Mohon tunggu...
Anwar Musadad
Anwar Musadad Mohon Tunggu... -

Belajar tiada batas

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Jihad Melawan Kemiskinan dan Keterbelakangan

1 Mei 2013   09:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:19 287
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Penelusuran makna jihad yang dilakukan sebelum ini mengantarkan kita kepada keluasan makna jihad yang sarat dengan nilai-nilai etika moralitas agung. Ajaran ini menuntut umat Islam agar mengerahkan daya secara berkesinambungan untuk menyelesaikan persoalan kehidupan dalam bingkai dan tujuan pembumian akhlak al-karimah. Melalui ajaran ini, Islam menantang umatnya untuk selalu peka terhadap kondisi yang mengitarinya dan sekaligus mampu menyikapinya secara arif, kritis, dan penuh tanggung jawab.

Dalam konteks Indonesia kekinian, persoalan umat dan bangsa yang cukup menantang untuk dijadikan lahan jihad adalah masalah kemiskinan dan keterbelakangan. Sebab dua aspek kehidupan ini berada dalam ambang cukup memprihatinkan yang dapat menjauhkan umat Muslim dan bangsa dari keutuhan eksistensial sebagai manusia. Kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan telah menjadi musuh yang nyaris tak terlawan yang selalu mengintai untuk menghancurkan kehidupan bangsa.

Di atas kertas, angka kemiskinan bisa diperdebatkan naik dan turunnya. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2012 mencapai 29,13 juta orang (11,96 persen), berkurang 0,89 juta orang (0,53 persen) dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2011 yang sebesar 30,02 juta orang (12,49 persen). Selama periode Maret 2011-Maret 2012, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang sekitar 399,5 ribu orang (dari 11,05 juta orang pada Maret 2011 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2012), sementara di daerah perdesaan berkurang 487 ribu orang (dari 18,97 juta orang pada Maret 2011 menjadi 18,48 juta orang pada Maret 2012).  Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2011 sebesar 9,23 persen, menurun menjadi 8,78 persen pada Maret 2012. Begitu juga dengan penduduk miskin di daerah perdesaan, yaitu dari 15,72 persen pada Maret 2011 menjadi 15,12 persen pada Maret 2012. [BPS, No. 06/01/Th. XVI, 2 Januari 2013].

Angka kemiskinan tersebut, masih dianggap cukup rawan dalam konteks Negara-bangsa seperti Indonesia yang kaya raya ini, maka tidak mengherankan, dalam suatu kali kesempatan Presiden Susilo Bambang Yudoyono mengatakan; "bahwa angka kemiskinan di Indonesia masih cukup tinggi". [Kompas.com, Edisi 2012/10/10]. Tingginya angka kemiskinan tersebut, tentunya akan menimbulkan banyak effek dalam dinamika masyarakat yang majemuk, bahkan dapat mneyebabkan kecemburuan social di kalangan masyarakat.

Terlepas dari perdebatan itu, kemiskinan merupakan realitas yang dapat dilihat atau dijumpai di mana-mana. Pada gilirannya, kemiskinan berdampak jauh pada aspek kehidupan lain; kesehatan hingga pendidikan.

Sebagai salah satu bukti, dengan mengutip data dari Badan Pusat Statistik (BPS), Ivan A Hadar, Koordinator Nasional Target MDGs (BAPENAS/UNDP) menunjukkan lebih dari sepertiga populasi anak-anak di bawah usia 5 (lima) tahun –yang sebagian besar mereka berasal dari petani gurem, buruh tani, nelayan dan perambah hutan –mengalami kekurangan gizi. Kemiskinan itu pula yang membuat kebanyakan penduduk miskin tidak memiliki akses untuk mendapatkan air bersih.

Selain itu, kemiskinan berdampak pula pada pendidikan. Akibat kemiskinan, anak-anak usia sekolah kehilangan hak untuk memperoleh pendidikan setinggi-tingginya, atau bahkan ada yang terpaksa tidak bersekolah. Ada yang harus bekerja membantu orang tua, dan sebagian lain memang tidak memiliki biaya untuk sekolah. Statistik Pendidikan 2006 yang dikeluarkan BPS menyebutkan, meskipun angka partisipasi murni (APM) pada tingkat Sekolah Dasar (SD) di atas 90 persen selama 2001 hingga 2006, angka tersebut mengalami penurunan sejalan dengan peningkatan jenjang pendidikan. APM untuk tingkat SMP menurun hingga tinggal 60 persen, dan pada tingkat SMU dan SMK menjadi sekitar 40 persen. [Media Indonesia, 03 Juni 2008]. Lebih dari itu, jika kita mau jujur, APM yang rendah juga masih diperburuk dengan kualitas pendidikan yang rendah. Persoalan di balik Ujian Nasional hingga maraknya perguruan tinggi swasta dengan kualitas yang sangat meragukan dalam berbagai aspeknya merupakan secuil contoh tentang persoalan yang ada di balik kualitas pendidikan Indonesia.

Ada keberkelindanan antara rendahnya tingkat dan kualitas pendidikan pada satu pihak, dan kemiskinan atau dan pemiskinan di pihak lain. Seiring dengan itu, keterbelakangan dalam pendidikan juga berpeluang besar untuk menjadikan masyarakat memiliki sikap, mental, bahkan budaya kemiskinan.

Menyikapi hal tersebut, umat Islam urgen untuk segera ber-jihad merumuskan strategi yang tepat dan menentukan langkah sistematis yang perlu dilakukan. Dalam penentuannya, jihad yang dipahami agar masyarakat Indonesia terbebaskan dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan baik dibidang ekonomi atau dibidang pendidikan.

Dalam konteks itu keberadaan civil-society yang kokoh merupakan dasar pijakan yang niscaya untuk terus diperjuangkan. Melalui masyarakat sipil ini, umat Islam dituntut mengembangkan ekonomi berkelanjutan dan berdampak nyata pada pemberdayaan masyarakat. Ekonomi kerakyatan mandiri dan berswadaya yang ditumbuhkembangkan dari bawah bisa dijadikan salah satu pilihan untuk diagendakan, minimal didiskusikan. Ekonomi model ini menjadi salah satu prioritas yang perlu ditoleh karena terbukti saat krisis menerjang kapitalisme yang predatoris, ekonomi rakyat justru tidak terkena dampaknya. Ia tetap menggeliat karena bersifat lokal dan tumbuh atas dasar kekuatan rakyat sendiri. Demikian pula, melalui kekuatan masyarakat sipil, umat Islam perlu merajut pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan potensi masyarakat, tapi sekaligus tanggap terhadap persoalan-persoalan global saat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun