Pernahkah Anda merasa bingung saat ingin tahu apakah suatu aturan masih berlaku atau tidak? Atau mungkin bertanya-tanya, bagaimana caranya membaca undang-undang dengan mudah tanpa harus kuliah hukum dulu? Di sinilah peran Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) menjadi sangat penting dalam membawa transformasi hukum sekaligus meningkatkan literasi hukum masyarakat.
Dari Arsip Tebal ke Layar Digital
Dulu, hukum sering terasa jauh. Dokumen-dokumen hukum hanya menumpuk di rak kantor pemerintah, di perpustakaan lembaga, atau malah di gudang arsip berdebu. Akses publik terbatas. Kalau mau membaca, harus datang ke kantor, fotokopi, atau bahkan hanya bisa lihat lewat kaca.
Sekarang semua berubah. Melalui JDIH, dokumen hukum dipindahkan ke dunia digital. JDIH ibarat “perpustakaan hukum daring” yang menyatukan ribuan peraturan mulai dari undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan menteri, sampai peraturan daerah dalam satu portal yang bisa diakses siapa saja, kapan saja.
Bayangkan, hanya lewat HP di tangan, kita sudah bisa membuka naskah asli peraturan yang berlaku. Tak perlu menebak-nebak, tak perlu hanya mengandalkan “katanya”. Inilah wajah transformasi hukum yang nyata — hukum yang makin transparan, terbuka, dan dekat dengan rakyat.
Membumikan Literasi Hukum Lewat JDIH
Tetapi JDIH bukan hanya soal memindahkan dokumen dari kertas ke internet. JDIH adalah ujung tombak literasi hukum.
Di Indonesia, masih banyak masyarakat yang enggan atau takut membaca produk hukum. Kata-katanya sulit dimengerti, terlalu banyak istilah latin atau frasa panjang yang bikin pusing. Akibatnya, tak jarang orang hanya mengandalkan rumor atau info setengah benar soal aturan hukum.
Padahal lewat JDIH, setiap orang kini bisa membuka sendiri dokumen hukum. Mau cek apa isi Undang-Undang Desa? Tinggal ketik. Mau lihat Perda tentang izin usaha? Tinggal cari. JDIH membantu mematahkan mitos bahwa hukum hanya milik pengacara atau pejabat.
Inilah literasi hukum modern: rakyat jadi lebih paham hak dan kewajibannya karena bisa membaca sendiri sumber aslinya. JDIH membuat hukum tidak eksklusif. Hukum menjadi sesuatu yang akrab, bisa diajak berdialog, bukan lagi menakutkan.
Transformasi Pelayanan Publik yang Berdampak Luas
Transformasi hukum melalui JDIH juga membawa perubahan pada pelayanan publik. Dulu, birokrasi sering terjebak karena tidak update regulasi. Atau satu daerah beda aturan dengan daerah lain, bahkan beda kantor bisa beda interpretasi.
Dengan JDIH yang saling terhubung, pejabat dan aparatur pemerintah bisa memastikan keputusan mereka selalu sesuai aturan terkini. Tidak ada lagi alasan “tidak tahu” kalau ternyata ada peraturan baru yang menggantikan yang lama. Ini berdampak besar pada kepastian hukum.
Bahkan di beberapa daerah, muncul inovasi seperti Pojok JDIH di kantor desa atau kelurahan. Di situ warga bisa dibantu perangkat desa mencari peraturan yang mereka perlukan, misalnya terkait sengketa tanah, waris, atau usaha mikro. Hukum jadi hadir di tengah masyarakat, bukan hanya di ruang sidang.
Tantangan Literasi Hukum: Masih Banyak PR
Tentu saja, perjalanan ini belum selesai. Masih banyak masyarakat yang belum mengenal JDIH. Bahkan di beberapa daerah, website JDIH belum optimal, belum update, atau belum terhubung dengan portal nasional.
Selain itu, tantangan besar adalah mengubah pola pikir masyarakat agar mau membaca dokumen hukum sendiri. Karena terus terang saja, kebiasaan kita lebih suka tanya “katanya” daripada buka regulasi asli. Disinilah pentingnya edukasi dan sosialisasi — tidak hanya lewat seminar, tetapi juga lewat media sosial, video pendek, atau bahkan meme humor yang relate dengan kehidupan sehari-hari.
Menuju Masyarakat Melek Hukum
Pada akhirnya, transformasi hukum lewat JDIH membuka jalan bagi masyarakat untuk menjadi melek hukum. Kita jadi tahu bagaimana memperjuangkan hak, memahami kewajiban, dan tidak mudah diombang-ambing isu tak jelas.
Karena itu, mari biasakan buka JDIH. Tidak harus langsung paham semua pasal. Yang penting mulai dulu. Jika kita ingin Indonesia semakin adil dan taat hukum, semuanya dimulai dari satu langkah sederhana: membaca sumber hukum yang benar.
Lewat JDIH, hukum tidak lagi jadi menara gading yang sulit dijangkau. Ia kini hadir dalam genggaman, siap kita baca dan kita pahami. Inilah wujud nyata transformasi hukum sekaligus investasi literasi hukum untuk masa depan Indonesia yang lebih sadar dan taat hukum.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI