Ia gagal maju ke babak final tunggal puteri setelah dikalahkan oleh sang juara, yaitu Kristin Yunita. Â Kata 'hanya' diberikan tanda petik, karena saat ia meraih prestasinya tersebut usianya baru 12 tahun sementara mayoritas lawannya adalah berusia kisaran 16-18 tahun.Â
Mia tidak melanjutkan kariernya di level yunior, level yang seharusnya dia ikuti mengingat usianya yang masih belia. Â Namun bukan berarti Mia melempem. Prestasinya justru mulai berkibar di level senior. Â
Tahun 1994, Mia dimasukkan dalam tim bayangan Uber Cup 1994 meskipun usianya baru 14 tahun saat itu. Â
Saat pertandingan simulasi untuk pembentukan tim yang berlaga, Mia mampu menundukkan kakak-kakak pelatnasnya, seperti Yuliani Sentosa dan Minarti Timur, hingga Mia terpilih tim bersama Susi, Yuliani Sentosa dan Yuni Kartika sementara Memei, sapaan akrab Minarti, gagal lolos. Â Sejarah akhirnya mencatat kehebatan Mia di ajang beregu tersebut. Â
Di semifinal, Mia mampu mengalahkan Lee Hyo Jun (yang kelak menjadi pemain ganda hebat Korea) pada tunggal ketiga meskipun sudah tidak menentukan lagi karen Indonesia sudah unggul 3-1 sebelumnya. Â
Mia terpilih lagi bermain di babak final dan mencetak sejarah sebagai pemain termuda tim uber cup sekaligus penentu kemenangan Tim Uber Cup Indonesia atas China setelah mengalahkan Zhang Ning melalui pertandingan tiga set.
Mia tidak berhenti sampai di situ. Â Tahun berikutnya, Mia kembali mencatat rekor sebagai pemain termuda yang mampu meraih posisi semifinalis di kejuaraan All England 1995 (usia 15 tahun) sebelum dikalahkan Camilla Martin. Setahun kemudian, Mia mampu maju ke final Olimpiade Atlanta 1996 di usianya yang belum genap 17 tahun lalu meraih posisi nomor satu dunia di tahun tersebut. Â
Sayang, wafatnya sang bunda membuat prestasinya seret dan pernikahannya dengan penyanyi gospel Belanda, Tyllo Lobman, kemudian membuatnya harus mengikuti suaminya tersebut ke Belanda. Â
Mia mengajukan permohonan agar dapat membela Indonesia meski tinggal di Belanda, namun usulannya tersebut ditolak PBSI. Â Karena keinginan bermainnya masih tinggi, Mia akhirnya memilih membela Belanda dan mencetak prestasi hebat tak kalah dengan saat membela Indonesia. Â Meskipun bagi Indonesia, kepindahannya membuat prestasi tunggal puteri Indonesia melorot tajam. Kisahnya silahkan baca di sini.
5) Â Elizabeth Purwaningtyas