Mohon tunggu...
Bledhek
Bledhek Mohon Tunggu... Operator - ____________

Pengkhayal LEPAS

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kinyis-Kinyis! Mata Melihat, Mulut Berucap

6 Januari 2021   23:00 Diperbarui: 6 Januari 2021   23:01 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Benar yang orang katakan, dari mata turun ke hati. Itu kalau cinta. Beda halnya kalau si latah yang melihat, dari mata sambil berucap. Begitu melihat, sontak mulut cuap-cuap.

Yang lebih lucu jika ada orang latah yang kebetulan berpapasan dengan ular. Saya pernah sekali menemukan kejadian itu.

Dari jauh saya lihat seorang ibu setengah baya menari-nari. Saya pikir, orang ini sedang ngapain. Jalan itu memang jalan desa. Jadinya ya tidak seramai jalan kampung atau gang. Apalagi jalan perkampungan tengah kota. Pasti sangat padat.

Begitu mendekat, benar! Saya kaget setengah mati. Di hadapan sang ibu ada ular besar, hitam legam, mengkilat. Dekat banget dengan kakinya. Ikh, sampai saya merinding melihatnya.

Motor yang saya kendarai tanpa sadar saya hentikan. Tangan saya bergerak melombar gas, kaki menginjak rem. Siapa yang tidak takut coba! Ular besar, kalau biasa di tempat kami disebut ular tadung atau ular sendok. Bahasa Indonesianya ular kobra. Jangankan kena gigitnya, semburan air liurnya saja membahayakan. Katanya jika tersembur ular tersebut dan kena mata mungkin akan buta.

Ibu itu menari-nari sambil mengucapkan kata-kata latahnya. Entah apa maknanya. Pokoknya sambil menari jingkrak-jingkrak sambil berucap. Dan yang mengerikan lagi. ular itu berdiri dekat banget dengan kakinya. Ularnya hanya bergerak-gerak meliuk-liukkan kepalanya. Mengigit tidak, pergi pun tidak.

Beberapa saat karena sangat syok, saya terdiam melihat pemandangan tersebut. Namun, beruntunglah kemudian ada orang yang lewat. Melihat kejadian itu langsung mengambil kayu panjang. Ranting pohon yang ada di dekat tempat itu.

Ular tersebut kemudian diraih dengan kayu hingga dibawa menjauh dari ibu tersebut. Setelahnya dipukuli hingga mati.

Ketika ularnya sudah tidak ada lagi, barulah ibu itu berhenti. Kata orang tersebut, "Walau sehari penuh, jika ular itu tidak dijauhkan. Ibu itu tak akan berhenti begitu. Ularnya pun akan tetap berada di tempat itu."

Saya hanya mengangguk-anggup, antara percaya dan tidak. Tapi mungkin juga ada betulnya. Keringat ibu tersebut membasahi baju yang dikenakannya. Sambil berguman, ibu itu pun pergi. Oh, beginikah orang latah, gumamku dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun