Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Welcome to The Jungle, eh Society Maksudnya

9 Maret 2015   13:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57 645
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika sekarang dan dikemudian hari banyak orang dari kalangan terpelajar yang terkesan tidak peduli dan bahkan bertindak merugikan orang lain, maka janganlah mereka disalahkan. Jika ada pejabat lulusan suatu satuan pendidikan tinggi yang dikemudian hari merugikan mayoritas masyarakat kecil, janganlah juga mereka disalahkan.

Senior yang memberikan selamat dengan diikuti kalimat  “Welcome to the jungle” lah yang mungkin seharusnya juga ikut bertanggung jawab. Pada waktu wisuda ataupun beberapa saat setelahnya, banyak diatara ucapan selamat yang diikuti ataupun diakhiri dengan “welcome to the jungle”.

Lalu apanya yang salah? Kata atau frasa mana yang menjadikan kalimat welcome to the jungle salah? Bagaimana kalimat untuk menggambarkan “selamat datang di kehidupan yang sesungguhnya” bisa disalahkan?

Sesungghnya tidaklah mutlak salah apa apa yang diucapkan dan sampaikan. Mungkin senior sudah tahu dan merasakan bagaimana kerasnya kehidupan yang sesungguhnya. Kehidupan untuk mencari penghidupan secara mandiri, kehidupan untuk mencari penghidupan untuk dapat menghidupi keluarga. Kehidupan untuk tidak bergantung kepada orang tua dan orang lain.

Jungle, sekeras itukah kehidupan yang sesungguhnya? Memang terdapat keseimbangan di sana, namun apakah harus keseimbangan diciptakan dengan saling menerkam satu dengan yang lainnya. Apakah tidak ada yang lebih beradab daripada sekedar saling terkam untuk memenuhi kebutuhan akan makanan? Mungkin sebagian berpendapat di jungle lah letak peradaban yang sesungguhnya. Makan sesuai kebutuhan adalah keberadaban yang sesungguhnya, keseimbangan dengan menyerahkan semuanya kepada hukum alam adalah keberadaban yang sebenarnya.

Namun, tidak lah seharusnya parameter keberadaban manusia disamakan dengan apa yang terjadi pada kehidupan liar di hutan. Tidaklah seharusnya keberadaban manusia dijunjung tinggi dengan saling menerkam sesamanya. Tidaklah seharusnya manusia yang kuat dan berkuasa menerkam dan memanfaatkan manusia yang lemah. Bukankah peradaban manusia adalah kebalikan dari itu semua? Bukankah keberadapan manusia diukur dari seberapa banyak dia dapat memberikan manfaat untuk orang lain? Bukankah keseimbangan dalam kacamata peradaban manusia adalah terciptanya keadilan sosial di semua lapisan masyarakat? Bukankah keberadaban itu adalah ketika yang kuat melindungi dan menguatkan yang lemah?

Berada di suatu satuan pendidikan dan menjadi berpendidikan adalah pembelajaran untuk membangun peradaban dan keberadaban. Namun kenapa setelah mendapatkan ilmu membangun peradaban dan keberadaban malah disarankan untuk bertindak di luar apa yang dipelajari?

Sebagai bukan senior, saya tentunya tidak mengetahui kehidupan yang sesungguhnya. Saya belum merasakan kerasnya apa yang mereka sebut dengan kehidupan yang sesungguhnya. Tapi sebagai bukan senior, bukankah saya juga memiliki hak untuk tidak mengikuti semua saran yang diberikan oleh senior.

Welcome to the society, selamat datang di masyarakat. Selamat datang di kerasnya kehidupan untuk membangun peradaban, keberadaban, dan keadilan sosial untuk semuanya

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun