Respon yang Beragam: Dari Haru sampai Heboh
Reaksi keluarga calon mempelai wanita pun beragam. Ada yang langsung terharu sampai mau nangis (biasanya ibu), ada yang langsung interrogasi seperti jaksa penuntut umum (biasanya ayah), dan ada yang malah sibuk ngambil foto untuk "dokumentasi" (biasanya adik-adik).
Sang calon mempelai wanita sendiri? Jangan ditanya. Duduk manis di pojok, sesekali senyum-senyum sendiri, tapi dalam hati mungkin berteriak, "Ya Allah, ini beneran terjadi!" Atau malah kepikiran, "Kok dia keringatannya banyak banget sih? Nervous banget kayaknya."
Hikmah di Balik Kecanggungan
Terlepas dari semua kecanggungan dan drama yang terjadi, khitbah sebenarnya adalah tradisi yang sangat mulia. Ini adalah cara Islam mengajarkan kita untuk menghormati proses, menghargai keluarga, dan tidak sembarangan dalam urusan hati.
Khitbah mengajarkan kita bahwa cinta bukan hanya urusan dua orang, tapi juga melibatkan keluarga besar. Ini adalah langkah awal untuk membangun fondasi pernikahan yang kuat, di mana kedua keluarga saling mengenal dan memahami.
Yang paling indah dari khitbah adalah momen ketika dua keluarga yang tadinya asing menjadi satu kesatuan. Meskipun prosesnya mungkin penuh dengan tingkah konyol dan momen canggung, tapi di situlah letak kemanusiaannya. Kita semua manusia biasa yang punya perasaan, harapan, dan kekhawatiran.
Tips Santai untuk Calon "Pekhitbah"
Bagi yang sedang mempersiapkan khitbah, rileks saja. Ingat, keluarga calon mempelai wanita juga manusia biasa. Mereka tidak akan menggigit (kecuali kalau memang keluarga vampire, tapi itu cerita lain).
Yang terpenting adalah niat yang tulus dan persiapan yang matang. Bukan matang dalam artian harus sempurna, tapi matang dalam artian sudah siap mental dan finansial untuk berumah tangga. Jangan khitbah cuma karena bosan jomblo atau karena teman-teman sudah pada nikah semua.
Dan yang paling penting, berdoa. Minta petunjuk Allah agar dimudahkan jalannya dan diberi yang terbaik. Karena sejatinya, jodoh itu sudah ada yang ngatur. Kita cuma perlu berusaha dan bertawakal.