Mohon tunggu...
Arif Riduan
Arif Riduan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mau Bagaimana Lagi?

8 Agustus 2016   18:31 Diperbarui: 8 Agustus 2016   18:57 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mau Bagaimana Lagi ?

Sore ini aku dan istriku pulang dari super market yang berada 200 meter dari depan komplek tempat tinggal kami, habis belanja keperluan rumah untuk seminggu, Istriku yang cantik ini kalo udah belanja, hmmmmm.. keliling-keliling kaya tawaf 7 kali baru ia pilih barang yang ingin dia beli. Dia perempuan yang sangat smart sekaligus mahasiswi paling pinter dan paling populer seangkatan kami dulu waktu kuliah. Aku dan istriku dulunya sama-sama kuliah di IAIN Antasari Banjarmasin. Dia terkenal dengan senyumnya yang manis dan prestasinya dibidang akademik, hingga dia lulus sarjana, pada setiap semester IP-nya tak kurang dari 3,50.

Sudah enam bulan kami menikah. Dengan tabungan aku dan istriku serta sedikt dari pinjaman bank kami bisa membeli rumah yang sederhana ini di komplek Griya Utama blok. 12C. Tak sia-sia aku menabung  dulu, aku juga tak menyangka istriku ini juga suka menabung sewaktu kuliah dulu.

4 tahun yang lalu …

Namaku Reza Fahlefi, namaku yang keren tak sebanding dengan penampilanku yang agak culun. Aku berkacamata minus 150. Aku tak bisa memakai celana Jens, bagiku itu menyusahkan dan membuat aku gerah saja. Sehari-hari aku memakai celana kain hitam panjang. Aku sering memakai kemeja yang bagian bawahnya ku masukkan ke dalam celana. Kata orang-orang aku ini culun, namun bagiku ini adalah gaya terkeren di dunia ini. Panggil saja aku Lefi.

“ Lef.. Lef.. Lef !! “ Ku dengar suara lembut dari sisi belakangku. Aku pun menoleh ke belakang, karena di Fakultas ini yang di panggil Lef atau Lefi cuma aku saja. Aku pun menoleh. Senyum Ismi menghampirku pagi ini, wanita yang sejak awal ospek ku kagumi. Dulu dia sering ngelawan kakak-kakak senior kami yang menghukum tanpa alasan. Aku menoleh ke arah Ismi, tanpa satu patah katapun yang terucap di bibirku, aku kaku seperti biasanya. Jantungku selalu terasa berhenti ketika melihat Ismi di hadapanku. Aku masih terdiam, Ismi pun menghampiriku.


“ Lef, kamu punya catetan, Bu Nuril semalem gak ? “. Ismi menanyakan catetan kepadaku. Ismi kemarin tidak masuk kuliah karena lagi gak enak badan. Sudah hampir satu semester kami kuliah baru kemarin Ismi gak masuk. Dia sangat rajin mencatat pelajaran-pelajaran yang ada di bangku kuliah, semua catatan mata kuliah dia punya. Catatan Ismi pun sering di pinjam oleh mahasiswa yang lain.

“ Aku, gak mencatet kemarin Is “. Ku jawab

“ Akhh.. Kamu ini, kok gak di catet sih “. Wajah Ismi sedikit manyun, dan itu membuatku semakin suka dengan dia. Manyunnya begitu manis.

“ Ya, maaf Is, aku kemarin mengantuk Is “. Sebenarnya aku pengen berkata “ Is, aku kemarin gak karuan kuliah Is, mendengar kamu lagi sakit, jadi gak bisa mencatet, gak fokus “. Aku pengen berkata seperti itu, tapi apalah daya lidahku kelu.

“ Kok, minta maaf sih, kamu gak salah apa-apa, lain kali catet ya, gak ada salahnya kok kita mentatet setiap pelajaran yang kita dapat. Ingatan bisa lupa Lef, tapi catatan bisa diulang-ulang mempelajarinya “. Ismi menasihatiku. Dalam hatiku “ terus Ismi, terus, teruslah menasihatiku”. Aku hanya bisa mengangguk saja mendengar kalimat-kalimat lembut yang keluar dari bibir merah muda Ismi yang cantik. Lagi-lagi hatiku berkata ‘ iya Ismi, aku akan mencatat setiap pelajaran, karena kamu “. Sejak itu aku pun jadi rajin mencatat setiap mata pelajaran, karena Ismi, lagi-lagi karena Ismi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun