Mohon tunggu...
A Zainudin
A Zainudin Mohon Tunggu... Lainnya - Penyuka Sastra

Menulis sesuai kata hati.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Junior Kita di Masa Depan: Tunggal Putri Indonesia yang Mengkilat di Level Junior

26 Juli 2020   12:24 Diperbarui: 2 November 2021   16:57 835
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Putri Kusuma Wardhani |  sumber: kumparan.com

Pertandingan di sektor tunggal puteri pada ajang MOLA TV - PBSI Home Tournament 2020 berakhir. 

Gregoria Mariska Tunjung menjadi juara setelah menang atas Putri Kusuma Wardhani sekaligus membalas kekalahan pada pertandingan di babak grup sebelumnya. 

Hasil ini menggagalkan banyak harapan pencinta bulutangkis agar Putri kembali menang dengan mengalahkan seniornya tersebut di usinya yang masih level yunior (U-19).

Padahal, di babak semifinal, para pemain yunior -- Putri KW, Asty, dan Saifi, membuat kejutan dengan mengisi 3 tempat dan mengepung Jorji, panggilan akrab Georgia. Tapi akhirnya sang senior, yang usianya pun belum genap 21 tahun, mampu membuktikan bahwa posisi unggulannya bukan sekedar posisi di atas kertas. 

Dengan permainan yang jauh lebih bagus dibandingkan saat babak grup, Jorji begitu mendikte Putri sehingga lawannya itu banyak melakukan kesalahan dan gagal mengulang kesuksesannya di babak grup.

Meski gagal, namun setidaknya para pemain yunior ini sudah membuktikan bahwa mereka mampu bersaing dengan seniornya.  Ini merupakan kabar gembira buat pencinta bulutangkis Indonesia yang ingin melihat prestasi bulutangkis negeri ini ada yang meneruskan di masa mendatang. 

Dengan pembinaan yang memadai bagi pemain yunior, melalui  dihidupkannya Kembali pelatnas utama dan pratama, maka diharapkan pemain yunior kita saat ini tidak mandeg prestasinya atau layu sebelum berkembang.

Sebab, melihat sejarah ke belakang, tidak semua pemain tunggal puteri Indonesia yang berprestasi mengkilat di level yunior mampu berprestasi yang sama atau bahkan melebihinya saat sudah menginjak level senior. 

Ada yg berhasil dan mencapai puncaknya, ada yang sempat naik lalu tenggelam, bahkan ada yang setelah yunior langsung stagnan dan menghilang. 

Berikut nama-nama pebulutangkis tunggal puteri Indonesia yang berprestasi baik di level junior dan nasibnya saat senior. 

Pembahasan kali ini dibatasi hanya untuk pebulutangkis yang pernah berprestasi bagus di level yunior.

1). Susi Susanti

Prestasi Susi Susanti yang spektakuler di level senior, sesungguhnya sudah dirintis sejak masa kecil saat berlatih di Tasikmalaya yang membuatnya dipinang oleh dua klub besar Indonesia, PB Jaya Raya dan PB Djarum. 

Karena alasan kedekatan dengan keluarga, Susi memilih PB Jaya Raya yang terletak di Jakarta. Hanya berselang setahun, Susi sudah mampu menginjakkan kakinya di pelatnas untuk berlatih bersama pebulutangkis nasional lainnya.

Tahun 1987, Susi memulai dengan prestasi ciamik dengan memborong gelar juara dari semua nomor yang bisa diikutinya (tunggal, ganda, dan ganda campuran) pada Kejuaraan Invitasi Bulutangkis yunior Bimantara di Jakarta. Gelar juara tunggal puteri diraih dengan mengalahkan Tang Jiuhong (China) yang selanjutnya menjadi saingan berat di level senior. 

Tahun berikutnya, Susi kembali menjadi yang superior pada gelaran yang sama meski hanya berhasil meraih dua gelar, yaitu tunggal puteri dan ganda puteri.  Kali ini, lagi-lagi pebulutangkis China, Huang Yin, yang menjadi korbannya melalui pertarungan dua set. 

