Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Bunga Edelweiss

9 Agustus 2018   17:12 Diperbarui: 9 Agustus 2018   17:30 707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membersamai dua insan yang sedang jatuh cinta itu menyenangkan, walaupun bagi sebagian orang adalah hal yang menjijikkan. Tapi membersamai keduanya ketika dalam pertengkaran adalah hal yang jauh dari kata menyenangkan. Apalagi ketika sedang melakukan pendakian gunung. Lebih tepatnya saat sedang turun dari mendaki gunung.

Semua berawal dari janji Erick kepada kekasihnya, Maya, tentang bunga Edelweiss yang akan dipetikkan untuknya. Janji setangkai bunga yang pada akhirnya meluluhkan hati Maya untuk turut serta dalam pendakian.

Maya bukanlah tipe gadis petualang yang suka melakukan perjalanan di alam bebas. Dia tipe gadis yang lebih suka menghabiskan waktunya ramainya pusat perbelanjaan dibandingkan di sunyi dan sepinya gunung ataupun hutan.

"Kalau aku tahu disini tidak mendapatkan setangkai Edelweiss darimu, tidak akan aku ikut pendakian yang melelahkan ini", omel Maya sambil menangkis uluran tangan Erick yang mencoba membantunya untuk turun melalui track berdebu nan licin.

"Aku bisa turun sendiri", tambahnya cemberut.

"Jangan menyesal dengan apa yang telah kamu lalui. Bukankah kemaren kamu barusan bilang sedang menyaksikan matahari tenggelam terbaik? Bukankah fajar pagi tadi kamu juga bilang sedang menikmati matahari terbit terbaik? Jadi ayolah. Jangan gegara setangkai bunga kamu menyesali semuanya", Erick membujuk kekasihnya dengan tidak henti-henti mengulurkan tangan kepadanya.

Jalanan berdebu dan menurun ini memang licin. Jangankan untuk orang yang baru pertama kali mendaki gunung, untuk orang yang sudah berpengalaman pun masih terkadang menjatuhkan. Pun dengan Maya yang sudah terpeleset berkali-kali. Kalau bukan karena kesal dan atau gengsinya, mungkin ia sudah minta dituntun Erick.

"Gausah menjanjikan sesuatu yang emang gabisa kau tepati!!", hardik Maya yang semakin marah karena untuk kesekian kalinya dia jatuh terpleset.

Bisa saja Erick mengambilkan setangkai bunga kepada Maya. Tapi aku tahu, ia jauh lebih tidak enak hati kepadaku. Dia telah berjanji untuk mengikuti semua yang kukatakan biar bisa kuantarkan mendaki gunung bersama kekasihnya. Dan salah satu syaratnya adalah ia tak boleh mengambil apapun dari gunung yang didaki.

Kubantu Maya untuk bangun karena tak mau ia dibantu oleh Maya. Kukatakan lirih kepadanya,"Boleh sekarang kau marah dengan Erick, tapi tolong untuk tidak terlalu banyak bicara tentang bunga Edelweiss. Erick sedang mempersiapkan kejutan untukmu. Dia kan berjanji untuk memberimu setangkai bunga sebelum pulang, bukan berjanji memberimu bunga ketika berada di puncak gunung. Jadi bersabarlah"

Dan rupanya cara tersebut cukup efektif. Tidak ada lagi banyak kata yang keluar dari bibit Maya walaupun masih terlihat kesal dan cemberut dari raut mukanya. Namun setidaknya ia sudah tidak menampik lagi uluran tangan dari Erick.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun