Mohon tunggu...
Arif Meftah Hidayat
Arif Meftah Hidayat Mohon Tunggu... Freelancer - Buruh Pabrik

Dengan atau tanpa saya menulis, dunia juga tidak akan berubah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merindukan Fungsi Klakson di Desa

10 Januari 2018   14:16 Diperbarui: 10 Januari 2018   14:24 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sampailah ketiganya di perempatan menuju tempat kediaman mereka. Tiga pemuda dengan motornya masing-masing melaju beriringan sejak 5 menit yang lalu. Beriringan sejauh 2 km yang diawali dari tempat nongkrong mereka sedari tadi. Dan tibalah di titik dimana mereka harus berpisah. Satu orang harus maju lurus kedepan, seorang berbelok ke kanan, dan sisasnya belok kiri. Tak sepatah kata perpisahan diucapkan. Hanya klakson motor dan lambaian tangan dari seorang yang kemudian diikuti oleh bunyi klakson dari dua orang lain sebagai penanda perpisahan hari itu.

Lebih dari sekedar tanda keamanan yang melekat pada kendaraan bermotor, klakson di desa masih menjadi salah satu alat komunikasi yang paling hangat. Klakson adalah simbol komunikasi untuk pertemuan dan atau perpisahan. Membunyikan klakson juga berarti sapaan kepada siapapun yang merasa dikenal. Maka tak heran jika bunyi klakson bukanlah suara yang membisingkan, suara yang mengganggu kenyamanan berkendara di jalanan.

Sedikit menuju ke pinggiran kota, fungsi komunikasi klakson juga telah berubah. Klakson berfungsi sebagaimana fungsi klakson semestinya. Ia digunakan sebagai tanda keamanan untuk kendaraan bermotor. Digunakan sebagai peringatan akan banyaknya pengendara ugal-ugalan yang membahayakan pengendara lain. Digunakan sebagai tanda untuk pengendara ugal-ugalan bahwa ada pengendara lain yang butuh keselamatan dan keamanan dalam berkendara.  Klakson dibunyikan dengan kekesalan dan mungkin dengan sedikit kebencian.

Di pusat kota klakson sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya. Klakson adalah ujaran kebencian yang nyata di jalan raya. Panas dan padatnya jalanan ditambah permasalahan di luar jalanan yang dibawa ke jalanan membuat jalanan menjadi area pertempuran klakson. Panas dan macet yang seharusnya adalah hal biasa karena memang banyaknya jumlah kendaraan menjadi hal yang tidak biasa. Dan sayangnya, kehadiran klakson menciptakan ketidakbiasaan yang negatif. Jalanan menjadi bising, penuh ketergesaan, dan yang lebih parah menjadi penuh kebencian.  

Tidak terdapat kesadaran bahwa semua kondisi dan situasi yang terjadi adalah juga andil dari diri sendiri. Terlalu jauh memandang salah faktor eksternal tanpa melihat jauh ke dalam kesalahan-kesalahan internal. Kemacetan dan semua kesemrawutan sedikit banyak juga merupakan andil siapa saja yang mengambil bagian di jalan raya.

Jika memang tak mampu mengurai dan menuntaskan masalah-masalah di jalan raya, setidaknya janganlah menambah kesemrawutan dan keterburu-buruan dengan membunyikan klakson sering-sering. Gunakan ia sebagaimana seharusnya ia diperuntukkan, bukan justru sebagai ekspresi dan wujud dari sebuah kebencian.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun