Pernah nggak sih kamu ngerasa capek banget tiap kali buka media sosial? Dimana disana banyak postingan-postingan tentang sebuah pencapaian. Aku sering banget. Lihat teman yang udah kerja di perusahaan bonafit, yang lain posting healing keliling Indonesia bahkan udah ada yang sampai ke luar negeri, sementara aku… masih di kamar, buka laptop, ngetik sambil mikir, “Aku ini udah ngapain aja ya selama ini?”
Kadang aku suka senyum dan ketawa sendiri. Karena, baru beberapa tahun lalu aku juga pernah ngerasa “waktuku udah habis” padahal umurku belum menginjak umur 30.
Kadang aku juga suka mikir , “manusia itu lucu ya”. Kita sering ngerasa ketinggalan dalam lomba yang sebenarnya nggak pernah ada.
Tapi menurut ku ,emang zaman sekarang tuh gila sih.
Orang bisa seenaknya aja ngasih “timeline hidup ideal” tanpa diminta. Kayak umur 23 udah harus kerja, umur 25 udah harus nikah, umur 27 punya rumah, umur 30 harus mapan. Dan kalau target belum sampai situ, langsung dicap belum sukses. Padahal aku kenal banyak orang yang baru nemuin jalannya di umur 30an. Ada orang yang baru mulai bisnis, baru balik kuliah, bahkan baru tahu apa yang benar-benar bikin dia bahagia.Dan anehnya, mereka kelihatan lebih tenang daripada orang yang “lebih dulu berhasil”. Gila nggak tuh.
Dan aku sendiri masih sering ngerasa bahwa aku belum jadi apa-apa. Kadang ketika malam datang aku suka overthinking: “Kalau aku belum sukses, berarti aku gagal dong?”
Tapi lama-lama aku mulai sadar bahwa hidup bukan tentang siapa yang paling cepat, tapi siapa yang paling bisa belajar dan bertahan hingga akhir. Seperti sebuah pepatah jawa, “Alon- Alon asal kelakon “ yang berarti “pelan-pelan saja asalkan tujuan tercapai” atau “pelan-pelan asalkan terlaksana”. Pepatah ini sederhana, tapi nempel banget di kepala. Karena bener, hidup nggak bisa diukur dengan seberapa cepat engkau sampai ke tujuan . Karena ada orang yang udah sampai duluan ke tujuannya tapi ternyata ia kehilangan arah. Ada juga yang jalan pelan tapi tahu betul kenapa dia melangkah.
Dulu aku pernah berpikir bahwa sukses itu harus punya penghasilan besar, mobil bagus, dan jabatan tinggi. Tapi anehnya, makin ke sini definisi itu berubah. Sekarang, aku ngerasa sukses itu adalah ketika aku bisa tidur tanpa merasa cemas, bisa makan bareng keluarga, dan masih punya waktu buat diri sendiri.
Kadang aku Cuma duduk di depan rumah setelah pulang kerja sambil minum kopi, liatin langit, dan ngerasa, “Oh, ternyata ini juga salah satu bentuk kesuksesan, dengan bisa tenang walau hidup belum sempurna.”
Aku belajar bahwa hidup bukan soal mencapai semua target, sesuai timeline ideal. Tapi tentang menemukan kedamaian dalam prosesnya.