriwati pondok pesantrem Sabilul Rahma International Boarding School (SABIRA IBS). Pengabdian masyarakat dilakukan oleh mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya (UNTAG SURABAYA), pengabdian ini dibimbing oleh pembimbing lapangan bapak Rizki Dwi Bakhtiar surin, S.Psi., M.Psi., Psikolog dan dilaksanakan oleh mahasiswa Ridho Abdillah prodi Ilmu Komunikasi.

melalui kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto. Permainan ini dirancang untuk membuka ruang refleksi bagi santri untuk memahami dampak dari setiap tindakan yang dipilih mereka. Permainan ini tidak sekedar hiburan semata, tetapi untuk mengevaluasi perilaku dan keputusan mereka secara pribadi. Hal ini, santri didorong untuk lebih menyadari pentingnya berfikir jangka Panjang setiap tindakan yang mereka pilih.

keterlibatan mereka dalam permainan edukatif ini, santri akan memperoleh sejumlah manfaat yang bisa diterapkan, antara lain: pemahaman materi yang disampaikan oleh mahasiswa lebih mudah dipahami karena dikemas secara interaktif. Selain itu, permainan ini juga bisa melatih untuk berfikir kritis dalam pengambilan keputusan. Hal ini, meningkatkan motivasi dan partisipasi mereka dalam proses pembelajaran di lingkungan pesantren.

Keberhasilan pendidikan karakter terletak pada sejauh mana ia kontekstual. “Lari dari Masalah” unggul karena ia menyentuh realitas keseharian santri: kamar asrama, jadwal mengaji, tekanan teman, aturan pondok, dan kerinduan pada rumah. Permainan ini tidak abstrak, tidak mengawang, tapi justru sangat membumi.

Nilai-nilai seperti tanggung jawab, kejujuran, introspeksi, dan kerja sama ditanamkan bukan lewat definisi, tetapi lewat pengalaman. Ketika seorang pemain memilih kabur dari pondok dan mendapatkan sanksi dalam permainan, ia tidak hanya membaca konsekuensi, tapi merasakannya — dalam bentuk hambatan, kehilangan giliran, atau terlempar kembali ke awal.

Boardgame ini juga dirancang dengan menarik secara visual dan partisipatif. Dengan kartu bergambar, dadu, papan warna-warni, dan tokoh fiktif yang relatable, santri tertarik untuk terlibat. Metode ini juga memfasilitasi pembelajar visual dan kinestetik.

Lebih dari itu, partisipasi aktif dalam permainan menciptakan suasana belajar yang tidak menegangkan. Santri tidak merasa diawasi, tapi justru merasa menjadi bagian dari cerita. Ini membuat proses pembelajaran menjadi alami, tidak dibuat-buat, dan bersifat membekas.

Permainan ini diterapkan dengan 5 orang yang  sudah dibagi karakternya masing-masing, 3 orang bermain boardgame dan 2 orang menjadi penulis.  Permainan  boardgame dilakukan  selama kurang lebih 45–60 menit. Dalam proses ini, fasilitator dari mahasiswa mendampingi dan mengarahkan diskusi ringan tentang pilihan-pilihan yang mereka ambil di dalam permainan.

Selama permainan berlangsung, terjadi berbagai dinamika menarik. Beberapa peserta bersikap hati-hati dalam memilih, sebagian lain bersikap impulsif. Yang paling menarik, setelah beberapa putaran, muncul kesadaran kolektif bahwa tindakan lari dari masalah—baik membolos, berbohong, maupun kabur—justru menghadirkan lebih banyak konflik.

Puncak dari kegiatan ini adalah minidrama. Santri memilih satu alur cerita dari permainan yang mereka mainkan untuk dijadikan skenario drama singkat. Drama ini kemudian dipentaskan di hadapan teman-teman yang lain dan para pengurus pondok.

Drama menjadi wahana ekspresi yang luar biasa. Dengan memerankan tokoh yang mereka mainkan sebelumnya, para santri benar-benar menghidupkan cerita, lengkap dengan konflik batin, penyesalan, dan usaha memperbaiki diri. Beberapa adegan bahkan membuat penonton larut dalam emosi karena begitu dekat dengan kenyataan hidup mereka.

Dalam sosialisasi yang dilakukan di pondok Sabira Arike selaku mahasiswa yang menyampaikan materi. Merasa pengalaman ini menjadi yang sangat berharga. Tidak hanya bagi para santri, tetapi bagi kami sebagai fasilitator. Hal itu, memang menjadi konsep awal dari kelompok kami untuk menghadirkan media edukasi yang mampu menumbuhkan kesadaran, bukan hanya sekedar memberikan nasihat. Board game “Lari dari Masalah” kami rancang agar santri belajar mengambil keputusan, memahami konsekuensi tindakannya, dan berefleksi secara mandiri. Respons para santri sangat positif—mereka tidak hanya bermain, tetapi juga saling berinteraksi, berdiskusi, bahkan menuangkan pengalaman dan perasaan mereka melalui drama. Saya percaya, perubahan perilaku dimulai dari pengalaman yang menyentuh dan dialog sesame santri yang jujur. Saya berharap program ini menjadi awal bagi model pembelajaran karakter yang lebih menyenangkan dan bermakana

Sosialisasi yang dilaksanakan di pondok Sabira mendapatkan respon baik dari Ustadzah nita selaku pengajar yang mendampingi acara dari awal sampai akhir. Beliau mengapresiasi inisiatif mahasiswa UNTAG Surabaya melalui kegiatan pengabdian masyarakat ini. Ide-ide kreatif seperti ini yang dibutuhkan sebagai edukasi interaktif. Permainan boardgame menjadi warna baru bagi kita yang menjadikan edukasi ini berbeda dengan edukasi-edukasi sebelumnya. Harapan kami, permainan edukatif ini tidak hanya sebatas program kerja semata, tetapi bisa menjadi proyek jangka Panjang bagi pondok sabira yang menjadikan permainan ini sebagai  alat edukasi interaktif.


Kesimpulan: Dari Permainan ke Perubahan

Kegiatan pengabdian masyarakat mahasiswa Untag Surabaya di Desa Sajen, khususnya di Pondok Pesantren Sabilulrahma, menunjukkan bahwa pendidikan karakter bisa dilakukan dengan cara yang kreatif, reflektif, dan menyenangkan. Melalui APE Lari dari Masalah, para santri tidak hanya diajak bermain, tetapi juga diberi ruang untuk memahami diri mereka sendiri, menghadapi kenyataan, dan belajar bertanggung jawab.

Lebih jauh lagi, proses riset dan pembuatan APE ini memberikan pelajaran penting bahwa perubahan perilaku bukan berasal dari paksaan, tetapi dari pengalaman yang menyentuh, dialog yang jujur, dan refleksi yang mendalam. Apa yang dimulai dari permainan, bisa menjadi awal perubahan nyata dalam hidup para santri.

Semoga APE Lari dari Masalah terus berkembang, digunakan di pesantren-pesantren lain, dan menjadi inspirasi dalam mendidik generasi muda dengan cara yang lebih manusiawi dan bermakna.

PENULIS :

Ridho Abdillah (1152200220)

Intan Yanrisyah putri (1512200154)

Retha Putri Wilujeng (1122200046)

Arike Amanda Syaqofa (1152200303)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun