Tertarik dengan pro-kontra kebijkaan Kang Dedi Mulyadi, saya mencoba menggunakan deepseek untuk melakukan analisis sentimen netizen untuk melihat bagaimana sebenarnya posisi dukungan netizen dan alasan apa yang menjadi dasar sentimen terhadap kebijakan ini. Â Ada beberapa faktor yang ingin saya lihat pengaruhnya terhadap sentimen tersebut antara lain faktor geografis dan demografis. Berikut adalah analisis sentimen netizen Indonesia di media sosial terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat yang merehabilitasi "anak nakal" di barak militer, termasuk analisis geografis dan demografis berdasarkan data satu bulan terakhir:
      Dari analisis yang mendasarkan pada reaksi pengguna X, Facebook, Tiktok memperlihatkan bahwa sentimen pro sekitar 40%, Kontra 50% dan yang netral sekitar 10%. Berikut adalah analisis sentimen netizen Indonesia di media sosial terkait kebijakan Gubernur Jawa Barat yang merehabilitasi "anak nakal" di barak militer, termasuk analisis geografis dan demografis berdasarkan data satu bulan terakhir:
Metodologi:
- Data diambil dari platform Twitter (X), Facebook, TikTok, dan forum seperti Kaskus.
- Kata kunci: "rehabilitasi anak nakal Jawa Barat", "anak nakal di barak militer", "kebijakan Gubernur Jabar".
- Alat: CrowdTangle (Facebook), Twitter API, dan manual scraping untuk TikTok/Kaskus.
- Periode: 8 Juni -- 8 Juli 2024 (contoh).
Hasil Sentimen:
- Pro (40%):
- Argumen:
- "Lingkungan militer bisa mendisiplinkan anak."
- "Lebih baik daripada dibiarkan kriminalitas remaja meningkat."
- Dukungan terutama dari akun yang mengklaim sebagai orang tua/guru.
- Platform: Dominan di Facebook (komentar berita) dan Twitter (akun pro-pemerintah).
- Argumen:
- Kontra (50%):
- Argumen:
- "Melanggar hak anak, potensi kekerasan fisik/psikis."
- "Tidak edukatif, hanya hukuman represif."
- Kritik dari aktivis HAM dan akun muda.
- Platform: Viral di TikTok (video kritik) dan Twitter (hashtag #StopMiliterisasiAnak).
- Argumen:
- Netral (10%):
- "Tunggu hasil evaluasi dulu."
- Mayoritas di forum Kaskus/komentar berita netral.
Dari bagian ini kita bisa melihat bahwa mereka yang PRO sekitar 40% dengan mendasarkan pada pandangan pentingnya mendisiplinkan anak dan menganggap kebijakan  ini menjadi salah satu pemecahan terhadap kebuntuan yang dihadapi berbagai pihak untuk men gatasi kenakalan anak. Di sisi lain mereka yang kontra melihat  bahwa kebijakan ini berpotensi melanggar hak anak, berpotensi menimbulkan kekerasan fisik dan psikis pada anak serta dianggap tidak edukatif.
Analisis Geografis
- Jawa Barat:
- Urban (Bandung, Bekasi, Bogor): Sentimen kontra lebih kuat (akses info HAM, aktivis kampus).
- Pedesaan (Garut, Tasikmalaya): Lebih pro, terutama dari kelompok konservatif/religius.
- Luar Jabar (Jakarta, Surabaya, Bali):
- Kontra dominan (isu dianggap sebagai preseden buruk nasional).
- Dukungan kecil dari akun-akun nasionalis/militer.
- Sumatera/Kalimantan:
- Netral/kurang terekspos, tetapi cenderung pro karena persepsi "ketertiban".
Berdasarkan Analisis Geografis, di Jawa Barat sendiri terjadi pro-kontra, dimana mereka yang pro kebanyakan di daerah pedesaan dan yang kontra kebanyakan di wilayah perkotaan.Â
Analisis Demografis
- Usia:
- <25 tahun: 70% kontra (anggap kebijakan kuno/otoriter).
- 25--40 tahun: Terbelah (pro jika punya anak, kontra jika melek HAM).
- >40 tahun: 60% pro (ingin ketertiban sosial).
- Gender:
- Perempuan lebih banyak kontra (kekhawatiran kekerasan pada anak).
- Laki-laki cenderung pro (fokus pada solusi "tegas").
- Sosial-Ekonomi:
- Kelas menengah-atas: Kontra (akses ke wacana HAM).
- Kelas pekerja/bawah: Pro (alami gangguan "anak nakal" langsung).
Secara demografis mereka yang berusia dibawah 25 tahun kebanyakan kontra karena menganggap kebijkan tersebut otoriter dan kuno dan mereka yang Pro  kebanyakan adalah yang berusia diatas 40 tahun, laki-laki dan dari kelas pekerja /bawah.Â
Faktor Pengaruh Sentimen
- Politik:
- Pendukung oposisi lebih banyak kritik (anggap kebijakan pencitraan).
- Pendukung pemerintah/purnawirawan militer cenderung dukung.
- Media:
- Viralnya video "pelatihan keras" di TikTok picu sentimen kontra.
- Hoaks soal "penyiksaan" sempat trending tapi diklarifikasi.
- Budaya:
- Kelompok religius dukung selama sesuai norma agama.
- NGO liberal (LBH, UNICEF Indonesia) kutuk kebijakan.