Ikan goreng yang tersaji melengkapi sepaket menu pesanan, memiliki kegurihan yang optimal mengingat cara masaknya pasti terjaga dari panas pada saat penggorengan berlangsung. Kehadiran sambal merah menjadi pelengkap kesempurnaan "koalisi" antara nasi dan kuah sup ikan.
Semula saya tidak menyangka, dengan harga Rp 55 ribu untuk satu paket ikan goreng, sop ikan dan nasi ternyata potongan daging ikan yang tersaji di menu olahan berkuah dan menu gorengan cukup besar sehingga tidak mampu diimbangi dengan nasi sepiring. Terpaksa dengan tingkat "kelaparan" yang memuncak, saya dan sahabat saya Benny Butarbutar menambah porsi nasi sepiring lagi. Bukan sepiring berdua, tetapi dua piring berdua.
Warung Makan Mak Beng yang. berlokasi sepenggalan dari Pantai Sanur, tepatnya di Jalan Hang Tuah Nomor 45 atau dengan patokan sebelah utara Hotel Grand Ina Bali Beach, buka setiap hari dari jam 8 pagi hingga 10 malam WITA. Tidak jarang, jam 14 pun sudah tandas.
Saya jadi teringat dengan  novelis Inggris Virginia Woolf yang dianggap sebagai salah satu tokoh sastra modern terbesar di abad 20 itu soal nasehatnya tentang makanan. "Seseorang tidak bisa berpikir dengan baik, mencintai dengan baik, dan tidur nyenyak jika belum makan dengan baik," ujar penulis Mrs. Dalloway itu.
Bisa jadi karena masakan Mak Beng, kami dari tim LSPR semakin membuncah untuk berkolaborasi dengan Gubernur Bali untuk mengawal kampanye Program Bali Shanti. Bali Shanti adalah kampanye yang melibatkan warga asing yang ada di Bali untuk meliterasi turis-turis mancanegara yang bewisata ke Bali agar menghormati adat istiadat dan budaya Bali.
*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi dan kolomnis