Susi Susanti | sumber CNN Indonesia (AFP Photo)
Susi Susanti | sumber CNN Indonesia (AFP Photo)

Prestasi Susi di level senior tidak instan, meroket tiba-tiba, melainkan bertahap namun meyakinkan.  Saat berusia 16 tahun, Susi sudah mampu melaju ke babak perempat final kejuaraan dunia 1987 dengan menundukkan Kirsten Larsen, juara All England tahun itu. Setahun berikutnya, Susi sudah masuk tim uber cup dan berperan mengantarkan tim masuk ke babak semi final.

Di semi final, Susi nyaris membuat kejutan saat sudah mencapai matchpoint melawan Han Aiping.  Dengan segala pengalaman dan mentalnya yang bagus, Han Aiping yang meraih Juara Dunia tahun 1987 itu akhirnya menang. 

Namun, di tahun berikutnya ia sudah mampu membalas kekalahannya tersebut sekaligus menjadi juara pada Kejuaraan Piala Dunia Bulutangkis 1989 yang diadakan di Beijing (meskipun dibalas lagi di putaran Final Grandprix di Singapura). 

Tahun itu juga, Susi mampu merangsek melewati pemain top dunia dengan melaju ke babak Final All England sebelum dihentikan ratu tunggal puteri saat itu, Li Lingwei. 

Masih di tahun yang sama, Susi menunjukkan permainan sangat memukau saat berperan besar membantu Tim Indonesia meraih Piala Sudirman 1989 dengan mengalahkan Lee Young Suk. 

Nyaris kalah di set kedua dalam kedudukan 6-10 setelah takluk di set pertama, Susi mampu membalikkan keadaan dan menang hingga terberitakan bahwa Lee ditampar pelatihnya yang mungkin gemas karena kehilangan peluang meraih piala yang sudah di depan mata.  Pada set ketiga, Susi menggila  dengan tak memberikan satu angka pun pada Lee.

Tahun berikutnya adalah perjalanan Susi yang dilalui dengani prestasi demi prestasi melalui gelar di berbagai turnamen individu besar hingga puncaknya meraih emas Olimpiade Barcelona 1992 dan Kejuaraan Dunia 1993, keduanya dengan mengalahkan Bang So Hyun (Korea Selatan).  Tahun 1994 dan 1996, Susi memimpin tim nya meraih Piala Uber sekaligus melengkapi prestasi hebatnya di sektor perorangan.

Gelar Susi sangat lengkap.  Hanya medali emas Asian Games yang belum diraihnya, yang diakuinya sendiri merupakan bukti bahwa dia adalah manusia biasa yang punya kekurangan juga.  Upayanya meraih emas di Asian Games 1998 di Bangkok harus dia hentikan karena kehamilan puteri pertama dari pernikahannya dengan sesama peraih emas Olimpiade 1992, Alan Budi Kusuma.

Tidak sia-sia perjuangan Susi. Prestasinya yang cemerlang di masa yunior berhasil dia pertahankan bahkan dinaikkan levelnya hingga dia menjadi legenda dunia bulutangkis dengan anugerah Hall of Fame tahun 2004 dari IBF.

2). Yuni Kartika

Yuni Kartika lebih muda dua tahun dari Susi dan pernah berjuang bersama Susi.  Tahun 1989, Yuni mampu mencapai semi final Kejuaraan Invitasi Yunior Bulutangkis Dunia Bimantara 1989 meski gagal masuk final. 

Setahun kemudian,  Yuni berhasil menyempurnakan capaiannya dengan menjadi juara tunggal puteri di ajang yang sama di usianya yang ke-17. Ini seolah menegaskan kesiapannya untuk bersaing di level senior.

Yuni Kartika| Sumber: Pbdjarum.org
Yuni Kartika| Sumber: Pbdjarum.org

Tahun berikutnya, di usia 18 tahun, Yuni mulai meraih prestasi di level senior meski tidak sehebat Susi, yaitu dengan meraih posisi semi finalis di ajang Kejuaraan Belanda Terbuka 1991 lalu Semi Finalis Indonesia Terbuka 1992 dan Finalis Malaysia Terbuka 1992. 

Sayangnya, di saat dia tengah berusaha meraih prestasi yang lebih baik, ujian menimpanya.  Keluarganya tertimpa musibah, saat Yuni tengah bertanding di Malaysia. 

Ibunya meninggal dunia, sementara Ayah dan saudaranya sempat kritis di Rumah Sakit.  Beruntung Ayah dan saudaranya berangsur pulih.

Namun mental Yuni terlanjur terpuruk.  Shock yang dialaminya membuat konsentrasi bermainnya terganggu sehingga ia sempat berhenti.  Yuni Kembali ke lapangan tahun 1994 dan kembali maju ke babak semifinal di Kejuaraan Swedia Terbuka dan Indonesia Terbuka.  

Yuni juga ikut ambil bagian dalam Tim Uber cup yang merebut piala Uber Cup tahun tersebut meskipun dia tidak dimainkan di babak semifinal dan final.  

Yuni masih bermain hingga tahun 1996, namun ia merasa tidak mampu bermain dengan baik hingga akhirnya memutuskan pensiun di usianya yang baru menginjak usia 23 tahun.

3) Kristin Yunita

Generasi sekarang mungkin hampir tidak ada yang mengenal Kristin Yunita, padahal dia adalah pemegang gelar juara tunggal puteri pada ajang resmi Kejuaraan Dunia Yunior bulutangkis Dunia yang diadakan pertama kali di Jakarta dengan mengalahkan Yao Yan, pemegang gelar terakhir Kejuaraan Invitasi Yunior Bulutangkis Dunia Bimantara 1991.  Kristin meraih gelarnya tersebut pada usia 17 tahun.

Kristin Yunita | Sumber: datatempo.co
Kristin Yunita | Sumber: datatempo.co

Sayang, karier Kristin mandeg setelah itu.  Tak ada catatan prestasinya sama sekali.  Dia tenggelam saat lawan-lawannya di level yunior mulai wara wiri meraih prestasi di level yunior seperti Mia Audina, Yao Yan atau bahkan Hang Jingna, Juara ganda puteri di gelaran yang sama yang kemudian menjadi pemain tunggal puteri top dunia.  

Infonya, cedera menjadi alasan terhambatnya prestasinya tersebut hingga akhirnya Kristin mundur  dari dunia bulutangkis di usia yang masih muda.

4)  Mia Audina

Mia Audina memang "hanya" mampu menjadi semifinalis pada Kejuaraan Dunia Bulutangkis Yunior Bimantara Tahun 1992, baik di tunggal puteri maupun ganda puteri (berpasangan dengan Indarti Isolina).  

Ia gagal maju ke babak final tunggal puteri setelah dikalahkan oleh sang juara, yaitu Kristin Yunita.  Kata 'hanya' diberikan tanda petik, karena saat ia meraih prestasinya tersebut usianya baru 12 tahun sementara mayoritas lawannya adalah berusia kisaran 16-18 tahun. 

Mia tidak melanjutkan kariernya di level yunior, level yang seharusnya dia ikuti mengingat usianya yang masih belia.  Namun bukan berarti Mia melempem. Prestasinya justru mulai berkibar di level senior.  

Tahun 1994, Mia dimasukkan dalam tim bayangan Uber Cup 1994 meskipun usianya baru 14 tahun saat itu.  

Saat pertandingan simulasi untuk pembentukan tim yang berlaga, Mia mampu menundukkan kakak-kakak pelatnasnya, seperti Yuliani Sentosa dan Minarti Timur, hingga Mia terpilih tim bersama Susi, Yuliani Sentosa dan Yuni Kartika sementara Memei, sapaan akrab Minarti, gagal lolos.  Sejarah akhirnya mencatat kehebatan Mia di ajang beregu tersebut.  

