Bisakah menyoroti laba Garuda dari pendapatan lain-lain?
Perusahaan penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) yang jadi kebanggaan Indonesia, memang piawai soal pelayanan, terbukti dengan label bintang 5 yangdiberikan konsultan riset Skytrax pada maskapai ini. Namun sayangnya, performa apik ini berbanding terbalik dengan kinerja keuangannya.
Dalam 5 tahun terakhir, GIAA kerap tertekan. Pada 2014, perusahaan pelat merah ini merugi US$370,04 juta, sekalipun meraih laba US$76,48 juta pada 2015, namun jumlahnya merosot pada 2016 dengan mencatatkan laba hanya US$8,06 juta. Dan di tahun 2017, kembali merugi US$216,58 juta.
Persoalan justru mencuat di laporan keuangan tahun 2018, GIAA dinyatakan meraih laba bersih US$ 809,85 ribu. Namun soalnya, ada dua komisaris yang tidak setuju dengan laporan ini, yakni Chairal Tanjung (PT Trans Airways) dan Dony Oskaria (Finegold Resources Ltd) selaku pemilik dan pemegang 28,08 persen saham Garuda Indonesia.
Alasannya, dua komisaris ini tidak mengakui pendapatan dalam transaksi penyediaan layanan konektivitas dalam penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) dan anak usaha GIAA, yakni PT Citilink Indonesia, sebesar US$239.940.000 yang belum dibayarkan, namun diakui sebagai pendapatan perusahaan.
"Pengakuan pendapatan dari perjanjian Mahata oleh perusahaan sebesar US$239.940.000 merupakan jumlah yang signifikan, yang apabila tanpa pengakuan pendapatan ini perusahaan akan merugi sebesar US$244.958.308," tulis Chairal dan Donny dalam surat yang ditujukkan kepada manajemen Garuda Indonesia pada 2 April 2019 sebagaimana dilaporkan CNNIndonesia.
Kondisi inilah yang kemudian merembet jadi polemik, karena ada dua pendapat berbeda dalam penerapan akuntansi, yang juga telah diaudit oleh konsultan keuangan independen pada kasus GIAA.
Pertanyaannya, mengapa hal ini bisa terjadi? Jika kita menelisik lebih dalam, sejatinya masih ada sejumlah instrumen lain dalam ilmu dan penerapan akuntansi yang berpotensi menghasilkan lebih dari 1 opini yang berbeda.
1. Prinsip dasar akuntansi, akrual atau tunai?
Jika merujuk definisi dari Harahap (2001), dijelaskan bahwa tujuan dibuatnya laporan keuangan untuk memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan, serta informasi lainnya yang relevan. Dengan ini, manajemen bisa membuat keputusan ekonomi untuk mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini atau masa depan (predictive), menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu (confirmatory).