Di semifinal, Mia mampu mengalahkan Lee Hyo Jun (yang kelak menjadi pemain ganda hebat Korea) pada tunggal ketiga meskipun sudah tidak menentukan lagi karen Indonesia sudah unggul 3-1 sebelumnya.  

Mia terpilih lagi bermain di babak final dan mencetak sejarah sebagai pemain termuda tim uber cup sekaligus penentu kemenangan Tim Uber Cup Indonesia atas China setelah mengalahkan Zhang Ning melalui pertandingan tiga set.

Mia Audina | Sumber: indosport.com
Mia Audina | Sumber: indosport.com

Mia tidak berhenti sampai di situ.  Tahun berikutnya, Mia kembali mencatat rekor sebagai pemain termuda yang mampu meraih posisi semifinalis di kejuaraan All England 1995 (usia 15 tahun) sebelum dikalahkan Camilla Martin. Setahun kemudian, Mia mampu maju ke final Olimpiade Atlanta 1996 di usianya yang belum genap 17 tahun lalu meraih posisi nomor satu dunia di tahun tersebut.  

Sayang, wafatnya sang bunda membuat prestasinya seret dan pernikahannya dengan penyanyi gospel Belanda, Tyllo Lobman, kemudian membuatnya harus mengikuti suaminya tersebut ke Belanda.  

Mia mengajukan permohonan agar dapat membela Indonesia meski tinggal di Belanda, namun usulannya tersebut ditolak PBSI.  Karena keinginan bermainnya masih tinggi, Mia akhirnya memilih membela Belanda dan mencetak prestasi hebat tak kalah dengan saat membela Indonesia.  Meskipun bagi Indonesia, kepindahannya membuat prestasi tunggal puteri Indonesia melorot tajam. Kisahnya silahkan baca di sini.

5)  Elizabeth Purwaningtyas

Setelah mundurnya prestasi Maria Kristin pasca raihan medali perunggu di Olimpiade Beijing tahun 2008, prestasi pemain tunggal puteri Indonesia kembali melorot.  Maria mulai sering dilanda cidera hingga pengunduran dirinya dari persaingan bulutangkis dunia.  

Di saat seperti itu, Elizabeth Purwaningtyas seolah memberikan harapan baru bagi pencinta bulutangkis Indonesia setelah secara mengejutkan meraih perak pada Kejuaraan Dunia Yunior Bulutangkis Tahun 2011 di China Taipei.  

Tak tanggung-tanggung, pemain yang akrab disapa Ocoy ini mampu mengalahkan Carolina Marin dengan ruber set 23-21, 17-21, dan 21-19.  Padahal, dari sisi peringkat dan pengalaman, Marin jauh di atas Ocoy.  

Marin sudah wara wiri di turnamen senior dan berada di rangking 29 dunia saat itu sementara Ocoy masih di luar 200 besar dunia. 

Namun, dengan semangat pantang menyerah dan usaha yang luar biasa, Ocoy mampu mengalahkan Marin dan berjumpa Intanon Ratchanok, unggulan utama turnamen yang juga juara bertahan.  Ocoy kalah dan harus puas jadi runer up.

Elizabeth Purwaniongtyas | Sumber: Pbdjarum.org
Elizabeth Purwaniongtyas | Sumber: Pbdjarum.org

Sayang, seperti yang dialami Kristin Yunita, Ocoy seolah tenggelam setelah itu.  Cedera yang berkepanjangan membuat dia harus merelakan mimpinya dan bahkan harus keluar dari pelatnas.  

Dia akhirnya mencoba mengikuti turnamen Sirkuit Nasional yang diikuti pemain-pemain nasional dengan hasil yang tak terlalu spesial.  

Padahal, di saat yang sama, Marin dan Intanon sudah bertranformasi menjadi pemain yang menakutkan dunia dengan meraih gelar-gelar prestisius.  Bahkan, Marin mampu meraih medali emas pada gelaran Olimpiade Rio De Janeiro tahun 2016.

6) Gregoria Mariska Tunjung

Indonesia terus mencari bibit unggul di tengah minimnya atlet tunggal puteri unggulan.  Susi Susanti yang pernah mengguncang dunia dengan prestasi spektakulernya akhirnya kembali ke PBSI.  

Kali ini dia bukan sekedar menjadi Kapten Tim Uber cup sebagaimana yang dilakukannya pada tahun 2008 yang berakhir dengan Raihan juara kedua (prestasi hebat di tengah skuad yang pas-pasan), melainkan sebagai ketua Bidang pembinaan PBSI.  

Salah satu kebijakan PBSI yang cukup signifikan  di eranya adalah dihidupkannya lagi kelas pratama dengan perhatian yang  seimbang dengan yang senior.

Gregoria Mariska Tunjung | sumber:rctiplus.com
Gregoria Mariska Tunjung | sumber:rctiplus.com

Upaya tersebut berbuah manis.  Kebetulan di saat yang sama, nama Gregoria Mariska Tunjung atau biasa disapa Jorji sudah mulai dikenal karena prestasi sebelumnya yang jadi runer up Kejuaraan Asia Yunior Bulutangkis tahun 2016.  

Tahun 2017, Jorji mampu meningkatkan raihannya menjadi juara dengan mengalahkan Han Yue (China) dan menjadi pemain tunggal puteri Indonesia pertama yang meraihnya setelah Kristin Yunita.  Jorji juga berperan besar dalam meraih juara kedua kejuaraan beregu campuran yunior di tahun yang sama.

Setelah itu, Jorji mulai berkiprah di level senior.  Meski saat ini berhasil menggeser posisi Fitriani sebagai pemain nomor satu Indonesia, namun prestasi Jorji belum terlalu spektakuler dan konsisten.  Jorji masih belum mampu mengalahkan pemain peringkat sepuluh besar dunia, baru sebatas merepotkannya.  

Raihannya masih jauh bila dibandingkan dengan presatsi Chen Yufei, pemain yang mengalahkannya di Final kejuaraan Asia Yunior 2016.  

Chen Yufei sudah melesat menjadi pemain nomoir satu dunia, sementara Jorji masih berkutat di kisaran dua puluhan dunia.  Semoga ke depan, prestasi Jorji semakin membaik dan mampu meraih hasil optimal di setiap turnamen yang diikutinya.

Penulis berharap bahwa dari hasil  MOLA TV - PBSI Home Tournament 2020, akan muncul pemain-pemain hebat di masa mendatang, khususnya sektor tunggal puteri.  Dengan dominannya pemain yunior di babak semi final, semoga pemain-pemain tersebut makin berkembang. 

Memang mereka tidak boleh terburu-buru.  Karena usia mereka yang masih yunior, diharapkan PBSI mampu memilihkan turnamen yang cocok untuk mereka sehingga mereka dapat  berkembang secara alami, bukan karbitan.   Ada turnamen beregu dan perorangan kejuaraan dunia yunior yang rencananya akan di gelar tahun depan.  

Ada nama-nama peserta MOLA TV - PBSI Home Tournament 2020 yang layak ikut, seperti Putri Kusumawardhani, Saifi Rizka Hidayah, Stephani Widjaya, dan jangan lupakan Esther Nurumi Wardoyo.  Meski gagal di babak perempat final, namun pemain berusia 15 tahun tersebut mampu tampil mengejutkan dengan mengalahkan seniornya di babak grup.

Esther Nurumi Tri Wardoyo| Sumber:indosport,com
Esther Nurumi Tri Wardoyo| Sumber:indosport,com

Semoga pemain-pemain yunior ini terus berkembang, tidak layu terlebih dahulu.  Semoga Susi sebagai Kabid Binpres PBSI mampu mengeluarkan semua kemampuannya menciptakan pemain hebat di sektor putri ini, sektor yang dulu  digelutinya dan turut melambungkan namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun